Lihat ke Halaman Asli

Biyanca Kenlim

Yo mung ngene iki

Jangan Terlambat Menabung untuk Biaya Sekolah Anak

Diperbarui: 14 Oktober 2015   15:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber ft blog kompetition kompasiana."][/caption]

PERENCANAAN,  Kata perencanaan tak lepas dari buah pemikiran yang tertata. Merencanakan sesuatu kemudian mengimplementasikan dengan mempersiapkan segala sesuatu sesuai rencana,  semisal tempat, waktu, keperluan pendukung dan yang pasti mempersiapkan biaya.

Merencanakan pendidikan sejak dini, ini adalah satu agenda yang sangat penting untuk di rancang, bahkan sebelum saat mereka masih dalam setatus sebagai pasangan yang akan menikah.  Apalagi bagi yang sudah berumah tangga dan di pastikan akan segera punya momongan.

Bagi kalangan masyarakat yang berpenghasilan tetap dan lebih dari cukup, mapan secara ekonomi,  mengatur, merencanakan segala sesuatu bukan hal yang rumit dan sulit. Apalagi merencanakan pendidikan itu sangat berhubungan erat dengan masalah finance.

Jadi mereka yang dari kalangan atas bukan masalah besar, walaupun harus tetap di rencanakan dan di pikirkan sedini mungkin. Dengan cara berpikir yang lebih maju, sudah meng alokasikan dana khusus untuk biaya pendidikan anak kelak. Dengan membeli product asuransi pendidikan, asuransi jiwa plus pendidikan, atau tabungan plus dana pendidikan yang aman yang banyak di tawarkan oleh pihak bank.

Atau di investasikan dalam bentuk lain yang semisal emas, tanah, properti, yang intinya kelak untuk biaya anak sekolah yang semakin tahun semakin mahal. Dan pastinya untuk mengantisipasi jika saat anak membutuhkan biaya masuk perguruan tinggi, kondisi keuangan keluarga sedang cekak atau bisnis usaha sedang lesu.

Berbeda dengan mereka yang bergelimang harta, bagaimana persiapan pendidikan anak di kalangan kurang mampu?

Berkaca dari pengalaman sendiri yang sedang saya lakoni. Saya pun berprinsip 'pendidikan setinggi mungkin sangat penting minimal S1".  Bukan saya yang dalam keadaan mines ini mau membual , tapi menggantungkan cita cita setinggi langit itu menjadi pelecut semangat hidup, itu yang saya tekan kan pada kedua anak saya, jangan kaya orang tuanya yang tidak berpendidikan menjadikan kami susah mencari pekerjaan dan peluang.

Saya termasuk yang terlambat merencanakan pendidikan si buah hati. Sekedar flash back...waktu sehabis kelahiran anak saya yang sulung belum ada 40 hari, saudara dari suami yang seorang manager dari perusahaan asuransi besar berkunjung menjenguk sekalian menawarkan proposal asuransi pendidikan plus.   Sebagai pemegang kendali ekonomi saat itu, mungkin suami belum sadar sebegitu penting perencanaan pendidikan sedini mungkin, jadi suami menolak drngan alasan "saya bisa nabung sendiri". 

Namun kenyataan berkata lain, takdir yang maha kuasa tak dapat di hindarkan, roda kehidupan berputar. Ketika rencana tak sesuai do'a. Untuk tetap bertahan hidup atas seijin keluarga, saya memutuskan untuk pergi kerja jauuh di negeri orang. Ikhlas saya jalani, rela berpisah dari keluarga tercinta. 

Kini urusan ekonomi keluarga ada di pundak saya, walaupun telat, tak ada kata terlambat untuk memulai rencana perbaikan. Urusan pendidikan anak saya prioritaskan, anak yang sulung sudah mulai menginjak bangku SMP kala itu, kini mereka berdua sama sama duduk di bangku SMA.  Saya bertanya pada teman, saudara juga keponakan yang sebagian besar pada kuliah. Berapa sih kira kira dana yang di persiapkan untuk kuliah?.  Jawaban mereka bervariasi karena tempat mereka menimba ilmu berbeda beda, ada yang di Akper, Kebidanan, Kedokteran tapi kalah dengan yang berkantong tebal, akhirnya masuk jurusan farmasi, ada yang di ilmu gizi, akademi seni di Solo dan Univ negeri lainya di kota kami S.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline