Lihat ke Halaman Asli

Bisyri Ichwan

TERVERIFIKASI

Simple Man with Big Dream and Action

Detik-detik Ke Luxor, Kerajaan Firaun

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_75965" align="alignnone" width="500" caption="Karnak Temple, Museum terbuka terbesar sedunia yang ada di Luxor"][/caption] Selasa pagi 9 Februari 2010 walaupun aku agak terlambat bangun, aku tetap bisa menunaikan shalat subuh di rumah. Hari ini seperti biasanya jam 11:15 siang aku sudah mempersiapkan diri untuk belajar bahasa arab bersama teman-teman dari berbagai negara di Fajr Institute for Arabic Language di kawasan Hayyu Tsamin, Nasrcity. Sampai di kelas aku kaget, pelajaran ternyata sudah dimulai sejak 15 menit lalu, guruku ustadz Abbas tetap tersenyum walaupun aku terlambat agak lama, "limadza ji'ta mutaakhkhiran ya muhammad?", beliau selalu memanggilku dengan muhammad karena nama depanku memang ada kata itu. "Kenapa datang terlambat?". "Thariq zahmah jiddan ya ustadz", "jalanan macet ustadz". Beliau menasehatiku agar besok-besok datang lebih awal dan agak pagi. Maklumlah, memang seperti ini keadaan kota Cairo, semakin hari lalu lintas semakin tidak karuan, apalagi banyak lampu merah yang sudah tidak berfungsi. Waktu bel istirahat berbunyi, aku melihat kembali jadwal masuk yang sudah tertera di kwitansi sewaktu aku melunasi pembayaran administrasi di kantor Fajr Center. "owww", ternyata selama dua hari ini aku salah, di Fajr kali ini masuknya tepat jam 11.15 waktu Cairo, aku menduga masuknya jam 11.30, jadinya selama dua hari ini aku selalu telat. Aku bilang pada temanku Harun dari Albania, Eropa, "Adzunnu nabda' addars sa'ah 11.30 shobahan", "aku kira kita mulai belajar jam 11.30 pagi", "hahaha...Sejak kapan kau belajar di markaz farj ini sampek lupa jamnya?!", dia malah menertawaiku, ya udah aku juga ikut tertawa saja dengan ledekannya. Memang selama ini aku memilih jam pelajaran pagi jam 08:00 dan sore jam 02:30, baru kali ini memilih pagi menjelang siang jam 11:15, makanya aku terlambat terus dua hari ini. Tepat jam 02:30 sore kami bubar dari kelas seiring selesainya pelajaran hari ini. Hari selasa ini membahas tentang "al-'alaqah bainal aba' wal abna'", "HUbungan antara ayah dan anak". Pada tema ini kami berdiskusi dan membahas tentang kisah-kisah bijak pada zaman dulu. Kisah tentang hubungan kebijaksanaan Luqman mendidik anaknya. Kisah nabi Ibrahim ketika berkomunikasi dengan Ismail, Ismail benar-benar "sam'an wa tha'atan" terhadap ayahnya ketika sang ayah mendapatkan wahyu lewat mimpi selama 7 kali berturut-turut untuk menyembelihnya. Aku dan teman-teman diajak bernostalgia dengan kisah Luqman saat berpesan kepada anaknya dengan pesan yang sangat mendasar tentang akidah. "ya bunayya la tusyrik billah, innasysyirka ladzulmun 'adzim", "wahai anakku, jangan pernah kau menyekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu bagian dari dzalim yang sangat besar". Sungguh indah berkaca pada kehidupan mereka orang-orang shaleh yang kisahnya diabadikan dalam al-qur'an. Pulang dari kursus, aku tidak langsung kembali ke rumah, masih ada tugas penting yang harus ku selesaikan. Aku berdiri di halte dekat Suq Sayyarah menunggu bus jurusan Ramsis. Setelah sekitar 10 menit menunggu, akhirnya sebuah microbus datang mengharmpiriku. Tujuanku ke Ramsis adalah memastikan keberangkatanku berwisata ke Luxor, apakah benar malam ini berangkatnya atau tanggal 11 Februari. Alhamdulillah, ternyata setelah mengecek langsung di buku absen peserta "rihlah", aku berangkat hari ini, petugas Nadi Wafidin, organisasi di bawah Menteri Pendidikan Mesir menyuruhku datang jam 9 malam di stasiun kereta api Ramsis, "la tataakhhor!", "jangan sampai telat!", katanya. Setelah mengucap terimakasih atas informasi yang diberikan, aku langsung cabut ke rumah di Tubromli, Nasrcity untuk berkemas. Akhirnya impianku untuk menikmati keindahan dan kemegahan kerajaan Fir'aun akan segera tercapai, selama ini aku membaca kisahnya hanya dari al-qur'an dan buku-buku sejarah keislaman yang mengangkat tema Mesir, namun kali ini aku akan benar-benar melihat kekuasaan Allah itu dengan mata telanjang sendiri. [caption id="attachment_75967" align="alignleft" width="300" caption="Turun dar kereta api menuju bus jemputan, walaupun wajah kuyu tapi semangat ingin tahu sangat besar. :)"][/caption] Aku akan melihat saksi sejarah perjuangan Musa bersama Harun saat berhadapan dengan Fir'aun. Melihat saksi bisu kisah indahnya percintaan Siti Zulaikha bersama Nabi Yusuf. Kisah Ramsis II menyunting Nevertari dari kaum Nubia, kisah Amenhotep mengalami perang batin hingga akhirnya berpindah nama menjadi Ekhneten. Kisah fara'inah yang jumlah sangat banyak sekali. Aku bersama 2 orang sahabatku, mahmudi dan pak cik berangkat bersama menuju stasiun kereta api Ramsis tepat setelah menunaikan shalat isya di Hidirtuni, Rab'ah Adawea. Kami mencari makanan terlebih dahulu sebelum naik kereta, "sepertinya restoran dalam stasiun itu enak mud?", pak cik mengajak kami. "syawerma aja lah mud", aku memberikan alternatif makanan yang agak lumayan murah tapi tetap enak. Syawerma adalah makanan mesir dari roti yang diisi oleh daging sapi. Aku menunjukkan tempat pedagang syawerma yang ada didepan stasiun. Lumayan ngirit ongkoslah. Jam 10.30 CLT (Cairo Local Time), pengumuman dari speaker petugas stasiun berbunyi, semua penumpang yang akan menuju perjalanan ke Luxor Aswan silahkan masuk ke kereta. Aku dan semua rombongan dari berbagai negara diantaranya Rusia, Georgia, Cechnya, Afganistan, Syiria, Malaysia dan Indonesia yang semuanya berjumlah 50 orang bergegas menuju ruangan yang telah disediakan. Panitia sengaja membooking satu gerbong kereta untuk kami. Sewaktu masuk ke dalam kursi di gerbong kereta eksekutif, aku dan kedua sahabatku mendapatkan kursi agak depan, depan kami ada 2 cewek dari Georgia dan belakang kami juga cewek dari Rusia. Tapi ternyata masih beberapa detik duduk, ada suami istri dari Syiria yang membawa anak kecil ingin duduk di kursi depan, akhirnya aku mengalah untuk duduk di kursi paling belakang, "yang muda mengalah lah". Kualitas kereta ini hampir sama dengan ketika aku naik kereta eksekutif Mutiara Timur dulu sewaktu perjalanan Banyuwangi-Surabaya dan Surabaya-Banyuwangi. Kereta api bertolak dari stasiun tepat jam 11.15, saat aku menulis catatan ini, ada lagu alami yang aku dengarkan; suara 2 anak kecil yang sedang menangis. Walaupun tangisan itu terlihat alami, tapi juga membuatku pilu, kasihan mereka, mungkin keduanya haus tapi di Mesir ini tidak ada adat menyrusui di tempat umum, sehingga sang ibu hanya bisa memberinya susu kalengan, padahal aku yakin ke dua anak kecil itu sangat membutuhkan ASI. Aku termenung dengan kesendirianku di kursi kereta api ini, aku duduk disamping orang Mesir, dari bahasanya sepertinya dia bukan orang Cairo, logat yang dipakai menunjukkan kalau dia orang Sho'id, orang dari sekitar wilayah Aswan dan Luxor yang mengucapkan huruf Qof dengan Gha, tidak seperti orang Cairo yang mengucapkan huruf Qof dengan A. Semoga perjalananku kali ini menyenangkan dan aku bisa memetik hikmah dari sisa sejarah Mesir yang katanya sebagai "ummu ad-dunya" "ibunya dunia" ini dan selamat menunggu laporan tentang Karnak Temple berikutnya. [caption id="attachment_75974" align="alignnone" width="480" caption="Mr. Ala' sedang serius menerangkan sejarah Ramsis II, panasnya cuaca di Karnak Temple tidak menyurutkan kami untuk mendengarkannya."][/caption] Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline