Lihat ke Halaman Asli

Bi yani

Guru SD Muhammadiyah Sendangtirta Berbah Sleman Yogyakarta

Pelajaran dari Bapak Suwito, "Menolong Orang itu Sebenarnya adalah Menolong Diri Kita Sendiri"

Diperbarui: 28 Maret 2022   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari Sabtu, 26 Maret 2022, Kami (saya dan suami )berkunjung ke rumah Yu Mus. Yu Mus adalah kakak sulung dari suamiku Beliau baru pulang dari Umroh. 

Kami sampai rumah beliau sekitar pukul 17. Kami pun terlihat obrolan seputar kejadian dan berbagai hal yang dilakukan dan dialami kakakku selama umroh. Beliau terlihat sehat, penuh semangat, dan wajahnya cerah sekali. Binar-binar kebahagiaan terlihat jelas dari raut wajahnya saat beliau bercerita. Ah bikin diriku ingin umroh aja pikirku. Cerita kami kadang harus terhenti karena makan atau salat.

Setelah puas bercerita, waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Saya pun mengajak suami untuk berkemas dan pulang ke rumah. Pihak keluarga kakak sebenarnya mengharapkan agar kami menginap saja, namun karena saya sudah punya jadwal les di rumah jam 07.00 sampai 12.00 maka saya keberatan. Dengan alasan agar esok pagi ada waktu istirahat. Apalagi tiap hari Minggu juga ada jadwal mengunjungi ayah di kampung.

Kami pun pamitan, dan berjalanlah kami menembus gelapnya malam di jalanan yang lalu-lalang kendaraan tidak seramai saat berangkat. Boleh dibilang agak sepi. Mungkin karena agak sepi, suami mengendarai motornya dengan kecepatan melebihi siang hari. Ketika melewati jalan yang sepi dengan penerangan lampu yang tidak ada, kami tidak menyadari ada lobang di jalan tersebut. Kebetulan luubang tepat di bawah pohon. Tahu-tahu terdengar grubyak, dan saya terkejut, ternyata kamilah yang mengalami kecelakaan.  

Sesaat kemudian ingat suamiku, saya pun melihat kanan kiri, sambil memanggil suamiku. Yang kulihat motor kami jauh dari tubuhku. Lalu saya pun bangun dan berjalan ke pinggir, Alhamdulillah suamiku masih berdiri tegak di pinggir jalan. 

Beberapa orang  pengendara motor lain berhenti , serta beberapa warga sekitar memberikan pertolongan kepada kami. Ada yang menghibur, ada yang mencari minum air putih, ada yang membeli minuman teh panas, dan ada pula yang membelikan Betadine dan kain kasa. Setelah itu ada yang mengobati luka kami dengan Betadine.

Ada rasa haru di benakku, betapa baiknya orang-orang itu. Kami tidak saling kenal, namun mereka menangani kami penuh kasing sayang. Belum hilang rasa haruku, ada diantara mereka, dua anak muda bersarung menawarkan pada kami, untuk mengantar kami ke rumah. Mulanya kami menolak, karena suami merasa masih bisa mengendarai motornya dan berpikir motornya masih bisa jalan. Saat suami mencoba mengendarai motornya di gang, salah satunya pemuda tadi bilang ke bapak-bapak, 'wis mengko motore teko diunggahke wae, Nek wis diunggahke gak mungkin nolak. Nek ditawari mesthi nolak terus. Kemudian bapak-bapak tadi menerima usulnya dan pulang ambil mobil.

Karena tubuh terasa gemetaran, dan kepalan benjol terasa nyut- nyut-, saya pun menerima tawaran itu. Suamiku pun akhirnya menyetujui. Saat mobil tiba di lokasi, motor kami langsung dinaikkan ke bak pickup, dan ditali agar aman . Kemudian kami berdua disuruh duduk dekat sopir. Kedua pemuda bersarung tadi, pun ikut mobil yang kami tumpangi.

Selama perjalanan, si Bapak yang baik hati bercerita tentang berbagai hal. Tentang pemuda bersarung yang ternyata adalah putranya. Tentang orang-orang yang tadi berkumpul sebenarnya sedang berkumpul di masjid. Tentang adanya salah satu warga yang jadi sukarelawan di Semeru saat erupsi kemarin. Serta cerita seputar profesinya dan juga profesi istrinya. 

Dari cerita beliau itu, ada hal yang menarik perhatianku. Ternyata kebaikan Budi para pemuda bersarung itu menurun dari kebaikan Budi ayahnya. Si bapak baik hati itu, sangat sederhana. Beliau seorang pengusaha Fadhil Aluminium, kuketahui dari cerita dan nama yang terpampang di pintu bak belakang mobil pickup.  Beliau bernama Bapak Suwito.

Beliau punya jiwa yang peduli. Saat mendapat proyek, orang-orang yangmenganggur beliau rekrut untuk membantu pekerjaannya. Bila dirasa sudah mahir, kemudian beliau menyarankan untuk mandiri. Beliau juga cerita banyak proyek yang ditangani, sehingga kadang kekurangan tenaga kerja. Istri kerja di kanwil Jogja. Karena itu beliau tahu beberapa tempat. Bahkan beliau tahu dimana kami harus belok saat sudah dekat wilayah tempat tinggal kami. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline