Pada masa sekarang ini masyarakat dihadapkan pada masalah bunga bank yang
menerapkan sistem bunga pada pinjaman yang diberikan. Sistem perbankan adalah sistem
keuangan yang baru ada di era modern seperti saat ini. Adapun masyarakat pada masa awal
Islam belum mengenal sistem perbankan modern dalam arti praktis. Karena itu dalam
menanggapi fenomena tentang hukum bunga bank ini di kalangan para ulama dan sarjana Islam
terjadi perbedaan pendapat. perbedaan pandangan dalam menilai permasalahan ini menimbulkan
kesimpulan-kesimpulan hukum yang berbeda pula, dalam hal boleh atau tidaknya, halal
haramnya umat Islam bermu'amalah dengan bank.
Jika kembali kepada ajaran Islam di mana al-Quran sendiri telah melarang bentuk
mu'amalah yang mengandung unsur riba. Dasar persoalan riba dapat diketahui dengan jelas dan
tegas dalam 3 ( tiga) tempat, dalam al-Quran surat al-Rum ayat 39, dalam surat Ali Imran
ayat 130, dan juga dalam surat al-Baqarah ayat 275-279. Semua ulama di dunia ini sepakat
bahwa riba adalah haram. Namun ketika dihadapkan pada masalah apaka bunga bank adalah
sama dengan riba, para ulama berselisih pendapat.
Misalnya saja di kalangan ulama Nahdhatul Ulama terdapat tiga pendapat,1
yakni:
1. Haram: sebab termasuk hutang yang dipungut manfaatnya (rente);
2. Halal: sebab tidak ada syarat sewaktu akad, menurut ahli hukum yang terkenal bahwa adat
yang berlaku itu tidak termasuk menjadi syarat; dan
3. Syubhat (tidak tentu haram halalnya): sebab para ahli hukum masih terjadi selisih pendapat.
Adapun Muhammadiyah yang dalam masalah ini diwakili oleh lembaga fatwanya, yakni
Majelis Tarjih. Dalam menetapkan hukum bunga bank, Majlis Tarjih mangaitkannya dengan
masalah hukum riba, yakni apakah bunga bank dapat dipersamakan dengan riba atau tidak.
Untuk memastikan jawaban tersebut, Majelis Tarjih menggunakan qiyas sebagai metode
ijtihadnya. Bagi Muhammadiyah 'illat diharamkannya riba adalah adanya eksploitasi atau
penganiayaan (al-zulm) terhadap peminjaman dana. Konsekuensinya, kalau 'illat keharaman riba
tersebut terdapat pada bunga bank, maka bunga bank sama dengan riba dan hukumnya riba.
Sebaliknya kalau 'illat itu tidak ada pada bunga bank, maka bunga bank bukan riba, sehingga
hukumnya tidak haram.
Bagi Muhammadiyah 'illat diharamkannya riba disinyalir sedikit banyak juga ada pada
bunga bank, sehingga bunga bank disamakan dengan riba dan hukumnya adalah haram. Namun
keputusan tersebut hanya berlaku untuk bank milik swasta. Adapun bunga bank yang diberikan
oleh bank milik pemerintah pada para nasabahnya atau sebaliknya, termasuk perkara
musytabihat (meragukan), tidak haram dan tidak pula halal secara mutlak.2
Tidak hanya NU dan Muhammadiyah, para ulama kontemporer pun berselisih pendapat
tentang hukum bunga bank. Dalam konteks ini setidaknya ada tiga kelompok ulama yang
berpendapat tentang hukum bunga bank. Pertama, kelompok yang mengharamkan bunga bank
karena dipersamakan dengan riba. Kedua, kelompok yang menganggap bunga bank tidak sama
dengan riba, sehingga hukumnya halal. Ketiga, kelompok yang menganggap bahwa bunga bank
hukumnya syubhat.pendapat ini sebagaimana pendapat para ulama di Majelis Tarjih di
Muhammadiyah.
Di antara ketiga pendapat di atas yang paling dominan adalah pendapat yang pertama,
yakni pendapat yang mengharamkan buang bank karena dipersamakan dengan riba yang harus
dijauhi. Hal serius yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat saat ini berkaitan erat dengan
pendapat keharaman bunga bank ini.
Di satu sisi umat di zaman modern hampir tidak bisa
terlepas dari berinteraksi dengan dunia perbankan, namun di sisi lain tersimpan rasa ketakutan
dan ketidaknyamanan akibat pendapat yang mengharamkan bungan bank tersebut. Di antara
mereka ada yang beralih ke bank-bank yang berbasis syari'ah, namun kenyataannya bank-bank
syari'ah tidak jauh berbeda dengan bank-bank konvensional dalam sistem keuangannya,
meskipun berbeda dalam istilah pelaksanaannya. Bahkan dalam kasus tertentu bank
konvensional dirasa jauh lebih manusiawi daripada bank-bank yang berlabel syari'ah. Inilah
realitas yang banyak terjadi pada saat ini dimana masyarakat seharusnya mendapatkan solusi
Hukum yang benar-benar realistis terutama dalam masalah ekonomi yang menyangkut taraf
hidup banyak orang, namun karena fatwa-fatwa yang tidak bersifat solutif justru semakin
menyengsarakan masyarakat.
Berdasarkan realitas di atas, penelitian ini hendak mengungkapkan argumentasiargumentasi para ulama tentang hukum bunga bank dalam Islam. Setelah itu penulis akan
menganalisis pendapat-pendapat ulama baik yang mengharamkan, yang menghalalkan maupun
yang menganggap bunga bank adalah perkara syubhat, dari sekian pendapat tersebut manakah
yang paling relevan dengan maqashid syari'ah atau tujuan-tujuan pokok syariat Islam sehingga
lebih layak untuk diikut
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H