Lihat ke Halaman Asli

Birrbik Faza Muhammad

Mahasiswa di Institut Pertanian Bogor

Konservasi Genetika, Strategi Pelestarian Badak Sumatera di Indonesia

Diperbarui: 2 Desember 2023   23:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Konservasi genetika merupakan upaya untuk melestarikan spesies sebagai entitas dinamis yang bertujuan mengatasi perubahan lingkungan menggunakan kombinasi ekologi, biologi molekuler, genetika populasi, pemodelan matematika, dan taksonomi evolusioner. Konservasi genetika berhubungan dengan faktor genetik yang dapat berkontribusi untuk mengatasi risiko kepunahan populasi dan spesies dan sangat penting dilakukan untuk mengenali populasi yang berisiko kehilangan keanekaragaman genetiknya.

Di Indonesia, konservasi genetika telah dilakukan pada berbagai spesies baik yang sudah terancam punah maupun yang relatif masih aman keberadaannya. Konservasi genetika pada spesies yang sudah terancam punah sebagai upaya konservasi seperti dilakukan pada harimau sumatera dan badak sumatera. Selain mengatasi isu ancaman kepunahan, konservasi genetika juga dilakukan untuk pemanfaatan potensi spesies seperti pada tanaman aren. Konservasi genetika tanaman aren (Arenga pinnata Merr.) melalui plasma nutfah dilakukan untuk mendapat informasi keragaman genetik yang berguna dalam menentukan strategi pengolahan, pemanfaatan, pemuliaan, serta konservasi plasma nutfah tersebut. Beberapa spesies lain yang telah dikonservasi melalui konservasi genetik adalah karang lunak (Sarcophyton trocheliophorum), kakap putih, elang brontok (Nisaetus cirrhatus),  ikan belida (Chitala lopis), dan masih banyak lagi.

Salah satu upaya pemeliharaan keberadaan spesies melalui konservasi genetika adalah pada badak sumatera. Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan satwa endemik Pulau Sumatera yang keberadaannya terancam punah (critically endangered). Populasi badak sumatera hanya tersisa kurang dari 100 ekor di dunia. Kondisi ini terjadi akibat perburuan liar. Selain itu, badak sumatera juga merupakan hewan yang soliter serta reproduksinya sulit dan lambat, sehingga hanya menghasilkan sedikit keturunan. Badak sumatera yang bercula dua berkerabat lebih dekat dengan badak jawa dan badak india yang bercula satu, namun berkerabat lebih jauh dengan badak afrika yang bercula dua. Di Indonesia, badak sumatera terpisah menjadi tiga populasi, yaitu di Sumatera, Kalimantan, dan semenanjung Malaysia. Konservasi badak sumatera telah dilakukan salah satunya di Taman Nasional (TN) Way Kambas melalui Suaka Rhino Sumatera (SRS) yang telah berdiri sejak 1996. 

Konservasi badak sumatera merupakan hal yang sulit. Badak sumatera hanya memiliki masa kawin selama satu hari. Selain itu, ovulasi badak betina harus dirangsang dengan beradu cula dengan badak jantan. Mempertemukan badak jantan dan betina pada waktu yang tidak tepat akan menimbulkan pertarungan antara keduanya karena badak merupakan hewan yang soliter. Oleh karena itu, diperlukan pengecekan berkala untuk mengetahui masa kawinnya. Di SRS, tim dokter melakukan USG rutin untuk melihat ukuran folikel badak betina. Masa kawin badak betina ditandai dengan ukuran folikel mencapai 2 cm. Selain masa kawin yang singkat, badak betina juga rentan mengalami keguguran, sehingga diperlukan treatment berupa pemberian hormon dan vitamin agar kondisi janin dan induk badak tetap sehat. Selain itu, badak jantan juga diperiksa spermanya untuk memeriksa kemampuan reproduksinya. Perencanaan pasangan badak yang tepat juga diperlukan agar tidak terjadi inbreeding sehingga menurunkan kemampuan bertahan hidup badak sumatera. 

Konservasi genetika pada badak sumatera yang telah dilakukan di SRS telah membuahkan hasil.. Pada Sabtu (25/11/2023), sebuah badak Sumatera jantan lahir dari induk bernama Delilah. Delilah, seekor badak sumatera betina berusia 7 tahun, melahirkan keturunan pertamanya dari perkawinan dengan badak jantan bernama Harapan. Peristiwa kelahiran ini menjadi momen yang sangat penting dalam dunia konservasi badak dalam negeri. Hal ini disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya, yang menyatakan bahwa kelahiran ini bukan hanya menjadi kehadiran badak sumatera kedua pada tahun 2023, tetapi juga menunjukkan komitmen Pemerintah Republik Indonesia dalam upaya konservasi badak, terutama badak Sumatera.

Menurut laporan KLHK, kelahiran badak jantan ini terjadi sepuluh hari lebih awal dari perkiraan, pada pukul 04.00 WIB pada hari kehamilan ke-460 Delilah. Satyawan Pudyatmoko, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, juga menyatakan bahwa kondisi Delilah dan anaknya sangat baik. Anak Delilah memiliki berat 25 kilogram, dapat berdiri dan berjalan, bahkan menyusu dalam posisi berdiri tak lama setelah kelahiran. Saat ini, induk dan anak badak tersebut telah dipindahkan ke kandang perawatan (boma) SRS TNWK.

Upaya konservasi di Indonesia terus digalakkan oleh pemerintah dan lembaga non profit melalui berbagai skema, seperti penerapan konservasi genetika. Penerapan konservasi genetika harapannya mampu menjaga kelestarian keragaman genetik agar dapat melindungi keberadaan hewan-hewan yang terancam punah. Masih banyak hewan dilindungi lainnya yang perlu diselamatkan dan dilestarikan melalui langkah-langkah konservasi yang tepat. Sebagai negara megabiodiversitas sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat berbagai entitas yang ada di dalamnya. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline