Lihat ke Halaman Asli

Suatu Jumat di Pesantren

Diperbarui: 30 April 2016   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tok tok tok...

Suara sabit beradu dengan bambu bersahutan silih berganti. Nadanya riuh rendah berdendng dengan candaan para santri. Bambu apus hijau nampak tergeletak memanjang di halaman asrama putra. Kakinya teramputasi oleh gergaji, dipukul dan dipaku, akhirnya menjadi patok, tungku, gapura dan jemuran baju. Faruk, Dani, dan adik2 kelasnya sibuk dengan bambu masing2.

Dua hari menjelang kegiatan kemah santri, tiada yang menyibukkan siswa kecuali persiapan perbekalan. Acara rutin tahunan itu memang sangat dinanti siswa. Sambutan meriah dan wajah sumringah santri dalam menghadapinya. Hari ini tidak santri putri dan putra, semuanya bersiap dan berbekal menjalaninya.

Kamah sering disebut juga mukhoyyam #bahasa arab. Kegiatan bersama siswa latihan hidup di alam bebas dengan peralatan sederhana. Tidak ada rumah tersedia, makanan dan pakaian juga tiada. Selain juga jauh dari orang tua, hanya teman seregu yang ada. Semuanya tiada kecuali dibuat dan dipersiapkan sendiri. Kemandirian menjadi orientasi pertama yang diharapkan dalam acara kemah.

Berganti lokasi di kantor Bina Umat Center. Nampak kelas 9B1 penuh dengan siswanya. Berbaju seragam pramuka coklat muda atas dan coklat tua bawahnya. Duduk berjajar rapi sesuai meja kursinya. Serius sekali mengerjakan soal #TPMUN test pendalaman materi ujian nasional. Tidak ada suara kecuali khusyuk mencari jawaban soal bahasa inggris. Menerka-nerka jawaban lebih baik daripada menghitung kancing baju karena tiada pengetahuan di kepala.

Ust Lilis sang pengawas nampak dipojok belakang, duduk di kursi dengan HP ditangan. Mungkin menjawab sms suaminya. Umi, kenapa masuk jika biasanya hari jumat waktunya libur?. #Kemungkinan aja.

Ust lilis mengawas terlihat santai tiada beban. Karena tidak ada siswa yang bakal buka contekan, Insya Allah. #AnakSholih

Di halaman masjid, nampak dua siswa putri termanggu-manggu dengan wajah cemas. Sesekali mendekat ke jalan kampung. Menerawang jalan dari karanganjir sampai ujung dekat lapangan. Menunggu sebuah sosok penjemput. Warna bajunya yang terang tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Mana sih yang mau jemput aku, terbersit di benak Maharani Zhalsa.

Kak, kita jalan sampai kolowenang aja yuk, ajak Kanaya TsaBita Yasmin

Tapi Maharani tidak mau, dia mau menunggu saja jemputan itu.

Masih di halaman masjid. Nampaklah dua santriwati berjalan menuju gerbang. Ukhti, mau kemana ?? Tanyaku pada Maurita dan Faniyatun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline