Setiap hari kita selalu disajikan grafik perkembangan pandemi Covid-19 melalui laporan media center penanganan Covid-19 pemerintah Indonesia. Setiap hari juga kita selalu diminta untuk terus meningkatkan kewaspadaan dan berupaya melakukan pencegahan Covid-19 secara masif.
Bahkan Presiden Jokowi pada keterangan pers 15 Maret yang lalu menekankan agar masyarakat segera melakukan gerakan social distancing/physical distancing (upaya menjaga jarak hubungan sosial) .
Meskipun ada sebagian masyarakat berharap pemerintah memilih kebijakan lockdown (mengunci akses keluar masuk masyarakat dari suatu negara atau daerah), sampai ketika itu jagad maya diramaikan dengan tagar #Indonesia_LockdownPlease.
Setiap kebijakan pasti menuai pro dan kontra, tapi yang harus disadari oleh masyarakat ialah kepekaan terhadap kebijakan. Nilai positif dari kebijakan itulah yang seharusnya menjadi perhatian bagi masyarakat.
Kita mesti ingat bahwa wabah virus Covid-19 tak mengenal siapapun dan apapun status sosialnya. Tragisnya, belum ada yang mampu menjamin kapan berakhirnya badai virus Covid-19 ini.
Kita harus menerima kondisi ini bukan dengan keegoisan dan ketakutan yang mendalam, hingga muncul masalah baru Panic Buying (perilaku belanja yang berlebihan).
Kita tidak perlu seperti masyarakat di Inggris dan Australia yang tetap menimbun dan belanja berbagai bahan makanan. Meskipun Perdana Menteri Australia Scott Morrison telah memperingatkan warganya untuk berhenti menimbun barang pokok.
Sedangkan di Indonesia wabah panic buying ini juga terjadi di 6 (enam) kota besar Jakarta dan sekitarnya hingga Semarang, Surabaya dan Bali, seperti diungkap Roy Mandey (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia).
Selain panic buying di Indonesia juga muncul hoax (berita bohong) seputar Covid-19, ada saja oknum yang memanfaatkan situasi ini untuk menakuti masyarakat dan membuat masyarakat semakin cemas dan khawatir.
Tragisnya isu seputar SARA pun menjadi bahan bagi mereka untuk menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap fatwa MUI dan kebijakan pemerintah. Dimana letak kepedulian sosial masyarakat dibalik Covid-19, kalau egoisme masyarakat justru muncul secara berlebihan.
Bahkan mengarah pada pelanggaran hukum seperti yang dikutip dalam laman berita Republika pada 16/03/2020 bahwa ada lebih dari 25 tersangka dari 12 kasus penimbunan masker yang berhasil diungkap kepolisian.