Lihat ke Halaman Asli

Kita Butuh Pengembangan Pembangkit Listrik Berbasis Batubara

Diperbarui: 12 Juni 2017   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita Butuh Pengembangan Pembangkit Listrik Berbasis Batubara

 Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Berdasarkan pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Batu bara juga merupakan material yang secara fisik adalah padatan heterogen dan secara kimia merupakan padatan kompleks yang terbentuk oleh tumbuh-tumbuhan yang mengalami proses fisis dan kimia di dalam permukaan bumi selama jangka waktu yang panjang. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.

 Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit, unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara memang menjadi salah satu sumber daya alam yang tidak akan habis pemakaiannya dibandingkan dengan minyak bumi. Jika minyak bumi adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dalam jangka waktu yang dekat maka batu bara adalah salah satu sumber daya alam yang tidak akan habis hingga 300 tahun.

 Mengacu pada data Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (Indonesia Coal Mining Association) masih ada 8.5 Juta rumah tangga, 2.519 Desa, dan 136 Kecamatan yang belum memperoleh akses listrik. Sementara untuk biaya tahunan yang dikeluarkan oleh bisnis manufaktur akibat pemadaman lampu mencapai US$ 415 Juta. Bahkan, tarif listrik untuk industri di Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia.

 Penerapan teknologi ramah lingkungan untuk PLTU juga udah sesuai dengan Paris Agreement pada Konvensi Para Pihak (Conferences of Parties-COP) UNFCCC ke-21 di Paris tahun 2015 lalu. Jadi, teknologi PLTU bersih melalui CCT merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan kenaikan suhu bumi yang tidak lebih dari 2 derajat.

Batubara Bebas Dari Pencemaran Lingkungan

 Mungkin menimbulkan bertanya kenapa harus PLTU? Emank nya apa keunggulan PLTU di banding yang lain? Nah gini Gan&Sis, perlu ketahui, PLTU yang sudah beroperasi, atau yang masih dibangun sudah menggunakan tekonologi yang dapat meminimalisir emisi, jadi tidak g' berbahaya buat kesehatan. Kok bisa ya?

 Ya bisa donk. Untuk di ketahui, kini PLTU menggunakan Clean Coal Technology (CCT) yaitu teknologi canggih penangkap karbon dan partikel debu hasil pembakaran. Memang, CCT tidak sepenuhnya menghilangkan emisi menjadi nol atau mendekati nol, namun yang jelas emisi yang dihasilkan lebih sedikit. Jadi sudah jelas, dengan adanya teknologi tersebut maka emisi yang dihasilkan sangat rendah.

 Sementara, penerapan teknologi ramah lingkungan untuk PLTU juga udah sesuai dengan Paris Agreement pada Konvensi Para Pihak (Conferences of Parties-COP) UNFCCC ke-21 di Paris tahun 2015 lalu. Jadi, teknologi PLTU bersih melalui CCT merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan kenaikan suhu bumi yang tidak lebih dari 2 derajat.

 Jadi tunggu apa lagi, sudah seharusnya pemerintah berani membuat kebijakan untuk serius mendorong pembangun PLTU Batubara berteknologi tinggi yang ramah lingkungan. Ini bias jadi salah satu penentu kesuksesan program Program listrik 35.000 MW. Karena, akses listrik di Indonesia saat ini masih belum merata lho. Itu adalah sebuah fakta yang tidak terbantahkan. Mengacu pada data Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (Indonesia Coal Mining Association) masih ada 8.5 Juta rumah tangga, 2.519 Desa, dan 136 Kecamatan yang belum memperoleh akses listrik. Sementara untuk biaya tahunan yang dikeluarkan oleh bisnis manufaktur akibat pemadaman lampu mencapai US$ 415 Juta. Bahkan, tarif listrik untuk industri di Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia.

 Dari 1,2 miliar orang di dunia yang belum mendapatkan akses listrik 49 Juta dari Indonesia. Artinya, 1 dari 5 orang Indonesia belum mendapatkan listrik. Untuk konsumsi listrik perkapita Indonesia hanya 0,8 MWh, dan ini termasuk yang terendah di ASEAN dan sekitarnya, dibanding Thailand 2,3 MWh, Malaysia 4,4 MWh, dan Singapura 8,1 MWh.

 Jadi jangan kelamaan ayoo, wujudkan kesetaraan Listrik untuk rakyat Indonesia




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline