[caption id="attachment_53335" align="alignright" width="300" caption="Nile River, Egypt"][/caption] Rabu pagi tadi aku menyempatkan diri pergi ke KBRI Cairo. Jam 7 pagi yang biasanya diriku masih malas-malasan untuk bangun memulai aktivitas sudah bersiap untuk mandi, memang ku akui sudah hampir satu minggu badan ini tidak ku siram air alias mandi karena malas sekaligus musim dingin yang melanda Mesir dan juga tidak adanya fasilitas sakhona (pemanas air) di rumah. Setelah mandi dan mengisi perut dengan sarapan, aku membawa satu kresek besar kain milik KBRI dan menunggu kendaraan di halte Tubromli bersama dengan ibu dan bapak-bapak Mesir yang akan berangkat kerja. Tapi memang bukan Mesir kalau tidak menunggu lama. Aku berdiri di halte hingga hampir satu jam menunggu bus, akhirnya ku putuskan menyegat taksi. "Taksi....!!", aku berteriak ketika ada taksi lewat di depanku. Seketika ia menghentikan mobilnya dan bertanya : "aiwah....rouh fein ya basya?","ya..mau pergi ke mana bos?". "Sifaroh andonesia Tahrir uddam fundu' grand hayat qornesy nil". "Kedutaan besar indonesia Tahrir, depan hotel grand hayet pinggir nil", jawabku. "inta tadfa' kam?", "mau bayar berapa?". "syaghol lil 'adah ya hag", "seperti biasanya lah pak". "mesyi...arba'in gineh","oke...40 pound". "laaa...ya 'am, talatin"."nggak lah pak...30". "la...thoriq zahmah awi","gak..jalan sangat macet". "la..syukron"."nggak..terimakasih". Supir taksi itu tetap ngotot meminta ongkos 40 pound dan tentu ini bagiku lumayan mahal, karena biasanya selama ke KBRI aku hanya kena 25 pound, akhirnya aku gak jadi naik taksi dan menunggu hingga bus nomor 1 jurusan Ramsis datang. Setelah di dalam bus aku mengisi waktuku dengan membaca mata kuliah mantiq (logika) yang sengaja aku bawa, dibelakangku juga ku lihat ada penumpang yang asyik membaca al qur'an, di sela-sela perjalanan aku melirik seorang cewek mengendarai BMW X3 keluaran terbaru sambil mengenakan kaca mata hitam,"waw..sungguh anggun!", pikirku. ah..mereka memang keturunan nenek Cleopatra yang sangat terkenal itu, jadi wajarlah. Sampai Ramsis aku mencari taksi lagi dan kali ini mendapatkan taksi baru yang memakai argo, aku menjelaskan dimana tujuanku dan setelah itu langsung naik. Sesampai di pinggil nil, aku melihat banyak cewek dan cowok mesir yang sedang asyik ngrumpi sambil senyum-senyum, mungkin mereka memang sedang dirundung yang namanya cinta, aku juga melihat orang malaysia satu rombongan, mungkin mereka wisatawan. Memasuki pintu KBRI Cairo aku mengucapkan salam pada penjaga piket yang bagiku sudah sangat akrab, aku suka sekali dengan sikapnya yang ramah dan selalu memberikan senyuman pada tamu yang hadir. "pagi mas..mau nganter cucian KBRI ke kantin",aku membuka percakapan dengan dia, biasanya kalau yang lagi piket orang mesir aku akan berkata "shobahal ful ya ustadz..magsalah bita' kantin". "pagi juga mas...monggo silahkan, langsung masuk saja", dia langsung mempersilahkanku masuk, padahal untuk para mahasiswa yang memiliki kepentingan di dalam KBRI biasanya harus menyetorkan kartu mahasiswa atau pasport terlebih dahulu dan akan diberi kartu KBRI, baru setelah itu bisa masuk, mungkin karena aku sudah terlalu sering menginjak KBRI ini dan sudah faham palingan ya nganter kain cucian. Di kantin aku menyetorkan cucian kepada bosku dan memberikan kwitansi lalu dia menyuruhku menunggu diruang piket sambil menanti pencairan uangnya. Di ruang piket ini aku tidak banyak bercanda dengan petugas yang menyapaku tadi, aku langsung membaca buku mata kuliah. "baca muqorror ya mas?, wah...saya jadi kepengen baca juga nich..", akhirnya ia membuka percakapan. "ia...kan lagi musim ujian..", aku menjawab singkat dan melanjutkan kembali bacaanku. Aku memang lagi malas bercakap-cakap. Aku menunggu bersama orang-orang mesir yang sedang mengerjakan proyek di KBRI, aku lagi malas berbincang, aku hanya mendengar celotehan mereka tentang perkembangan terkini di Mesir. Kira-kira setengah jam di ruang piket, Bosku memanggil dan memberikan uang laundry. Setelah mengucapkan terimakasih, aku langsung mengucap salam pada semua yang ada disitu dan keluar. Sebenarnya aku ingin sekali jalan-jalan dulu di pinggiran sungai nil yang letaknya dekat KBRI, sektar 50 meter. Ingin sekali menikmati keindahan pemandangan dan kejernihan airnya. Melihat kemegahan Cairo tower, hotel berbintang Ramsis Hilton, gedung Sofitel, Nile hotel dan restoran-restoran apung yang berjajar di pinggiran nil. Namun, ku urungkan keinginanku ini, karena aku harus belajar mata kuliah untuk persiapan ujian semester. Semua pelajaran matah kuliah sebenarnya sudah ku baca tapi belum ku fahami secara keseluruhan. Akhirnya ku putuskan naik kereta listrik bawah tanah Cairo Metro dari mahattah Sa'ad zaghloul, setelah memasuki ruang bawah tanah ku lihat tidak terlalu antri, di dalam kereta pun terlihat lengang, padahal biasanya kalau lagi penuh, aku hanya bisa berdiri dan hampir tidak bisa bergerak. ku lihat disampingku ada cewek mesir sedang bercakap bersama temannya sambil membawa buku, mungkin mereka mahasiswa Cairo University yang menjadi universitas paling keren di Mesir atau universitas Ain syams, mungkin saja. Kereta melaju kencang dari stasiun sa'ad zaghloul-anwar sadat-gamal abdul nasser-ahmed orabi-hingga akhirya di stasiun husni mubarak di Ramsis. Dalam kereta bawah tanah ini aku berfikir, hebat sekali mereka para pemimpin Mesir, namanya diabadikan untuk sebuah stasiun, apalagi husni mubarok orangnya masih hidup dan namanya sudah banyak digunakan sebagai nama banyak lembaga. Sesampainya di Ramsis Aku keluar dan mencari kendaraan yang langsung menuju nasr city. Di dalam bus menuju nas city diriku lebih banyak melamun memikirkan perjuanganku mampu bertahan hidup selama di Mesir. Sudah satu tahun aku di al Azhar sambil membagi waktu untuk bekerja. Orang tuaku mengirim uang kepadaku hanya tiga kali itupun tidak ku gunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kiriman pertama ku buat pergi ke gunung sinai, ke dua untuk beli komputer dan ketiga untuk berwisata ke Luxor, tempat kerajaan fir'aun. Kiriman itupun tidak terlalu banyak, masing-masing berjumlah 100 dollar. Aku terus melamun, ternyata Tuhanku selama ini tidak tidur, walaupun aku tidak mendapatkan suplai dari orang tua, Dia masih memberikan jalan bagiku agar bisa tetap hidup. Aku ke al azhar tidak lewat jalur beasiswa, semuanya dulu aku yang ngurus sendiri bersama seorang sahabatku yang tidak pernah aku lupakan jasanya, dulu aku mondar-mandir pulang pergi dari banyuwangi ke jakarta, jakarta-banyuwangi juga ke surabaya untuk mencari kepastian informasi agar bisa berangkat ke Mesir, memang perjalanan yang melelahkan, namun kenangan itu begitu indah. Aku teringat juga dengan ketika pertama kali kakiku menginjakkan bumi Mesir, saat itu di sakuku hanya ada uang 40 dollar. Untunglah ada tetanggaku yang juga kuliah di al-azhar dengan senang hati menerimaku untuk tinggal di rumahnya. Uang itu aku pergunakan langsung untuk membayar urusan administrasi di al azhar dan kurang. Untuk menutupi kekurangan, akhirnya ku putuskan untuk bekerja. Aku ikut tetanggaku membantu pekerjaannya mencuci kain-kain KBRI, aku juga pernah mencoba buat tempe dan ku jual ke teman-teman mahasiswa. Kadang juga membuat sesuatu yang bisa dijual ke kantin KBRI setiap hari rabu tiba. Aku terus melamun hingga tak terasa bus sudah sampai di nasr city. Lalu aku maju ke depan didekat supir sambil berkata padanya, "bawwabah taltah ma'ak... ya ashtho!". "pintu nomer tiga...wahai supir!", di wilayah yang banyak dihuni orang Indonesia ini memang ada 3 pintu yakni bawwabah 1, 2 dan 3 dan aku selalu berhenti di bawwabah 3 dan melanjutkan dengan jalan kaki sekitar 10 menit untuk bisa menuju rumah di Tubromli. Perjuanganku hari ini untuk mencari rezeki di KBRI memang selesai, namun perjuangan untuk bertahan melawan kerasnya kehidupan tidak akan pernah usai. Perjuangan ini akan terus berlanjut dan tidak akan pernah mencapai titik akhir hingga Tuhan yang menghentikannya. Aku menikmati kelelahan ini dan aku selalu bersyukur atas apa saja keputusan Tuhan yang diberikan padaku. Aku yakin ada hikmah disetiap sela hidup ini. Sekali lagi, ternyata Tuhan tidak tidur kawan! ###### Catatan sederhana seorang kuli di Cairo. Bisyri Ichwan, seorang yang suka bertarung melawan kerasnya kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H