Beberapa hari yang lalu ada seremoni penandatanganan ‘Pakta Integritas’ di daerah tempat saya bekerja. Seperti biasa, isinya sangat-sangat ideal. Memang kita sangat pandai membuat konsep-konsep yang hebat, namun pelaksanaannya jauh panggang dari api.
Isi Pakta Integritas ini antara lain menyebutkan : pro aktif dalam pencegahan dan pemberantasan KKN, tidak menerima pemberian secara langsung/tak langsung dan menyampaikan informasi penyimpangan yang terjadi dan jika melanggar harus siap menerima konsekuensinya.
Indah bukan? Andai saja isi pakta ini dilaksanakan dan bukannya hanya menjadi fiksi belaka, tentu negeri ini menjadi surga bagi rakyatnya. Koruptor akan menjadi hewan langka, punah dan tak ada yang mau melestarikannya. Tak ada yang bakalan digantung atau gantung diri di Monas.
Sayangnya, seperti yang sudah-sudah, semua ini hanya manis di mulut saja. Hanya hitam di atas putih. Jika benar-benar dilaksanakan, bisa-bisa seluruh birokrat di daerah kami akan menerima konsekuensinya. Karena, seperti yang kami sadari satu sama lain, kami hanya bisa pro pasif terhadap KKN yang terjadi. Mau jadi whistle blower?Tak ada gunanya. Bos besar punya kuasa dan si bos sudah keluar uang banyak buat duduk di singgasananya. Jadi baginya, mengeruk uang dari kekayaan daerah kami itu wajar.
Yang lucunya, ketika poin tentang pro aktif dalam pencegahan dan pemberantasan KKN dibacakan, terlihat wajah-wajah pejabat yang salah tingkah dan seolah berkata satu sama lain “gak janji deh.”
Maka yakinlah, Pakta Integritas ini akan bernasib sama dengan Panca Prasetya Korpri dan sumpah jabatan. Kata-kata indah namun kosong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H