Lihat ke Halaman Asli

Angga Bima Suharto

Hanya seorang penulis biasa

Jika Aku Telur, Aku Pasti Baca Ini

Diperbarui: 10 Maret 2016   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sekumpulan Telur. Foto diambil dari merdeka.com"][/caption]"Pluk", begitu bunyinya saat sebuah telur terjatuh dari lubang induknya. Saat itu, sebagian kita menilai hal tersebut adalah awal kehidupan dimulai. Namun, tahukah kalian bahwa ternyata kehidupan sesungguhnya baru akan dimulai bukan ketika telur keluar dari induknya melainkan berlangsung ketika engkau menjadi sebuah telur?

Telur, hanya akan menjadi telur jika tidak mendapatkan perhatian khusus, tidak akan menetas bila diperlakukan dengan cara yang tidak tepat, apalagi cara yang salah. Begitu rapuhnya sang telur ini, kulit tipisnya tak mampu menahan gangguan dari luar yang begitu ekstrem, hanya mampu menahan gangguan yang sederhana saja. Itulah mengapa sang telur ini memerlukan perhatian khusus, agar tetap bertahan menjadi telur yang berkualitas.

Suhu yang hangat, sinar yang pas, hingga dekapan dari induknya. Ketiga komponen ini cukup mampu membuat sang telur dalam kondisi prima, yang mampu membuat sang telur kelak menjadi telur yang berkualitas. Tentunya telur yang lahir hasil pengawalan maksimal ini akan melahirkan unggas-unggas yang luar biasa, unggas yang menjadi ras pemimpin dari kaumnya.

Aah, bosan, apa sih daritadi ngomongin telur hingga unggas. Eitt tunggu dulu, telur ini penulis ibaratkan seseorang yang selalu mencoba memperbaiki diri, kondisi di mana seseorang ini akan bisa terjatuh kembali ke masa lalunya. Saat ketika telur jatuh dari peranakan induknya, di kala itulah seseorang mencoba untuk berubah menjadi lebih baik, mungkin, dari seseorang yang penuh kesalahan menjadi diri sendiri yang lain, tentunya yang lebih baik dari sebelumnya.

Jangan Neko-neko, Ikuti Saja Alurnya

Seperti yang di awal penulis bilang, kehidupan sang telur alias orang yang mau berubah ini dimulai saat menjadi telur. Kondisi ini dirasa menjadi momen krusial penentuan kualitas atau tidaknya telur tersebut. Salah satunya bisa dilakukan dengan menjadi telur yang tidak "neko-neko". Mengapa? Karena telur itu rapuh, bisa saja tergelinding ke samping sarang, syukur-syukur kalau hanya sampai di tepian. Bagaimana jika engkau terlalu jauh bergelinding? Tamat sudah nasib kau sebagai sebuah telur.

Kalau telur butuh suhu dan sinar yang pas hingga dekapan induknya, orang yang ingib berubah lebih baik pun demikian, mereka butuh niat yang sungguh-sungguh, orang yang tepat, hingga lingkungan yang baik. Satu saja faktor tersebut tidak ada, maka "prak", telur pun akan pecah setelah tergelinding jauh dari sarangnya. Di kala itu, sirnalah harapan telur tersebut untuk dapat menikmati perjuangan hidup di dunia.

Niat yang sungguh-sungguh ini tercermin dari diri, terlihat dari ketulusan hatinya menepati setiap komitmen yang ia buat. Awal perjuangan yang menggebu, ketika tidak sungguh-sungguh, hanya akan menambah beban pikiran dan titik depresi yang semakin meningkat. Berikutnya adalah orang yang tepat dan lingkungan yang baik, salah saja kau memilih "sahabat" untuk dijadikan teman ceritamu, tidak akan menambah solusi, yang ada kegelisahan malah timbul, carilah teman yang sekiranya Tuhan mempercayakan dia untukmu dapat berbagi.

 Jadi, sudah siapkah kau menetas?

 #CeritaDibuatOlehSangTelurDiujungTanduk

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline