Lihat ke Halaman Asli

Penerapan Artificial Intelligence (AI) pada Proses Rekrutmen

Diperbarui: 16 Juli 2024   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik.com

Di zaman modern ini, metode rekrutmen tradisional yang mengandalkan tenaga manusia semakin dianggap tidak efisien. Masalah utama dari ketidakefisienan ini adalah ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dan peluang kerja yang tersedia. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakerjan) pada Februari 2024, terdapat 149,38 juta angkatan kerja, meningkat 2,67 juta orang dari Februari 2023 (Badan Pusat Statistik, 2024). 

Namun, jumlah lowongan pekerjaan yang tercatat di SIAPkerja dari Januari hingga Oktober 2022 hanya 17.617. Ketimpangan ini tetap ada meskipun jumlah lowongan pekerjaan dapat berfluktuasi setiap tahunnya.

Untuk mengatasi ketimpangan ini, pemberi kerja dan perekrut sering mencantumkan kriteria spesifik mengenai calon pekerja yang diinginkan. Penetapan kriteria ini bertujuan untuk membatasi jumlah pelamar, sehingga perusahaan dapat menemukan kandidat yang tepat dengan cepat, efektif, dan efisien.

Namun, penetapan kriteria yang terlalu spesifik seringkali menyebabkan diskriminasi dan membatasi hak setiap individu untuk mendapatkan kesempatan kerja yang sama. Misalnya, kriteria seperti tingkat pendidikan, usia, dan gender yang tidak relevan dengan pekerjaan yang ditawarkan. 

Pekerjaan seperti guru, tukang masak, atau pramusaji bisa dilakukan oleh siapa saja, tetapi terkadang diberi kriteria gender tertentu. Hal ini menunjukkan adanya subjektivitas manusia dan analisis kebutuhan perusahaan yang terlalu berfokus pada kepentingan bisnis semata.

Sebagai solusi, proses rekrutmen mulai beralih ke penggunaan artificial intelligence (AI). Diharapkan AI dapat mengatasi masalah diskriminasi yang sering muncul dalam rekrutmen konvensional. Bias manusia yang muncul dari latar belakang sosial dan pengalaman hidup dapat diminimalisir dengan AI, yang tidak memiliki pandangan subjektif seperti manusia. AI mampu memberikan penilaian yang lebih objektif dan adil.

Penggunaan AI dalam proses rekrutmen juga mempermudah perekrut untuk menangani rekrutmen dalam skala besar dengan tetap memberikan kesempatan kerja yang sama kepada semua orang. AI sangat membantu tim sumber daya manusia (HR) dalam menyeleksi berkas-berkas pelamar, meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses rekrutmen secara keseluruhan.

Namun, AI tidak sepenuhnya bebas dari potensi bias. Potensi bias dalam AI muncul dari penilaian dan pembobotan yang didasarkan pada parameter yang mungkin tidak jelas. AI dapat menilai seseorang hanya berdasarkan algoritma yang dibuat oleh manusia, yang masih bisa mengandung bias. Masalah ini ibarat pedang bermata dua, di satu sisi mempermudah perekrut dalam mengambil keputusan, tetapi di sisi lain bisa mempertegas bias manusia yang diterapkan dalam AI. Oleh karena itu, sangat penting untuk terus memantau dan mengembangkan AI agar benar-benar objektif dalam proses rekrutmen.

Secara keseluruhan, peralihan ke rekrutmen berbasis AI menunjukkan banyak keunggulan dibandingkan metode konvensional. AI dapat mengurangi bias manusia, meningkatkan efisiensi, dan memastikan proses rekrutmen lebih adil dan objektif. 

Namun, kesadaran akan potensi bias dalam AI juga perlu terus ditingkatkan agar teknologi ini dapat digunakan dengan lebih optimal dan adil. Implementasi AI dalam rekrutmen bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan bebas diskriminasi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline