Lihat ke Halaman Asli

Jejak Kuliner Nusantara dari Kedai Hingga Abang Kaki Lima

Diperbarui: 10 April 2016   01:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

JAKARTA (April 2016) -- Siapa yang tidak suka kuliner Indonesia pengundang selera dengan aroma bumbu rempah-rempahnya yang khas. Tidak hanya masyarakat Indonesia saja akan tetapi duniapun mengenal masakan Indonesia, bahkan beberapa jenis kuliner sudah akrab hingga ke mancanegara, diantaranya adalah : rendang, bubur manado, bakso, dan sate madura (ayam dan kambing). 

Akan tetapi terkadang masyarakat Ibukota lapisan tertentu masih memilih makanan cepat saji di pusat-pusat perbelanjaan. Bahkan dengan semakin terbukanya era persaingan bisnis secara global dewasa ini, maka semakin menjamur pula restoran-restoran franchise dari luar negeri dengan membawa resep masakan dari negeri mereka. Sebut saja restoran-restoran masakan Jepang dan korea.

Masuk ke ranah kedaulatan, maka kuliner pun memiliki kedaulatannya sendiri. Bukan sebuah 'kedaulatan buta' atau kedaulatan tak beralasan, melainkan sebuah kedaulatan yang berdasarkan pada kenyataan bahwa Indonesia adalah negara yang tidak hanya memiliki kebhinnekaan adat istiadat, suku, dan agama saja melainkan juga memiliki kebhinnekaan dalam kuliner.

Bukan bermaksud mengatakan kuliner Indonesia sudah ditinggalkan masyarakat, akan tetapi sekarang ini seringkali ada stereotipe bahwa jika ingin makan makanan khas nusantara, maka pergilah ke pojok jalan A atau pojok gedung B. Ada benarnya namun banyak juga kekeliruannya. Atau begini saja, jika memang begitu anggapan segelintir orang, maka mari bersama-sama melakukan perjalanan kuliner ke pojok jalan A dan pojok gedung B. Bukan untuk melakukan penelusuran, melainkan menikmati kuliner nusantara dari kedai hingga abang kakilima dari kawasan wisata sampai pojok Ibukota. Apa jaminan yang didapat dengan melakukan perjalanan kuliner ini? dijamin menjadi salah satu pengalaman mengasyikkan, itu saja.

Awali sarapan pagi dengan nasi kuning ikan cakalang kedai Tante Ma'ev di Anjungan Provinsi Sulawesi utara, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Sensasi gurih nasi kuning bercampur pedasnya ikan cakalang suwir akan memanjakan lidah anda. Jangan lupa menu makanan penutup berupa es kacang merah khas Manado Sulawesi utara, yang aslinya hanya menggunakan bahan rebusan kacang merah dicampur coklat kental manis cocoa, es serut (harus es batu yang diserut), dan terakhir sirami susu kental manis coklat atau putih. Anda pasti ketagihan dengan sensasi dua makanan tersebut.

Selesai menikmati sarapan pagi, lanjutkan perjalanan keliling anjungan-anjungan provinsi di TMII beserta berbagai wahana yang ada didalamnya. Jangan lupa mencoba Kereta gantung dan Titihan Samirono atau lebih dikenal dengan Konsep Monorel pertama di Indonesia. Tanpa terasa matahari sudah diatas kepala, tandanya hari sudah siang. Segera berkemas tinggalkan TMII menuju kawasan Utan kayu Matraman Jakarta timur. Kenapa harus ke Utan kayu? karena di sana sudah menanti nasi bebek 'Bang Holil' khas Madura sebagai menu makan siang lengkap dengan minuman teh tawar hangat.

[caption caption="Foto-foto pribadi terkait Kuliner nusantara dari kedai kuliner hingga khas 'abang kakilima' Kota tua Jakarta"][/caption]Nasi bebek khas Madura itu sederhana saja, hanya nasi putih, daging bebek disiram 'bumbu rahasia' rempah-rempah pedas khas Madura, lalu diberi dua sampai tiga irisan mentimun. Untuk menu makanan ini, sekedar usulan dari saya, jangan dipasangkan dengan minuman dingin. Pesan saja teh tawar hangat, agar sensasi pedas serta gurihnya rempah-rempah tradisional Madura tidak serta merta hilang dari lidah.

Selesai menikmati makan siang, teringat kearifan lokal orangtua jaman dahulu, bahwa sehabis makan 'turunin nasi dulu baru jalan'. Artinya adalah sehabis makan jangan langsung pergi, melainkan duduk saja dulu sebentar untuk berbincang-bincang. Intinya disini adalah sebuah nilai kesopanan yang dijaga. 

Namun karena sekarang jaman modern, maka istilah dari orangtua jaman dahulu tersebut terpeleset artinya menjadi 'selesai makan, nongkrong dulu'. Jika dipikir-pikir, tidak ada salahnya seperti itu, maka lakukanlah, istirahat dulu untuk sebuah perbincangan ringan sambil menghabiskan sisa minuman teh tawar hangat. Bagi yang merokok silahkan hisap terlebih dahulu rokok sepuasnya, karena didalam perjalanan nanti jika menggunakan angkutan umum maka anda harus mematuhi peraturan publik yang berbunyi DILARANG MEROKOK.

Usai dengan nasi bebek 'Bang Holil', saatnya menuju kawasan wisata rakyat kebanggaan Kota Jakarta, yaitu Kota Tua. Nikmati sore hari dengan beragam kuliner ringan merakyat khas abang kakilima seperti Tahu Sumedang yang gurih, cemilan gorengan, dan otak-otak bakar ikan tenggiri khas Palembang Sumatera selatan. Tutup semua dengan secangkir kopi warung lesehan. Sebagai teman santai sambil menyaksikan kreasi seni budaya anak-anak muda kawasan wisata Kota tua, maka sepiring Pecel sayur khas Betawi bisa menjadi pilihan menarik.

Tanpa terasa, hari sudah mulai merambat malam. Kawasan wisata Kota tua yang tadinya cukup lengang perlahan berubah menjadi hiruk pikuk antara pengunjung dan para pedagang kakilima. Kehidupan malam berupa pesta wisata rakyat sebentar lagi akan dimulai, yaitu kehidupan malam para pelaku seni, penikmat wisata, dan penjaja makanan kakilima di Kota tua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline