Lihat ke Halaman Asli

‘Mengintip’ Cak Nun

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sedikit saya mencoba memberikan gambaran tentang siapa sebenarnya Cak Nun, tulisan ini mewakili sekilas cara pandang beliau terhadap kehidupan, dan terhadap demokrasi dewasa ini. Meski secara teoritis beliau tidak pernah mengaku sedikitpun sok paham tentang politik. Setidaknya, antara Cak Nun dan perwayangan ada hubungan yang tidak bisa dijelaskan,  Beliau sangat pandai memainkan kata dan atau menukiknya, sehingga orang lain merasa kecele dengan sifatnya yang tak terpikirkan.

Tampil beda dan berani bersikap husnudzon (berprasangka positif) terhadap siapapun. Itulah kesan pertama saat ku menyelami kata demi kata dalam lautan pemikiran beliau. Kepada orang yang benar-benar sudah diklaim atau secara intens berbenturan dengan kriminalpun beliau selalu husnudzon. Terutama terhadap pemerintahan kita saat ini. Menurut pandangan beliau, para birokrat tersebut memiliki banyak sifat positif (disamping lebih banyak juga negatifnya), dalam mendefinisikan momok demokrasi misalnya beliau mengatakan demokrasi itu bagai perawan, antik juga. Siapa saja boleh tertarik padanya, karena daya pikat yang kuat yang dimiliki sang perawan itu. Dan tentunya ada juga yang berusaha untuk memerkosanya, dengan menabrak hukum,konstitusi dan moral. Sungguh dalam mata beliau demokrasi itu suci, bahkan kesuciannya bisa menandingi tuhan.

Saya memang agak sedikit terganggu dengan ungkapan beliau yang menyatakan kalau kebenaran tuhan dibawah dari kebenaran dan kesucian demokrasi, dalam negeri bukan pemerintahan islamiyah ini. Beliau menambahkan kita melangggar tuhan urusannya tidak sebesar melawan hukum dan menodai demokrasi. Statemen diatas bisa juga benar kalo dipandang dari aspek negera kita yang bukan memakai hukum Islam. Tapi, biarlah mungkin saya yang hanya memiliki pengetahuan yang masih sedikit. Beliau kan guru saya juga.

Diluar kontroversinya dan pikiran nylekitnya. Saya tersanjung dengan sifat beliau yang selalu merendah. Berulangkali beliau mengatakan bahwa dirinya kotor dan awam. Mungkin beliau sudah menapaki maqom ma’rifat binafsihi ( sudah mampu memahami pribadinya secara sempurna). Beliau mampu memahami tentang kepribadiannya dan kelemahannya dihadapan Allah dan tidak memposisikan dirinya lebih baik dari dihadapan manusia. Manusia yang sudah memahami kemanusiannya, mungkin itulah kata yang tepat untuk beliau.

Dalam ungkapanya “ Tuhan yang suci tak kan bertambah kesuciannya kala ku memujiNya, seperti iblis yang memuji kehebatanNya”.  Dan masih banyak lagi ungkapan yang sejenis lainnya. Beliau sangatlah rendah hati, meski kepada orang yang tidak dikenal sekalipun.

Kekuatan Cak Nun dalam menulusuri situasi di negeri ini masih sangat tajam sekali. Padahal dia sudah memasuki usia yang bisa dikatakan tidak efektif lagi untuk menulis. Terbukti  percikan-percikan pemikirannya sering sekali muncul di media massa terkemuka di negeri ini, tulisannya pun terkesan tidak menggurui. Beliau kerap menyuguhkan sajian sepele yang tidak terpikirkan oleh manusia umumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline