Ada salah satu ikon menarik yang bisa dibilang nggak bakal mati di daerah jawa tengah sampai jogja. Ikon tersebut tidak lain adalah angkringan. Kuliner dengan kultur tradisional yang kerap menggunakan terpal sebagai atapnya ini, menurut saya sangat menarik untuk dibahas. Pasalnya, di sepanjang jalanan daerah jawa tengah dan sekitarnya selalu dihiasi oleh terpal angkringan.
Siapa yang nggak kenal angkringan? Tempat makan yang punya ciri khas menggunakan gerobak dan penutup terpal ini menyajikan berbagai makanan yang ramah bagi kantong. Selain nasi bungkus alias nasi kucing, kamu juga bisa menemukan gorengan, satai, dan lauk lainnya. Di sini, kamu juga bisa menemukan minuman nikmat seperti wedang jahe.
Angkringan mudah ditemukan di berbagai wilayah di Jawa Tengah. Hanya, tempat makan ini kadung identik dengan Kota Yogyakarta. Menariknya, sejarah angkringan ternyata nggak berasal dari Kota Pelajar, lo. Lantas, dari mana sih asal-usul angkringan?
Angkringan ternyata diprakarsai oleh warga Klaten yang bernama Eyang Karso Dikromo. Beliau berasal dari Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat.
Di Solo, angkringan dikenal dengan sebutan "Hik". Banyak orang lain yang kemudian terinspirasi untuk membuka usaha sebagaimana Mbah Karso. Istilah Hik pun semakin terkenal.
"Ada yang menduga dari cara penjualnya menjajakannya dengan sahutan 'hiyeek!'. Ada yang bilang pembelinya sendawa seperti itu. Versi lainnya saat penjual tersandung mengatakan 'hiyek!'. Jadi tidak pasti asal kata 'hik' itu," ungkap Suwarna.
Kepopuleran warung Hik di Solo pada 1940-an akhirnya merambah ke Yogyakarta pada 1950-an. Di tempat baru inilah, sebutan angkringan lahir.
Warung hik mas Cendol
Ada salah satu warung hik atau angkingan langganan saya yaitu warung hik Mas Cendol, alasan saya menjadi langganan warung hik mas cendol selain karena makananya yang enak sekaligus murah adalah karena hik Cendol ini dekat dengan rumah saya.