[caption caption="sumber foto www.beritarakyat.net "][/caption]
Kabar pemerintah yang disinyalir akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) no 99 tahun 2012, tentang pemberian remisi, khususnya bagi terpidana kasus korupsi, bahkan sudah jadi draft ini menuai protes keras dari para aktivis pegiat anti korupsi. Stop remisi yang dimulai sejak 2012 oleh pemerintahan SBY ini, akan tinggal cerita jika Jokowi menyetujui langkah menkumham Yasonna Laoly
Sebagai Jokowi Loverwati, ini menyakitkan hati. Bagaimana dengan kalian , hai..brothers, Jokowi Lovers? (Mas Wahyu Maksudnya..hehe) dan juga lainya, apakah kalian terusik pula dengan wacana ini? Hari kemarin 17/8 saya masih terbuai dengan manisnya tindakan Jokowi, mengijinkan seorang gadis manis cerdas , Gloria.
Gloria yang berdarah WNI, terlahir di sini, Indonesia, besar di sini dan sangat mencintai tanah tumpah darah nya , untuk turut menjadi pasukan pengibar bendera merah putih di Istana, setelah lolos dari berbagai seleksi ketat, harus terjegal, hanya karena memegang passport Prancis. Dan akhirnya Gloria boleh bernafas lega, turut serta menjadi petugas penurunan bendera karena Pak Jokowi sendiri yang mengijinkan Gloria untuk tetap menjadi tim Paskibra . Tindakan yang sangat bijak. (seperti biasanya)
Akan tetapi, kabar pemerintah, melalui Kementerian Hukum dan Ham (kemenkumham) yang disampaikan oleh Yasonna Laoly, memberi alasan, jika perubahan remisi tersebut, lantaran Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), sudah tidak mampu menampung lebih banyak lagi napi,lapas penuh, over capacity ! Cisiin... ini gila. Kelihatanya sepele, cuma soal keringanan satu dua bulan.
Ini alasan yang sungguh tidak masuk akal. Korupsi adalah problem yang sangat krusial. Yang merusak sendi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana dampaknya dirasakan oleh masyarakat luas, bahkan seluruh rakyat, bahkan sampai keanak cucu kelak. Maka selayaknya para pelaku korupsi memperoleh sanksi maksimal. Kejahatan korupsi , kejahatan narkoba, dan kejahatan kejahatan sadis lainya, selain dihukum berat, mereka tidak layak mendapat remisi.
Jika memang kondisi lapas yang sudah tidak layak karena kepenuhan, kenapa tidak mbangun lapas lapas yang lain. Gunakan uang sitaan dari para koruptor untuk membangun dan menambah fasilitas lapas. Berikanlah remisi bagi pelaku kejahatan ringan yang sudah mau habis masa tahanan. Tapi jika koruptor yang mendapat remisi?! No way..!!
Untuk antisipasi lapas penuh, bagi koruptor di atas 1M, terapkan hukuman yang berat . Sita kekayaan dan hukum mati! Agar mereka yang ingin melakukan kejahatan korupsi mikir ribuan kali, jika melihat hukuman yang akan di terima. Atau bahkan berjanji pada diri sendiri agar tidak terlibat dalam korupsi. Dengan begitu, tanpa dia menjadi justice collaborator, dia akan buka mulut , tidak membiarkan mereka yang turut kebagian uang haram itu akan lepas dari maut.
Dia tidak akan menanggung beban sendirian. Dia tidak akan mati sendiria, karena biasanya tindak korupsi melibatkan berbagai pihak. Bahkan sampai ada yang disebut korupsi berjamaah. Bukan hanya sholat saja ternyata yang berjamaah! Sungguh keterlaluan sekali ulah seperti itu. Itu baru pencegahan agar lapas tidak penuh dengan napi, minimal napi korupsi .
Kalau hanya berharap jera, hukuman dengan fasilitas yang nyaman, di tambah remisi tiap hari besar/kemerdekaan, seperti yang di terima oleh terpidana korupsi Nazarudin serta Gayus Tambunan tempo hari, bagaimana mau jera? Yang ada mereka jingkrak jingkrak, bernyanyi, menari bersukaria, tersenyum berseri seri,tertawa terbahak bahak, berdendang , berjoget jumpalitan , gembira ria, riang tak terkira...(Oom Ninoy mode on). Lihat saja foto mereka , saat sudah divonis, masih melambai tangan tersenyum ceria. Tak ada kamus jera bagi mereka, jika hukum tidak menjadi panglima di Indonesia .