Sebagai anak yang dilahirkan dan cinta Pulau Samosir, turut tergugah terhadap keresahan penduduk atas penguasaan kawasan hutan oleh pemerintah di seputaran Danau Toba khususnya di Pulau Samosir.
Sebenarnya dengan alasan apapun pemerintah tidak boleh melakukan tindakan kekerasan dan pengusiran kepada masyarakat yang menggunakan kawasan hutan untuk kelangsungan hidupnya.
Terutama kepada penduduk yang bermukim di huta (desa) sudah turun temurun sebelum ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan hutan. Pemerintah wajib menghormati, melindungi dan menghargai nilai budaya dan adat setempat, jadikan masyarakat sebagai subyek (persona) bukan sebagai obyek (benda).
Keragaman budaya masyarakat di seluruh Indonesia, seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam kita merumuskan langkah-langkah dalam mengelola kawasan hutan.
Pemerintah dalam mengklaim dan menetapkan status kawasan hutan perlu mengoreksi pandangan bahwa kawasan hutan adalah "kertas putih" seakan tidak ada pemilik dan tidak ada sejarah penguasaannya.
Tersedia solusi yang disediakan pemerintah untuk memfasilitasi penduduk yang sudah bermukim di huta (desa) secara turun temurun sebelum ditetapkan sebagai kawasan hutan.
Desa dan lahan garapan yang letaknya di tengah atau dikelilingi kawasan hutan ditetapkan pmerintah sebagai Desa Enclave. Artinya penduduk memiliki hak-hak di dalam kawasan hutan berupa pemukiman (desa) dan atau lahan garapannya dengan luasan terbatas.
Masalahnya sekarang apakah saat penyusunan Peta Kawasan Hutan Sumatera Utara, desa-desa yang masuk di dalam kawasan hutan sudah ditetapkan sebagai Desa Enclave?
Binsar Sitanggang
Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H