Lihat ke Halaman Asli

Bisyri Ichwan

TERVERIFIKASI

Simple Man with Big Dream and Action

Tunangan Orang Mesir

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_149212" align="alignnone" width="500" caption="Omar dan Syaima yang sedang bahagia. (doc. pribadi)"][/caption] Di dunia ini semua makhluq yang diciptakan oleh Tuhan selalu berpasangan, tidak terkecuali manusia. Sebagai mahluq hidup yang berakal, kehidupan manusia tidak akan sepi dari yang namanya aturan hidup. Untuk mempertahankan eksistensinya, cara satu-satunya jalan yang sah yang disetujui oleh seluruh agama yang dianut oleh manusia adalah dengan menikah. Menikah adalah sunnah atau suatu yang pasti dalam hidup. Di Mesir, pernikahan bisa dikatakan sesuatu yang terbilang sulit jika dibandingkan dengan tradisi menikah seperti yang ada di Indonesia. Tradisi sulitnya menikah tidak hanya terjadi di Mesir tetapi sudah menjadi hal biasa di negara-negara arab. Saya tidak akan membahas tentang pernak pernik sulitnya pernikahan di negeri arab terutama Mesir, tetapi ada hal menarik yang membuat saya ingin menuliskannya tentang tradisi sebelum menikah yang terkenal dengan nama tunangan atau khitbah. Kebetulan beberapa hari yang lalu seorang teman saya dari Mesir mengundang kami untuk menghadiri pertunanangan mereka yang bernama Omar dan Syaima. Saat itu kami sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing, saya sendiri sedang bekerja mengurusi pengiriman barang Mesir - Indonesia. Sekitar jam 11 malam, Omar menghubungi kami kembali untuk bisa hadir di pesta pertunangannya dan suruh datang langsung di sungai Nil di kawasan Tahrir. Dia mengajak kami untuk ikut pesta bersama di kapal sambil menikmati pemandangan Cairo malam hari. Dengan mengendarai sedan toyota corolla, kami berempat meluncur menuju Tahrir. Di sana teman kami menyambut dengan senyuman dan berkata bahwa keluarga mereka menunggu kami sejak tadi maghrib. Kedatangan kami sangat diharapkan, ada sedikit perasaan kecewa di raut wajahnya, tetapi kami bercanda kembali dan langsung menuju perahu yang telah disediakan. Kebetulan saat itu bertepatan dengan malam sabtu yang mana menjadi hari libur nasional rakyat Mesir selain jum'at, sehingga sungai nil sangat ramai. Musim panas seperti saat ini, sungai nil menjadi alternatif satu-satunya berwisata. Tempatnya yang berada di tengah kota dan indah menjadi ketertarikan tersendiri untuk menikmatinya, apalagi ditambah dengan banyaknya resto dan hotel yang ada di pinggirnya. Tunangan di adat masyarakat Mesir menjadi acara yang benar-benar membahagiakan. Orang Mesir selalu menyebut acara pernikahan dan pertunangan dengan nama "farah" yang berarti "bahagia", sehingga di sela-sela acaranya terlihat sekali kebahagiaan itu. Seringnya, di acara tunangan selalu ada pesta dengan lagu-lagu khas Mesir dengan cara berjoget bersama termasuk sang mempelai dan selalu ada suara siulan dari orang-orang perempuan. Kebahagiaan terpancar sangat kuat ketika seorang pemuda Mesir bisa menjalin sebuah hubungan resmi dengan seorang perempuan, dikarenakan menikah di Mesir bisa dikatakan tergolong sulit bahkan sangat sulit jika ukuran yang dipakai adalah ukuran adat di masyarakat Indonesia. Paling tidak syarat yang diajukan oleh keluarga perempuan bagi seorang lelaki yang ingin menikahinya adalah memiliki syaqqah (flat apartemen), kendaraan sendiri, mahar paling tidak 30 ribu pound yang kira-kira setara dengan 60 juta, belum lagi beberapa gram emas dan 'tetek bengek' lainnya. Jadi wajar, kalau bisa melakukan sebuah pernikahan akan bahagia sekali. Setelah menaiki perahu di nil, kami berjoget bersama disertai iringan musik arab khas Mesir dari albumnya Sa'ad Shugoyyar yang terkenal untuk acara "farah", diantaranya lagunya yang berjudul "El-'Inab" yang bagi orang faham dan bisa menikmati, pasti akan tergerak untuk berjoget. Sekitar satu jam kami berjoget bersama di perahu menyusuri indahnya sungai nil. Sahabat kami Omar dan calon istrinya Syaima begitu gembira dengan kehadiran kami. Orang-orang Mesir yang berada di pinggir nil banyak yang heran saat kami dengan santai berjalan bersama beberapa keluarga orang Mesir. Sekitar jam 01.30 pagi, kami pulang menuju Wara', Giza, sebuah wilayah pinggir nil yang juga dekat dengan berdirinya para piramid. Tiga mobil yang kami kendarai bertolak dari Tahrir dan mampir terlebih dahulu untuk menikmati salah satu cafe di Giza. Oya, ada lagi adat orang Mesir yang sedang bahagia, selama kami di jalan, mobil yang kami tumpangi selalu membunyikan klakson sebagai bukti bahwa kami sedang bahagia. Seperti itulah adat orang Mesir, saat bahagia mereka suka membunyikan klakson mobil bareng-bareng. Sekitar jam 03.00 pagi, kami pulang kembali ke Nasr City. Saya dan teman-teman hari ini mendapatkan pengalaman menarik yang jarang teman Indonesia di Mesir mendapatkannya. Rencananya bulan Januari 2011 besok, sahabat kami Omar dan Syaima akan melangsungkan akad nikah dan kami sangat diharapkan untuk ikut andil di acara itu. Inilah sedikit rekaman video saat kami joget bareng di sungai nil, sayangnya kamera yang kami bawa saat itu kehabisan baterei sehingga merekamnya pakek kamera hp yang kurang jelas, ya paling tidak untuk 'ngiming-ngimingi' pembaca agar sedikit tahu tentang kebudayaan negeri piramid, selamat menikmati : [caption id="attachment_149213" align="alignnone" width="500" caption="Saat santai depan cafe (doc. pribadi)"][/caption] Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline