Lihat ke Halaman Asli

el lazuardi daim

TERVERIFIKASI

Menulis buku SULUH DAMAR

Panti Jompo, Tentang Bakti Anak yang Tertunda (1)

Diperbarui: 8 Juni 2024   17:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana di Panti Sosial Tresna Werdha. Foto : Firmansyah/ kompas.com

Panti jompo bukan budaya kita. Karena konsep panti jompo identik dengan bakti anak yang tertunda pada orang tua.

Kalau berbicara tentang panti jompo, maka yang pertama terbayang di pikiran adalah cerita-cerita kesedihan. Tentang orang-orang tua yang kesepian dan anak yang tak tahu balas budi. Atau dengan kata lain tentang orang tua yang mendapat perlakuan yang tidak semestinya.

Fakta seperti ini tentu saja bertentangan dengan budaya masyarakat kita. Budaya yang menjunjung tinggi bakti dan penghormatan pada orang tua. Budaya yang mewajibkan seorang anak untuk merawat dan mendampingi orang tua sampai ajal menjemput mereka.

Ya, seorang anak sudah seyogyanya berbakti dan membalas budi pada orang tua. Menyayangi dan mengasihi mereka dengan sepenuh hati.

Meski demikian, terkadang harapan tak sesuai kenyataan. Tak semua anak bisa membaktikan diri pada orang tua mereka.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakanginya.

1. Faktor kondisi perekonomian keluarga yang tak mendukung.

Seorang anak yang berbakti tentu berusaha menyenangan hati orang tuanya. Memberikan kehidupan yang terbaik di masa tua mereka. Tapi terkadang faktor perekonomian menjadi penghalang.

Keadaan keuangan keluarga yang pas-pasan atau jauh dari kata cukup
membuat seorang anak tak mampu membiayai kebutuhan orang tua mereka. Jangankan untuk membiayai orang tua, bahkan untuk memberi penghidupan yang layak untuk keluarganya sendiri saja dirinya jauh dari kata sanggup.

Ini tentu merupakan situasi yang sulit bagi sang anak. Mereka terjebak dalam dilema. Antara tidak menitipkan orang tuanya di panti jompo, tapi hidup dalam berkekurangan. Atau terpaksa mengantarkannya ke panti jompo, namun kebutuhan dasar mereka bisa terpenuhi.

Bila kemudian harus memilih, maka pilihan kedua menjadi yang terbaik. Pilihan ini terkesan tidak menunjukkan bakti sang anak pada orang tua. Namun harus ditempuh demi memastikan kebutuhan orang tua bisa terpenuhi meski lewat tangan orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline