Lihat ke Halaman Asli

Bimbingan Teknis dan Sertifikat Fiktif

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baru-baru ini saya mendapatkan sebuah sertifikat pelatihan yang diadakan sebuah lembaga di hotel berbintang di Jakarta. Hebatnya, saya tidak perlu ke Jakarta dan mengikuti pelatihan itu untuk mendapatkannya. Aneh? Biasa saja, kalau anda bekerja di kantor tempat saya berada. Mungkin pula di birokrat mana saja?

Memang beberapa hari sebelumnya, nama saya digunakan untuk tugas luar ke Jakarta. Jadi saya dilarang mengisi daftar hadir walaupun tetap masuk kantor. Ternyata untuk pelatihan atau bimbingan teknis itulah keperluannya.

Memang bimbingan teknis merupakan sebuah lahan basah untuk menilep uang rakyat. Saya tak tahu kemana larinya uang itu, yang pasti ke atas bukan ke bawah, beda dengan hujan.

Dalam kasus saya ini, hanya satu orang yang benar-benar berangkat dan mengikuti pelatihan. Itupun dengan hasil yang alakadarnya. Karena bukan rahasia lagi, bahwa banyak bimbingan-bimbingan teknis semacam ini diadakan hanya sebagai dalih untuk pesiar, plesiran atau wisata. Batam, menjadi tempat favorit karena bisa sekalian nyebrang ke Singapura dan Malaysia. Malu-maluin sebenarnya, teriak 'Ganyang Malaysia!' tapi jadi kampungan di sana.

Semuanya ini tentu terjadi karena adanya kerjasama yang saling menguntungkan antara lembaga pelatihan dengan instansi tempat saya bekerja. Jadi mereka dengan senang hati mengeluarkan sertifikat fiktif tanpa rasa bersalah bahwa nama lembaga mereka akan tercemar.

Kalau sertifikat itu saya dapatkan dengan benar, tentu saya akan mencantumkannya dalam riwayat hidup saya untuk keperluan dinas. Tapi karena ini fiktif, tentu beda. Dan sampai kini sertifikat itu tidak saya ambil, entah ada di mana.

Tahun ini kabarnya pemeriksaan bakal lebih ketat. Jadi kalau dulu banyak yang berani membuat tiket dan boarding pass palsu, kini tiket pesawat benar-benar dibeli hanya untuk mendapatkan bukti tiket dan boarding pass asli. Jadi jangan heran jika bakal banyak kursi pesawat yang kosong, karena memang nama yang tertera di tiket tidak datang ke bandara. Ini semua karena nilai uang tiket tidak seberapa dibandingkan uang biaya pelatihan dan uang harian yang akan diterima.Dan itu semua buat dana entah untuk apa atau siapa.

Jadi begitulah, bimbingan teknis terus diadakan, tapi banyak  birokrat yang tak mengerti teknis pelaksanaan tugasnya. Seorang junior yang bertanya teknis pelaksanaan suatu kegiatan yang benar, hanya akan diberi petunjuk bagaimana menjalankannya dengan cara akal-akalan oleh seniornya.

Pakta integritas ada atau tidak, semuanya tetap sama. Semua akal-akalan tetap jalan. Saya hanya bisa menuliskannya. Entah siapa yang bakal bisa mengubahnya menjadi sesuai dengan aturan main yang benar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline