Lihat ke Halaman Asli

Ali Zum Mashar Pemburu Makhluk Liliput Terbukti Menyuburkan Lahan Gambut, Gurun Pasir, Bekas Tambang dengan Biop2000z-Mikroba Google

Diperbarui: 27 Juni 2015   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sengon yang di aplikasi bersama Mikroba Google bisa dipanen 3 tahun lebih cepat. Ali Zum Mashar seorang amtenar alias pegawai negeri yang bekerja Di Depnakertrans bukan sekadar bicara. Ia membuktikan bahwa gurun pasir di Timur Tengah yang tandus sekalipun berubah menjadi lahan pertanian yang subur. Ia bekerja sama dengan guru besar Universitas King Faisal, Arab Saudi, Nabil Y Kurashi dalam proyek itu. Area itu kini berubah hijau menjadi sentra budidaya beragam komoditas. Nabil Y Kurashi, girang bukan kepalang. Sebab itu sejak September 2011, negeri petro dolar itu meminta pasokan rutin dua kontainer pupuk hayati per bulan.

“Permintaan lebih besar daripada itu, tapi saya belum sanggup,” kata Ali. Pupuk hayati? Ya Ali memang memanfaatkan pupuk hayati untuk “menyulap” lahan pasir menjadi area budidaya tanaman. Menurut ahli mikrobiologi tanah dari Balai Penelitian Tanah, Dr Rasti Saraswati, pupuk hayati merupakan nama kolektif untuk semua kelompok mikrob tanah, yakni bakteri, cendawan, mikoriza sebagai penyedia nutrisi dalam tanah. Singkat kata pupuk hayati adalah biang hara berbahan organisme hidup yang berfungsi bagi tanaman.

Jasa koki

Ali memanfaatkan mikroba Google untuk menyuburkan gurun atau lahan ekstrem seperti lahan kritis, bekas penambangan, dan lahan gambut. Jenis mikrob dalam pupuk itu antara lain bergenus Aspergillum, Aspergillus, dan Bacillus yang bahu-membahu menyuburkan lahan. Sekadar contoh Bacillus memproduksi fitohormon untuk pertumbuhan tanaman sekaligus menyerap beberapa unsur hara penting. ”Mikroba itu ibarat koki yang meramu bahan organik sebelum dipakai oleh tumbuhan,” kata Ali Zum Mashar.

Berkat kehadiran “sang koki” itulah tanaman tinggal menikmati sajian yang telah terhidang sehingga pertumbuhan relatif cepat dan produksi pun meningkat. Hebatnya Ali menyeleksi mikrob di pupuk hayati. Alumnus Universitas Jenderal Soedirman itu hanya mengembangkan mikrob unggulan. Untuk memperolehnya ia mengunjungi hampir seantero Indonesia. Di wilayah-wilayah ekstrem seperti lahan gambut atau bekas penambangan itulah ia berburu mikroba unggul.

Mula-mula pengusaha itu mengamati vegetasi di sekitar lahan. Jika menemukan tanaman tertentu yang tumbuh subur di lahan ekstrem itu, ia akan mengambil sampel tanah yang mengandung mikroba. Harap mafhum, di lahan gambut atau bekas penambangan lazimnya miskin hara dan pH juga rendah, antara 3 – 4. Oleh karena itu jika pohon di lahan itu mampu tumbuh, antara lain karena kehadiran mikrob yang berperan sebagai “juru masak”. Ali mengisolasi makhluk liliput itu dari tanah di sekitar pohon.

Contoh, ketika berkunjung ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Ali menemukan tanaman kacang-kacangan yang tumbuh subur di lahan gambut. Setelah menelisik, ia menemukan mikrob yang menetralisir keasaman tanah sehingga tanaman itu mampu tumbuh. Begitu juga ketika ia mengunjungi lokasi penambangan emas di Kalimantan Selatan. Di area itu banyak mengandung air raksa (Hg), racun bagi tanaman. Faktanya ia menemukan mikrob yang menetralisir air raksa sehingga tak beracun dan tanaman tumbuh subur.

Eksplorasi Ali berlanjut ketika berkunjung ke Padang, Sumatera Barat, menemukan mikrob yang mampu menetralisir aluminium tinggi sehingga menjadi tidak berbahaya bagi tanaman. Total jenderal Ali mengkoleksi 18 mikrob unggul yang kemudian ia satukan dalam sebuah pupuk bernama BioP 2000 Z. Mengapa harus sebanyak itu? Ibarat tentara, “Untuk menang harus didukung sepasukan yang kuat,” kata Ali.

Hasrat berburu mikroba unggul itu muncul sejak Ali menjadi mahasiswa dan diteruskan saat ia bertugas di Kapuas, Kalimantan Barat, pada 1998 dalam rangka proyek lahan gambut sejuta hektar. Sejatinya Ali Zum Mashar adalah pegawai di Kementerian Transmigrasi dan Tenaga Kerja. Gambut banyak mengandung pirit, besi, mangan, serta aluminium. Untuk mengatasinya pekebun membuat parit dan memberikan 1 ton kapur per ha untuk menetralisir tanah. Namun, saat Sungai Kapuas meluap, tanah kembali asam akibat kapur hilang tergerus air.

Terbukti di lahan Gambut, Gurun pasir, Bekas Tambang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline