Lihat ke Halaman Asli

Khalishah Nabila Firdaus

Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tali Merah Retorika dan Dakwah

Diperbarui: 15 Juni 2024   16:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hubungan antara retorika dan dakwah sangat erat. Retorika adalah seni berbicara, sedangkan dakwah secara harfiah berarti mengajak dengan berbicara. Dakwah yang dilakukan dengan bahasa yang indah akan memikat pendengar atau mad'u, yang disebut dakwah billisan.

Retorika mencakup komunikasi verbal, baik lisan maupun tulisan. Dalam dakwah, ada bentuk dakwah billisan (dengan berbicara) dan bilkitabah (dengan tulisan). Dakwah tidak hanya dilakukan dengan berbicara tetapi juga dengan tulisan.

Selain itu, retorika juga mencakup komunikasi nonverbal, baik secara langsung maupun melalui media. Dalam dakwah, ini dikenal sebagai dakwah bilhal. Dakwah bilhal bisa dilakukan secara online atau offline. Dalam retorika, ada konsep bahasa tubuh dan gerakan tubuh yang dalam dakwah berfungsi sebagai keteladanan atau role model.

Retorika berkembang dari seni berbicara menjadi ilmu berbicara, dan dakwah juga berkembang dari kegiatan agama menjadi kajian ilmiah. Retorika awalnya adalah warisan budaya yang kemudian berkembang, sedangkan dakwah juga berkembang menjadi ilmu yang sistematis, logis, dan dapat diverifikasi.

Tujuan retorika adalah menyampaikan pesan secara informatif, persuasif, dan rekreatif. Pesan dakwah yang terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak juga dapat disampaikan secara informatif, persuasif, dan rekreatif. Tujuan retorika dan dakwah pada batas tertentu sama-sama bersifat edukatif.

Dalam konteks retorika persuasif, dakwah memiliki metode seperti bilhikmah, ceramah, dan diskusi yang harus disampaikan dengan lemah lembut.

Pengembangan retorika mensyaratkan penggunaan bahasa baku, berdasarkan data dan riset. Syarat ini juga berlaku bagi dakwah, baik billisan, bilkitabah, maupun bilhal, terutama karena pendengar semakin kritis dan rasional.

Dalam retorika, Aristoteles memperkenalkan konsep pathos, logos, dan ethos. Para dai juga harus memiliki ketiganya, baik secara intelektual maupun spiritual. Namun, dalam konteks pathos, ekspresi sedih atau gembira para dai bukan hanya sekedar retorika.

Dai harus menguasai retorika verbal dan nonverbal. Sebaliknya, retorika juga sebaiknya memuat konten dakwah, termasuk akidah, syariah, dan akhlak. Dakwah tanpa retorika akan lumpuh, sedangkan retorika tanpa muatan dakwah akan buta.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline