Di lingkungan tempat saya tinggal, masih saja ada yang menempelkan kertas-kertas selebaran yang berisikan himbauan untuk menghormati orang yang berpuasa dengan tidak makan dan minum di tempat umum dan agar warung-warung yang berjualan makanan dan minuman untuk menutup warungnya di siang hari selama bulan ramadhan. Hari gini, masih ada selebaran kayak gitu?
Puasa itu adalah hak saya pribadi dalam beragama. Puasa itu juga merupakan kewajiban pribadi saya kepada ALLAH. Nggak ada urusannya dengan orang lain, baik yang seagama, apalagi dengan yang berbeda agama. Jika saya berpuasa dengan ikhlas, sayalah yang akan mendapat pahala, jika saya tidak berpuasa, saya juga yang akan menanggung dosanya. Semuanya adalah pertanggungjawaban saya pribadi kepada ALLAH.
Saya jadi curiga, orang-orang yang memasang selebaran itu apakah mempunyai niat yang ikhlas dalam berpuasa?. Bukankah esensi dari puasa itu adalah menahan diri dari segala macam hawa nafsu?, baik itu nafsu makan dan minum, nafsu seksual, nafsu amarah, nafsu bergunjing, nafsu korupsi, dan lain-lain. Semakin besar tantangan yang dihadapi dalam berpuasa, saya yakin puasa seseorang akan semakin bernilai di hadapan ALLAH dan semakin tinggi pula kualitasnya sebagai seorang manusia. Nah, kalau semua orang, baik yang tidak seagama maupun yang sesama muslim tapi sedang tidak berpuasa dihimbau untuk menghormati orang yang sedang berpuasa dengan tidak makan dan minum di tempat umum, tidak membuka warung makanan si siang hari selama bulan Ramadhan, tidak membuka tempat hiburan, mengurangi jam kerja selama bulan puasa, lantas dimana letak tantangannya?... Sama saja dengan ketika kita bersekolah . Semakin tinggi kelas kita, maka semakin sulit pula soal ujian untuk kenaikan kelas berikutnya. Mana ada siswa SMA diberi soal matematika 1 +1?.
Saya terbiasa untuk menjalankan puasa sunnah (tidak diwajibkan) Senin - Kamis. Saya tidak pernah meminta rekan-rekan saya sekerja untuk menyingkir ketika mereka akan makan siang ataupun ngemil ketika bekerja. Jam kerja saya pun normal, seperti biasanya. Nyatanya, saya tidak ada masalah dengan semua itu. Trus kenapa saat puasa di bulan Ramadahan, orang-orang heboh untuk urusan hormat-menghormati saat akan makan?
Saya kira sudah saatnya kita mempunyai kesadaran diri untuk lebih bertoleransi, yang mayoritas tidak mengintimidasi yang minoritas. Memang enak menjadi kaum mayoritas. Tapi bagaimana jika suatu saat kita tinggal di suatu tempat dimana kita menjadi yang minoritas disana?,tentunya kita tidak ingin dipinggirkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H