Lihat ke Halaman Asli

BINTANG RAMA DAFFA

NIM : 201910501046

Alami Kendala, Pelaksanaan Private Public Partnership Belum Sesuai Agenda

Diperbarui: 22 April 2021   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau yang dikenal juga sebagai Public Private Patnership (PPP) menjadi salah satu solusi alternatif bagi pemerintah dalam hal pengadaan barang publik dengan kualitas yang memadai sebagai bentuk optimalisasi pelayanan masyarakat di Indonesia.  Sifat barang publik yang terbilang unik yaitu bersifat non-rivalitas dan non-ekslusif, membuat penyediaannya tidak dapat diarahakan ke mekanisme pasar alhasil kontrol penyediaan barang publik seperti infrastruktur negara harus dikontrol oleh pemerintah. Kendati demikian, tak dapat dipungkiri penyediaan beberapa fasilitas umum oleh swasta seperti rumah sakit memang lebih unggul dalam hal kualitas dibanding  fasilitas umum yang sepenuhnya dibiayai oleh negara. Kebutuhan akan  barang publik yang lebih berkulitas serta memiliki pelayanan yang lebih optimal terus meningkat. 

Hal ini yang menyebabkan mekanisme pembaiyaan Kerjasama Pemerintah Swasta menjadi alternatif dalam penyediaan barang publik maupun dalam suatu pembangunan dengan kualitas serta pelayanan terbaik namun tetap memiliki kontrol dari pemerintah agar penggunaanya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa menganggu kestabilan perekonomian negara. Adanya mekanisme Kerjasama Pemerintah Swasta ini memungkinkan suatu negara untuk mengakses kemjauan teknologi yang kemudian akan diterapkan dalam pembangunan . Kemajuan ini akan berdampak pada pembangunan yang lebih efisien serta transparan selain itu orientasi swasta yang lebih mengarah ke mekanisme pasar dapat membantu negara bersaing dengan negara lain dalam hal kualitas pembangunan. 

Di Indonesia sendiri mekanisme KPS atau PPP mulai diatur oleh peraturan perundang-undangan sejak tahun 2005 melalui Peraturan Presiden Nomor  67 Tahun 2005 tentang Kerjasama  Pemerintah Swasta (KPS) yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Presiden No.38 Tahun 2015 tentang KPBU (Perpres 38/2015) . Menurut PasaL 5 Peraturan Presiden No.38 Tahun 2015 beberapa pembangunan infrastruktur yang dapat diadakan dengan mekanisme PPP yaitu pembangunan transportasi, jalan, fasilitas perkotaan, telekomunikasi ,sarana olaharaga, sarana kesehatan, perumahan rakyat, dan lain-lain. Tentu selama ini adanya PPP di Indonesia terbukti mampu menghadirkan berbagai pembangunan yang terbilang inovatif baik dalam skala kecil mapun skala besar.  Pembangunan tersebut tentunya bukan saja  bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat tetapi juga peningkatan kualitas infrastruktur di Indonesia.

Tentunya tidak semua pembangunan ini berjalan dengan lanncar sesuai dengan  yang diharapkan . Dalam prosesnya penerapan mekanisme PPP yang baru diterapkan di Indonesia beberapa tahun lalu kerap kali mengahadapi kendala baik itu dari pihak swasta maupun pemerintah.  Salah satunya beberapa  proyek kontruksi yang dibangun di Kota Tangerang Selatan yang hingga kini masih terbengkalai . Dilansir dari bantennews.co.id salah satu proyek yang terbengkalai ialah proyek Tandon Nusa Loka yang hingga kini masih belum ada pernyataan dari OPD  (Operasi Perangkat Daerah) setempat  sebagai penanggung jawab proyek dari pihak pemerintah mengenai alasan dari terbengakalainya proyek tersebut. 

Proyek terbengkalai lainnya  di Tangerang Selatan yaitu pembangunan gedung depot arsip Kota Tangerang Selatan dengan anggaran senilai Rp 61 Miliar yang hingga kini belum juga usai pembangunannya. Setelah ditelusuri lebih lanjut diketahui bhawa kedua proyek ini dikerjakan oleh pihak swasta yang sama.  Menurut pihak Koordinatior Tangerang Public Transparency Watch adanya kendala pada mekanisme  PPP di Kota Tangerang Selatan ialah diduga karena pihak swasta yang mengelola proyek tersebut masih belum lulus uji verifikasi legalitas perusahaan namun perusahaan ini tetap dimenangkan sebagai tender proyek tersebut . 

Padahal kelayakan suatu perusahaan swasta terutama terkait legalitas perusahaan tersebut tentu harus jelas jangan sampai suatu proyek dipasrahkan begitu saja pada tender yang kurang mumpuni. Hal yang ditakutkan tentunya akan terjadi penyalahgunaan anggaran akibat proses pembangunan yang masih belum memiliki kejelasan hukum.  Masalah serupa juga terjadi di beberapa proyek pembangunan lainnya yaitu proyek monorel di Jakarta yang pembangunannya mulai  diresmikan pada tahun 2004 silam. Proyek ini awalnya sempat lancar di tahun 2005 dengan dikelola oleh PT Jakarta Monorail  dengan perkiraan nilai investasi mencapai US$ 670 juta dan sebagian besar dari dana tersebut diperoleh dari pinjaman luar negeri. Sayangnya proyek bernilai investasi besar tersebut mulai mangkrak sejak tahun 2007 hingga pembangunannya harus diberhentikan oleh Gurbernur Jakarta pada saat itu. 

Sempat dilanjutkan kembali saat era kepemimpinan Jokowi, proyek ini kembali diserahkan pengerjaannya  ke PT Jakarta Monorail yang sempat gagal dalam melanjutkan proyek ini. Alhasil proyek tersebut kembali gagal dilanjutkan  setelah pada tahun 2015 Ahok  sebagai Gubernur yang menjabat pada saat itu memilih untuk memberhentikan kembali  proyek tersebut dikarenakan pihak PT Jakarta Monorail belum mampu memenuhi persyarat an kerjasama yang diajukan oleh pemerintah.  

Salah satu dari persyaratan ini ialah kepastian dari pihak PT Jakarta Monorail mengenai kecukupan modal untuk berjalannya  proyek monorail. Hingga kini proyek monorail Jakarta masih terbengkalai dengan berbagai tiang kontruksi proyek yang ditinggalkan begitu saja di sepanjang  Jalan HR Rasuna Said, Jakarta. Kendala lain yang kerap kali dihadapi dalam pelaksanaan PPP ialah sulitnya mencari investor pendukung untuk suatu progam pembangunan. Seperti yang terjadi pada rencana proyek Jalan Nasional Timur Sumatera di Priovinsi Riau yang belum dapat terealisasikan akibat kekurangan investor. Sulitnya mencari investor dalam proses pembangunan dengan PPP di Indonesia  memang bukan rahasia umum lagi. 

Masih tumpang tindihnya regulasi serta sulitnya perizinan mengenai tata ruang suatu daerah menjadi salah satu alasan sulitnya mendapatkan investor untuk suatu proyek pembangunan. Kini pemerintah mulai berbenah dengan disahkannya Omnibus Law sebagai langkah awal untuk menyederhanakan regulasi serta perzinan tata ruang yang nantinya dapat mempermudah berjalannya invetasi oleh para pihak swasta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline