Lihat ke Halaman Asli

Bisyri Ichwan

TERVERIFIKASI

Simple Man with Big Dream and Action

Tarekat Sayuriyah

Diperbarui: 19 November 2020   00:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Produk Sayur  dan Buah yang hendak dikirim ke Supermarket Jakarta (Foto: Tim PK 144)

"Sayuran grade 1 masuk pasar supermarket dan pasar modern, untuk grade 2 masuk ke pasar-pasar tradisional. Grade 3 dijadikan sebuah produk tinggal olah dan dijual juga ke pasar. Untuk kategori sayur grade 4 untuk makanan harian santri di pesantren. Grade 5 adalah sayuran untuk pakan ternak. Artinya tidak ada sayuran yang terbuang sama sekali. Petani adalah pekerjaan yang sangat mulia," KH. Fuad Afandi sebagai pengasuh Pondok Pesantren At-Ittifaq, Bandung dengan semangat memberikan penjelesan ke kami semua para calon awardee LPDP PK Santri 144.

Kegiatan OASE (Ounting, Asyik, Seru dan Energik) di Bandung selesai sebelum masuk waktu dhuhur. Saya bersama teman-teman LPDP Santri angkatan 144 diberikan pengarahan oleh Pak Rafi, Mas Mukhlis dan Mas Jufri untuk lekas mandi-mandi dulu dan sarapan di dekat vila tempat singgah, selanjutnya kami akan diajak untuk kunjungan institusional di sebuah pesantren yang Pak Rafi menyebutnya sebagai pesantren "Tarekat Sayuriyah".

Saya merasa tertarik sekaligus penasaran dengan nama "Tarekat Sayuriyah" yang disebutkan oleh Pak Rafi. Di dalam bus pada saat kami berangkat menuju pesantren, Pak Rafi memberikan arahan. 

Pesantren yang akan kami kunjungi bernama Al-Ittifaq. Produk sayur dari pesantren ini sudah menguasai pasar-pasar di Bandung dan Jawa Barat, bahkan di Jakarta, bukan hanya pasar tradisional saja, tapi juga masuk ke dalam mall-mall. 

"Luar biasa sekali," pikir saya. Sebuah pesantren yang selama ini menjadi lembaga pendidikan, ternyata bisa menghasilkan sebuah produk unggulan yang bisa diterima oleh masyarakat. Saya tidak sabar untuk melihatnya secara langsung.

Kami tiba menjelang sore. Tiga bus yang membawa rombongan teman-teman LPDP tidak bisa parkir di area pondok pesantren. Bus berhenti di sebuah lapangan luas yang memang sepertinya disediakan untuk lahan parkir di sebuah pasar tengah desa. Saat kami turun dari bus, Pak Rafi memberikan arahan kembali, "Kita naik mobil lin kuning itu ya", memang ada banyak kendaraan lin yang sudah siap menunggu kami untuk mengantarkan ke pesantren secara langsung.

Saya tidak langsung ikut naik mobil lin, sekitar 50 meter bus terparkir, ada masjid. Bersama Mas Burhan, saya mengajaknya untuk shalat dhuhur dan ashar sekalian, shalat jama' ta'khir dan shalat qosor, dhuhur 2 rakaat dan ashar 2 rakaat. Ada beberapa teman yang juga ikut shalat dulu, ada juga yang mengatakan untuk shalat di pondok pesantren saja. Semua memiliki pilihan masing-masing.

Usai shalat, Mas Gilang memberikan kode untuk segera naik lin, takutnya ketinggalan kegiatan yang akan segera dilaksanakan di pondok pesantren Al-Ittifaq, karena rencana kami adalah bukan hanya mendengarkan tausiyah dari pimpinan pesantren saja, melainkan juga keliling ke pesantren dan usaha-usaha pertanian yang dilakukan oleh para santri pesantren. "Saya ke toilet sebentar mas," Mas Burhan saya suruh untuk menunggu sebentar. "Siap, jangan lama-lama, takut ketinggalan," Jawabnya.

Ketika saya berjalan bersama Mas Burhan menuju lin, rupanya ini adalah sudah lin yang terakhir. Semua teman-teman sudah tidak ada lagi, sudah berangkat semua. "Loh, kok mobil linnya ke arah bawah, bukannya pesantrennya ke arah atas ya?", saya bertanya ke Mas Burhan, karena tadi saya lihat lin yang dinaiki oleh teman-teman mengarah ke jalan atas, kami malah mengarah ke bawah.

Rupanya, sebelum saya mendapatkan jawaban, mobil lin ini hanya mengambil tenaga untuk sampai ke atas, karena aspal jalanan di sini agak curam, dia membutuhkan tenaga untuk naik ke atas dengan cara ke bawah dulu. Namun, ada sesuatu yang yang tidak diinginkan terjadi, mobil mogok! Tepat di tengah-tengah aspal jalan. Dia berjalan mundur ke belakang, "Lho mas-mas, mobilnya mundur," beberapa penumpang cewek yang ikut kami, mulai berteriak ketakutan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline