Lihat ke Halaman Asli

Apresiasi dan Kritik untuk Kemendag

Diperbarui: 14 Maret 2018   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: kemendag.go.id

Hasil ngopi bareng bersama Mendag Enggartiasto Lukita kemarin malam di Auditorium Kemendag kurang menghasikan hasil yang baik dimata penulis. Persoalannya adalah pembicaraan hanya satu arah itu yang menyebabkan kurang maksimal, saya bisa pahami waktu yang terbatas dan peserta juga cukup banyak.

Selama ini kami apresiasikan hasil kerja Kemendag selama 4 tahun terakhir ini, tapi hasil akhir/output yang terjadi adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup besar sekitar 5,2% tapi daya beli masyarakat bawah yang tersendat mungkin dibawah normal, ini saya rasakan sendiri. Pak Menteri mengatakan ini adalah efek dari pola hidup masyarakat sekarang yang sudah berubah karena keberadaan  dunia digital yang maju dengan pesat, dimana semua hanya dalam satu genggaman. Ingat Pak Menteri, pertumbuhan yang besar itu baru dinikmati oleh kalangan menengah keatas, sedangkan lapisan bawah baru sebatas penonton saja.

Tapi Pak Menteri lupa bahwa Pemerintah adalah pemegang otoritas pemegang kekuasaaan, jangan menyerah dengan kondisi saat ini. Pemerintah bisa mengeluarkan regulasi regulasi yang memihak kepada rakyat.

Oleh sebab itu kami menanyakan peran Bulog selama ini kemana saja??, kita ketahui bahwa Bulog pada masa Orde baru sebagai penyangga 9 bahan pokok yaitu beras, kedelai, gula pasir, terigu, minyak goreng dll

Peran Bulog tugas nya adalah menstabilkan harga ditingkat petani dan user/pemakai pada masa orba, jika harga jual di pasar sangat tinggi maka Bulog akan melakukan Operasi Pasar di sejumlah daerah, dimana supply dan demand akan menjadi seimbang, tapi saat ini harga dibiarkan mengikuti harga pasar tanpa adanya intervensi Pemerintah dengan Operasi Pasar.

Tapi saat ini peran Bulog sudah tidak ada, yang dikatakan Pak Menteri bahwa BUMN harus selalu untung, ini yang bagi saya tidak sepakat, kita harus lihat BUMN mana yang harus cari untung dan BUMN mana yang bekerja untuk masyarakat. BUMN yang mencari untung adalah PT. PAL, PINDAD, PT. DIRGANTARA, INCA dll boleh itu mencari untung, tapi BUMN seperti  Pertamina, Bulog, PT. KAI dll tidak harus mencari untung karena BUMN tersebut untuk melayani masyarakat, disinilah yang harus dibedakan.

Kembali kemasalah perdagangan dimana salah satu komoditi yang dibutuhkan masyarakat adalah beras, dimana beras medium di tingkat pedagang sudah mencapai antara Rp. 11.000 - 13.000 per Kg, sedangkan Harga Gabah Panen hanya rp. 3700-4000 per Kg, seharusnya harga di tingkat pedagang maksimal adalah Rp. 10.000 per Kg, kemana peran Kemendag dalam mengontrol harga beras.

Ini baru satu produk, bagaimana dengan 8 bahan pokok lainnya., disinilah mengapa tidak menghidupkan kembali peran Bulog sebagai penyangga 9 bahan pokok. Tidak semua produk produk Orba yang buruk, masih banyak produk produk yang bagus dari segi sistem, yang bermasalah selama ini hanya oknum, jangan mencari tikus lumbung padi yang dibakar.

Selama orde reformasi ini Kemendag terlihat tidak banyak melakukan gebrakan yang signifikan yang dapat mensejahterakan masyarakat, masih berputar putar disitu saja, mungkin saya katakan mencari aman. Kemendag bisa mencontoh Kementrian dibawah Bu Susi Pujiastuti yang banyak melakukan gebrakan dan tidak perlu takut akan tekanan lawan politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline