Lihat ke Halaman Asli

Potensi Kudeta Militer di Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potensi Kudeta Militer di Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kudeta adalah kata kerja yang berarti perebutan kekuasaan (pemerintahan) dengan paksa.Kalau menurut Samuel P. Huntington ada 3 jenis Kudeta yaitu:

  • Kudeta sempalan dilakukan oleh sekelompok bersenjata yang dapat terdiri dari militer atau tentara yang tidak puas dengan kebijakan pemerintahan tradisional saat itu kemudian melakukan gerakan bertujuan untuk menggulingkan pemerintah tradisional dan kemudian menciptakan elit birokrasi baru.
  • Kudeta wali dilakukan oleh sekelompok tujuan kudeta seperti pada biasanya akan mengumumkan diri sebagai perwalian guna untuk meningkatkan ketertiban umum, efisiensi, dan mengakhiri korupsi akan tetapi pada kenyataan tidak akan ada perubahan yang mendasar pada struktur kekuasaan pada umumnya, para pemimpin kudeta akan menggambarkan diri dan tindakan mereka sebagai sementara dan akan menyesuaikan dengan kebutuhan.
  • Kudeta veto dilakukan dengan melalui partisipasi dan mobilisasi sosial sekelompok massa rakyat dalam melakukan penekanan skala besar berbasis luas pada oposisi sipil.

Mungkin Rakyat Indonesia kurang jeli kalau sesungguhnya Indonesia sudah 3 kali mengalami Kudeta.Ada Kudeta berdarah, dan adapula yang tanpa Korban Jiwa.Hanya saja kita lebih di nina bobokan oleh Sejarah bahwa tidak pernah ada Kudeta di Indonesia.

Presiden Sukarno adalah Presiden Pertama yang mengalami Kudeta Veto.Ketika Presiden Sukarno kehilangan dukungan public dan Jendralnya akibat Gerakan 30 September PKI.Dengan mengumumkan keadaan Darurat Suharto mengambil alih pemerintahan yang menggulingkan pemerintah sebelumnya dan menciptakan elit birokrasi baru. Hal ini ditandai dengan banyaknya militer yang menempati jabatan-jabatan public.Namun uniknya meskipun Kudeta Militer ini mengganti hampir seluruh pimpinan public di Indonesia dengan orang baru , Kudeta ini tidak merubah UUD 45.Indonesia dalam kepemimpinan Presiden Suharto bisa menerapkan UUD 45 dan terus mengembangkan menjadi salah satu dasar hukum yang sangat kuat di Indonesia. Pertahanan keamanan Indonesia Berdasarkan UU No. 20 tahun 1982 yang menyatakan : “bahwa upaya pertahanan keamanan negara Republik Indonesia mencakup pembentukan dan penggunaan sumber daya manusia, pengamanan serta pendayagunaan sumber daya alam, sumber daya buatan dan segenap prasarana fisik dan prasarana psikis bangsa dan Negara”.Kemudian dalam dalam Pasal 1 UU no. 20 tahun 1982selanjutnya juga ditekankan bahwa Pancasila dan UUD 45 merupakan titik dasar seluruh aktivitas kenegaraan kedepannya.Suharto bisa dibilang Presiden yang tidak tepat untuk Indonesia, namun beliau adalah orang yang tepat dalam membangun sistem dan memelihara hukum Tata Negara Indonesia.

Presiden Suharto adalah Presiden Kedua yang mengalami Kudeta Sempalan.Hal ini terjadi ketika menantu Presiden “Prabowo” naik pangkat begitu cepatnya dan mendapatkan jabatan militer strategis melewati senior-seniornya.Serta turunnya dukungan Internasional serta masyarakat Indonesia akibat krisis ekonomi 1998 mengakibatkan militer kemungkinan melakukan kudeta dengan melakukan kerusuhan besar di tahun 1998.Kudeta ini meruntuhkan sendi-sendi kenegaraan yang telah dibangun Presiden Suharto dan membuat Tata Negara Indonesia berubah cukup besar.Kita bisa lihat UUD 45 sebelum Amandemen dengan UUD 45 Setelah Amandemen 4 merubah wajah pemerintahan Indonesia.Namun uniknya perubahan struktur Tata Negara Indonesia bukan dilakukan sendiri oleh masyarakat sipil dan bukan dilakukan militer.

Presiden Abdurahman Wahid adalah Presiden Ketiga yang mengalami KudetaVeto.Kejadiannya bermula ketika Presiden Abdurahman Wahid mengeluarkan berbagai kebijakan yang tidak didukung masyarakat luas juga oleh DPR/MPR.Untuk menurunkan Presiden dilakukan ketika MPR/DPR melaksanakan Sidang Istimewa karena menetapkan Komjen Chaerudin sebagai pemangku sementara jabatan Kapolri.Sebelum Sidang Istimewa dijalankan Presiden Abdurahman Wahid telah mengeluarkan dekrit Presiden.Namun karena Militer tidak mendukung Dekrit Presiden maka jatuhlah kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid.

Saat ini Indonesia dibawah Kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang baru beberapa bulan menunjukkan kekuatan politik yang sangat besar.Kekuatan Politik ini mengakibatkan timbulnya ancaman yang datang baik dari dalam maupun luar negeri.Ancaman dari Luar negeri misalnya penangkapan Illegal Fishing, Pelaksanaan Hukuman Mati bagi Pengedar Narkoba , pembenahan disektor ESDM dankeinginan Indonesia untuk mengambil alih wilayah Udara Indonesia yang saat ini sebagian dikuasai oleh Singapura.Keberadaan Presiden Joko Widodo saat ini lebih mulai dianggap sebagai ancaman bagi Negara-negara asing.Terlebih Kebijakan Politik Indonesia yang bebas aktif sangat berpotensi berseberangan dengan Negara-negara sekutu Eropa Barat yang saat ini mengepung Indonesia.Pangkalan Militer Amerika sudah tersebar di sekitar Indonesia mulai Diego Garcia, Christmas Island, Cocos Island, Darwin, Guam, Philippina, terus berputar hingga ke Malaysia, Singapore, Vietnam hingga kepulauan Andaman dan Nicobar.

Ancaman dari dalam negeri misalnya pengemplang pajak yang akan diusut, Pembenahan Illegal Logging , Pembenahan Transportasi, Pembenahan Mafia Migas dan Pembenahan Kejaksaan. Hal ini tentunya mulai membuat gerah para penjahat kerah putih di Indonesia yang selama ini bebas melaksanakan aktivitasnya.Presiden Indonesia sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan sungguh-sungguh dibawah tekanan.

Bambang Widjoyanto bersama kuasa hukumnya mengadukan Bareskrim ke Komisi Ombudsman pada tanggal 29 Januari makin terlihat kurangnya pengetahuan hukum Tata Negara di lingkungan pemimpin lembaga Negara.Ketika seseorang menjadi Pimpinan Lembaga Negara atau pernah menjabat Pimpinan Lembaga Negara itu artinya orang tersebut sudah percaya sistem dan lembaga Negara lainnya.Kalau orang tersebut mengadukan lembaga Negarake lembaga Negara lainnya demi hukum orang seperti ini sudah kehilangan seluruh hak dan kewajibannya sebagai pejabat Negara dan bisa dianggap sebagai pengkhianat Negara.Bisa diilustrasikan sebagai berikut, kaki mempertanyakan kepada kepala kenapa harus melangkah ke arah tertentu dan mengadukannya ke rambut. Karena rambut memiliki dukungan sel-sel darah merah dan putih, sel darah merah dan putih mengadakan demonstrasi dengan mengurangi aliran oksigen ke otak.Akibatnya seluruh organ tubuh bisa sakit karenanya.

Ancaman terbesar ialah lemahnya Tata Negara Indonesia sebagai fondasi Republik Indonesia.Terutama dikarenakan tidak dilaksanakannya asas Trias Politika.Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan menurut UUD 45 Amandemen 4 kedudukannya sejajar dengan DPR , MPR, Bank Sentral, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, KPU, Mahkamah Agung, BPK dan DPD.Dan sudah tidak ada lagi lembaga Tertinggi Negara.Dengan Tidak adanya Lembaga Tertinggi Negara maka setiap lembaga memiliki derajat yang sama dimata Undang-undang.

Dahulu MPR berfungsi untuk menetapkan GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) yang menjadi acuan seluruh penyelenggara Negara.MPR dapat menetapkan GBHN ini karena merupakan lembaga tertinggi Negara.Saat ini karena sudah tidak ada lagi Lembaga Tertinggi Negara mengakibatkan Indonesia tidak bisa menetapkan arah tujuan Negara.Setiap lembaga Negara sederajat dengan Presiden bebas menentukan apa yang akan dilakukannya.

TRIAS POLITIKA UUD 45 SEBELUM AMANDEMEN

TRIAS POLITIKA UUD 45 SETELAH AMANDEMEN 4

Dalam Tabel Berikut jelas jika DPR ada di pilar karena menurut UUD 45 setelah Amandemen 4 Pasal 20A ayat 1 menyatakan DPR memiliki fungsi Legislasi, fungsi Anggaran dan Fungsi Pengawasan.Artinya DPR adalah Lembaga Legislatif sekaligus Lembaga Eksekutif dan Lembaga Yudikatif.Karena tidak adanya Lembaga Tertinggi Negara saat ini maka tidak ada satu Lembaga pun di Indonesia yang memiliki kekuasaan mengatur kemana arah Negara.Apalagi DPR yang saat ini menjadi Lembaga Super Fungsi sehingga seluruh cukup banyak kebijakan Presiden hanya bisa dijalankan atas persetujuan DPR.Hal ini sungguh memungkinkan terjadinya penyalahgunaan wewenang.Kalau saat ini Presiden Jokowi dianggap lawan politiknya sebagai Boneka PDIP maka sebaliknya kita bisa lihat dari berbagai Presiden SBY sebagai Boneka DPR.

Diluar Trias Politika, Muncullah lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.Contohnya adalah Komnas HAM, Kontras, Kompolnas, KPK, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Komisi Ombudsman.Karena sifatnya bebas dan independen Lembaga ini dapat melakukan intervensi terhadap Lembaga-Lembaga resmi yang diatur oleh UUD 45 setelah amandemen 4.Akibatnya berkali-kali di jaman Pemerintahan SBY sampai sekarang berbagai Lembaga Pemerintahan dibawah Lembaga Kepresidenan hingga Presiden sendiri mengalami tekanan begitu hebatnya dari lembaga-lembaga ini.Padahal seharusnya lembaga-lembaga ini boleh menasihati atau mengkoreksi presiden namun tidak boleh mengatur Presiden.Dimanakah Wibawa Presiden dimata Nasional dan Internasional bila diatur kebijakannya oleh lembaga Ad Hoc yang merupakan bentukannya sendiri ?

Dengan begitu banyaknya lembaga Negara tumpang tindih seperti ini saya kurang yakin siapapun Presidennya sulit untuk melaksanakan kebijakan.Sebagai contohnya ketika Presiden Joko Widodo melaksanakan hukuman mati bagi pengedar narkoba, kebijakan ini dikritisi oleh Komnas Ham karena dianggap akan mempersulit Warga Negara Indonesia yang menghadapi hukuman mati di Negara lain.Bahkan saat pada masa kepemimpinan Presiden SBY ketika beliau juga mengalami hal yang sama ketika hendak melakukan berbagai kebijakan akibat banyaknya intervensi dari lembaga Negara lain.

Banyak yang tidak menyadari bahwa sesungguhnya Presiden adalah penengah dua kekuatan besar di Indonesia.Yaitu kekuatan militer Indonesia yang sangat kuat sejak 42 tahun Pemerintahan Presiden Suharto dan Presiden SBYversus kekuatan Sipil yang baru berumur 6 tahun sejak orde Reformasi 1998.

Menurut Bilver Singh peneliti militer dari National University of Singapore, beliau mengatakan bahwa ada hal-hal yang bisa membuat militer melakukan intervensi ke Politik yaitu :

1.Memperjuangkan kepentingan militer dan terus meningkatkan fasilitas militer seperti persenjataan dan pembayaran gaji yang layak bagi militer.Bila Pemimpin Politik yang berasal dari masyarakat sipil gagal memenuhi kebutuhan mereka akan ada kemungkinan terjadinya Intervensi militer terhadap plitik.

2.Militer biasanya secara ekonomi adalah kelas menengahdi masyarakat perkotaan, bila Pemerintah gagal memenuhi kebutuhan mereka maka akan ada pergerakan dari group militer untuk menekan pemerintahkan hingga menjatuhkannya.

3.Pimpinan puncak militer biasanya juga membangun pengaruh pribadi dalam jaringan kekuasaan.Pimpinan Sipil yang lemah akan mendorong Intervernsi militer ke dunia politik.

Saat ini Presiden Jokowi berhadapan dengan yang point 3 ketika beliau harus berhadapan dengan Pimpinan militer yang akan pension atau sudah pension serta sedang membangun pengaruh pribadi dalam jaringan kekuasaan.Dalam mencapai tujuan itu Presiden Jokowi tidak hanya berhadapan dengan orang seperti ini namun juga dengan masyarakat Sipil yang terus merongrong wibawa Presiden.

Untuk terus memperkuat posisi Presiden dimata militer serta menghindari adanya intervensi militer, Presiden menurut John Robert Beishline harus menguasai 10 faktor yaitu :

1.Otoritas Komando

2.Tujuan Militer yang seirama dengan Tujuan Negara

3.Etika Militer dan Standar Perilaku

4.Leadership

5.Kebijakan Militer yang tegas

6.Mampu mengoptimalkan fungsi-fungsi militer dan mendukung secara politik

7.Pengembangan SDM Militer

8.Pengembangan Organisasi militer

9.Moral Militer

10.Operasi militer yang jelas

Kesulitan Presiden Jokowi saat ini adalah Leadership dimana dimata militer Presiden harus menunjukkan ketegasan yang sama ketika harus berhadapan dengan masyarakat sipil.Kegagalan Presiden menunjukkan Leadership yang kuat bisa mengakibatkan turunnya moral militer yang pada akhirnya akan melemahkan Otoritas Komando Presiden.Dimata militer baik TNI-Polri Presiden adalah orang yang tidak bisa salah selama masih menjabat.Itu akibatnya berbagai lembaga Negara yang mencoba melemahkan Presiden otomatis akan berhadapan dengan otoritas militer baik itu TNI-Polri, BIN, BAIS dan otoritas militer lainnya.Para pemimpin militer ini sangat takut kehilangan moral militer, lemahnya moral prajurit bisa mengarah ke hancurnya organisasi militer hingga disintegrasi bangsa.

Bisa digambarkan seperti ini, TNI – Polri , BIN, BAIS dan otoritas milter lainnya adalah pasukan bersenjata yang berasal dari seluruh Indonesia.Ketika Presiden dilemahkan dan berujung pada jatuhnya moral militer maka pasukan bersenjata ini bisa lari ke kampung halamannya dengan membawa senjata lengkap untuk melakukan pemberontakan.Ketika kerusuhan Presiden Suharto mengundurkan diri dari kursi Kepresidenan tahun 1998 dari tampuk kepemimpinan mengakibatkan turunnya Pengaruh Lembaga Kepresidenan terhadap Militer.

Penggantinya Presiden BJ Habibie menghadapi perpecahan militer yang cukup besar.Semua berawal dari Perebutan kekuasaan antara Prabowo vs Wiranto.Setelah Prabowo mundur sepertinya pihak militer melihat bahwa Habibie sebagai presiden sangat lemah.Akibatnya muncullah berbagai kerusuhan yang diduga adanya pihak militer yang bermain dalam kerusuhan yang terjadi di akhir tahun 1998-Juni 1999 dimulai dari Kerusuhan Ambon Maluku, Kerusuhan Sampit, dan Kerusuhan Poso.Tujuan kerusuhan ini adalah untuk memberikan tekanan kepada Presiden Habibie segera mempercepat pemilu.Karena lepasnya Timor-timor di Era Habibie membuat gerah kalangan militer.

Dengan tekanan gangguan keamanan di banyak tempat di Indonesia sepertinya Presiden BJ Habibie menyadari keberadaannya sebagai Presiden dari kalangan sipil telah menyebabkan perpecahan dikalangan militer.Untuk mencegah hal tersebut beliau mempercepat pemilu pada tahun 1999.Namun pada tahun 1999 belum ada calon presiden dari kalangan militer yang cukup mumpuni.Wiranto sendiri tidak berani maju sebagai calon presiden meskipun banyak yang sudah mendukungnya. Mundurnya Wiranto sebagai calon Presiden untuk mencegah perpecahan dikalangan militer semakin meluas.

Setelah Presiden Megawati terpilihmenggantikan Gus Dur, gangguan Keamanan di Era Presiden Megawati juga tidak kalah peliknya.Presiden Megawati harus beradapan dengan Bom Bali , Gangguan Keamanan di Aceh, Riau dan Papua.Dan masih menyelesaikan akibat dari kerusuhan Ambon Maluku, Kerusuhan Sampit dan Poso.Namun begitu Presiden SBY berkuasa kelihatan sekali seluruh masalah tersebut dapat terselesaikan.Apakah hal tersebut dikarenakan Presiden SBY dari kalangan militer ?Saya tidak percaya kalau dikatakan Jusuf Kalla yang menyelesaikan berbagai permasalahan disintegrasi di Indonesia pada tahun 2004.Yang saya percaya karena Presiden Indonesia dari kalangan militer makanya permasalahan disintegrasi selesai, karena tentunya biang permasalahan disintegrasi dari militer sendiri, tentunya aktornya mudah ditemukan dan di kompromikan.

Pentingnya menjaga Kewibawaan Presiden digambarkan dalam Perkataan terkenal Carl Schurz Sekrtaris Presiden Amerika Serikat Ke-12, yang berkata "My country, right or wrong; if right, to be kept right; and if wrong, to be set right”.Presiden dapat kita nasihati, atau kita tegur namun tidak bisa kita atur apalagi mencoreng nama baiknya.Ketika kita mencoreng nama baik Presiden saat itulah kita mencoreng diri kita sendiri.

Dalam Pandangan Militer Presiden harus mampu mengembangkan Organisasi Sipil seperti halnya Kementrian dan Pemerintah Daerah sama kuatnya dengan Organisasi Militer.Lemahnya Kementrian dan Pemerintah Daerah telah memunculkan lembaga-lembaga Nir Laba (LSM) yang menekan pemerintahan untuk kepentingan sesaat.Saat ini banyak sekali Gubernur, Bupati , Walikota hingga lurah dan kepala desa harus berhadapan dengan kepentingan golongan tertentu sehingga harus berkompromi.Akibatnya kepentingan masyarakat kembali dikalahkan demi kepentingan golongan tertentu baik dari tataran pemerintahan pusat hingga daerah.Namun hal ini tidak bisa disalahkan karena Pemerintahan Pusat hingga daerah tidak memiliki Garis-garis Besar Haluan Negara sehingga semua berjalan sendiri-sendiri.Hanya suatu keajaiban Tuhan menurunkan pemimpin sekelas Risma, Jokowi, Ridwan Kamil, Nurdin Abdulah dan Ahok yang menunjukkan kepada militer bahwa kepemimpinan sipil pun punya potensi yang layak untuk diakui.

Pengembangan Organisasi Sipil dan Militer harus Seiring, misalnya Polri tidak boleh memiliki penyidik perdata, khusus pidana saja.Sebaliknya Kejaksaan focus di Penyidikan Perdata saja.Dalam rangka penyelidikan kasus perdata berdasarkan laporan masyarakat Organisasi Militer harus minta ijin dulu dengan pemimpin tertinggi sipil.Misalnya untuk menyidik Kasus Korupsi di Organisasi Pemerintahan Sipil.Untuk itu pemimpin tertinggi sipil harus memerintahkan Inspektorat untuk melakukan penyidikan, karena di Inspektorat ada penyidik PNS. Inspektorat kemudian menetapkan apakah kasus korupsi tersebut dapat dilanjutkan apa tidak. Polri seharusnya focus di perkara pidana dan perdata yang ada di masyarakat serta menjaga ketrentaman dan Keamanan Masyarakat.

Penguatan Organisasi Sipil seiring Penguatan Organisasi militer harus diikuti pemberian renumerasi yang layak dan sanksi yang tegas bila melakukan kejahatan.Organisasi Sipil dan Militer dalam melaksanakan tugasnya dilakukan pengawasan melekat oleh Presiden melalui BPK, BIN dan BAIS agar tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.Polri saat ini merupakan salah satu penguasa daerah padahal sesungguhnya kerja Polri harus dibawah Koordinasi Pemerintah Daerah melalui Kementrian Dalam Negeri.

Namun melihat Hukum Ketatanegaraan Indonesia yang sudah sama sekali berbeda akibat 4 kali amandemen UUD 45 sepertinya sulit bagi siapapun yang menjadi Presiden.Jabatan Presiden jika ingin aman nyaman maka harus menuruti keinginan ketua partai dan kompromi partai politik.Namun itulah realitas yang ada ketika DPR menjadi Lembaga Super Fungsi.Bila Presiden Jokowi tidak ingin kehilangan otoritas militernya dan mencegah intervensi Militer ke Politik maka Hukum Tata Negara Indonesia harus di kembalikan ke UUD 45 sebelum amandemen.

Pertentangan TNI VS Polri saat ini mencapai puncaknya.Bisa dilihat dari indicator anggaran, TNI pada tahun 2015 hanya mendapatkan anggaran sebesar 86 Trilyun padahal TNI terdiri Angkatan Darat, Laut dan Udara.Sementara Kepolisian mendapatkan anggaran sebesar 51 Trilyun.Kesenjangan anggaran ini bisa mencetuskan kecemburuan antara lembaga dan keberpihakan.Ini sangat berbahaya karena bisa memicu disintegrasi.Apalagi kalau ternyata perlawanan lembaga-lembaga non UUD 45 terhadap lembaga kepresidenan sudah diatur sedemikian rupa untuk menjatuhkan presiden.Maka Kudeta militer dapat diprediksi bisa terjadi dalam hitungan bulan.Kekuatan Sipil yang kompak perlu dibangun untuk mengurangi kemungkinan terjadinya Kudeta Militer.

Tekanan terus menerus pada Lembaga Kepresidenan akan membuat Negara semakin terpuruk.Hal ini bisa dilihat dari perpanjangan izin expor Freeport oleh Kementrian ESDM dengan alasan janji Freeport membuat Smelter di Gresik dan telah membayar uang jaminan.Bagi saya ini menunjukkan kelemahan posisi diplomasi Presiden Jokowi terhadap Amerika Serikat.Hal ini karena saat ini Presiden Jokowi diserang dari berbagai arah bahkan oleh pendukungnya sendiri.Kalau seorang Presiden kita tempatkan dalam posisi lemah terus-menerus, bagaimana beliau bisa bekerja dengan baik ?Presiden yang tadinya mau berdiplomasi dengan Freeport dari Amerika, terpaksa melempar handuk putih akibat turunnya dukungan dalam negeri terhadap dirinya.Presiden harus berhitung, bila dia tidak memperpanjang izin export Freeport tentunya dukungan politik Amerika bila terjadi kudeta militer tentunya Amerika akan mendukung kudeta militer tersebut dan bukan mendukung Jokowi.Sudah sering kita lihat dalam berbagai kebijakan politik Negara Amerika, bahwa Amerika hanya mendukung kebijakan suatu rezim bila menguntungkan negaranya saja.Bila kebijakan Rezim itu merugikan kepentingan kapitalis Amerika maka perang jawabannya.

Para Pendukung Jokowi dan para Jokowi Haters hanya melihat dari sisi konflik KPK-Polri saja.Namun enggan untuk melihat dari keseluruhan geopolitik.Seluruh Stakeholder Republik Indonesia harusnya mampu menahan diri dan melihat dari kacamata yang lebih holistic.Pekerjaan Lembaga Kepresidenan bukan hanyak mengurusi konflik KPK-Polri saja namun juga harus mengurus masalah lain yang lebih besar.Kalaupun Jokowi kita jatuhkan, apakah penggantinya memiliki kemampuan seperti yang kita inginkan ?Berkomentar dan Berdemonstrasi atas nama kebijakan politik tentunya sangat baik namun keamanan nasional lebih penting. Kalau dalam mengeluarkan Fatwa Agama Islam, seseorang harus memiliki kredibilitas dan pendidikan jelas serta pertimbangan para Ulama.Maka tentunya Media untuk mendapatkan izin memberitakan sesuatu harus sama memiliki kredibilitas dan pengalaman yang jelas sehingga bisa mendidik masyarakat dan bukan malah sebaliknya.

Atas nama keamanan Nasional Edward Snowden dan Julian Assange menjadi kejaran Amerika, Negara yang mendukung kebebasan berpendapat dan berpolitik.Bahkan kedua orang ini menjadi buronan Negara-negara Sekutu Amerika, sehingga kita tidak pernah akan tahun apakah kedua orang ini masih hidup apakah sudah tidak.Amerika mementingkan Ketahanan Nasionalnya ketimbang asas negaranya sendiri.

Kalau Lembaga Kepresidenan dan lembaga dibawahnya terus dilemahkan seperti ini dan Hukum Tata Negara kita tidak diperbaiki, maka dikhawatirkan ketika seseorang menjadi presiden serta kebijakannya berlawanan dengan kepentingan partai politik dan kepentingan para kapitalis Indonesia akan menjadi seorang Presiden yang apatis.Ketika kita memiliki seorang Presiden yang Apatis, maka tidak akan ada kebijakan baik yang dibuatnya, hanya menjadi penyeimbang berbagai kekuatan politik disamping mencari keuntungan sebesar-besarnya.Mungkin Kudeta Militer tidak akan pernah terjadi selama kepentingan militer tetap dipenuhi oleh masyarakat sipil.Namun dari sisi kebijakan politik tidak akan pernah ada perbaikan di Negara ini.Yang ada tinggallah stagnasi terus menerus.Dan yang tersisa ialah Presiden Boneka , baik Boneka DPR, Boneka MPR, Boneka Parpol, Boneka militer dan lain-lain.Makanya SBY diakhir masa pemerintahannya memilih kembali menjadi ketua Partai Demokrat, tentunya bukan karena beliau ingin berkuasa, tapi karena beliau tidak ingin di cap sebagai boneka Ketua Partai Demokrat.

Tapi mungkin Indonesia lebih cocok dipimpin oleh Presiden Boneka.

Untuk menyelamatkan Indonesia Presiden Jokowi harus membuat Dekrit Presiden kembali ke UUD 45 sebelum Amandemen diikuti dengan perbaikan manajemen militer dan sipil secara nyata.Hal ini harus ditempuh segera sehingga Indonesia memiliki arah yang jelas dalam mempertahankan keberadaannya.Jika hal ini ditunda-tunda maka potensi Kudeta oleh pihak militer diikuti dengan disintegrasi bangsa akan semakin nyata.Ditambah potensi asing yang ikut bermain dalam Kudeta ini.Saya berharap ada aturan tegas untuk mewajibkan seluruh pimpinan publik di Indonesia baik Presiden maupun para menterinya, pimpinan lembaga yang ada di UUD 45 dan Pimpinan lembaga negara non UUD 45 juga seluruh direktur dan pimpinan media juga para pebisnis pada level tertentu untuk mengikuti Pendidikan Ketahanan Nasional di Lemhanas.Sehingga kepentingan yang dibangun para stakeholder Republik Indonesia ini tidak menjerumuskan bangsa ini kepada disintegrasi bangsa.Dan kebijakan yang dibuat Pemimpin Publik bisa seirama Tujuan Nasional serta memahami etika politik ketika harus berhadapan dengan Lembaga Negara lainnya.

Namun ini tidak mudah karena saat ini banyak kebijakan Jokowi yang mengganggu kepentingan banyak pihak.Dan Presiden Jokowi harus menghitung jeli, seberapa besar kekuatan militer yang mendukungnya untuk melaksanakan dekrit ini.Jangan sampai Dekrit ini berbalik menghantam dirinya sendiri.Kekuatan partai politik di DPR yang tersisa juga harus solid mendukung Presiden.

Dekrit ini harus dibuat dan dilaksanakan serta didukung oleh militer karena saat ini pelemahan Lembaga Kepresidenan terus dilakukan oleh Oknum anggota DPR, Oknum anggota Politik , Penjahat Kerah Putih dan Media.Tujuannya ialah melemahkan Presiden dan dilakukan Sidang Istimewa MPR dengan alasan melanggar Undang-Undang untuk menjatuhkan Presiden.Jika hal ini sampai terjadi maka kemungkinan besar TNI-Polri melalui Menteri Pertahanan Keamanan akan segera melakukan Kudeta untuk mengambil alih keadaan dengan alasan Presiden Tidak mampu melaksanakan tugas-tugasnya.

Dan hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum militer.Itu artinya tidak mudah melakukan demonstrasi, menyampaikan pendapat bahkan untuk berpakaian pun diatur oleh militer seperti yang terjadi di Turki dibawah kepemimpinan Kemal Ataturk.Termasuk Bisnis dan Aset-aset sipil bisa diambil alih oleh militer.Hanya kesadaran sipil menjaga marwah Presiden Indonesia yang bisa melindungi Indonesia dari Kudeta Militer.

Referensi :

Connie Rahakundini Bakrie,”Defending Indonesia” PT. Gramedia Graha Pustaka,2009




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline