Jakarta - Mayek Prayitno, menuangkan ekspresi kedalam karya lukis yang berangkat dari permasalahan psikologi yang pernah dialami.
Pria kelahiran Tuban, 1980 ini mulai mendalami dunia seni sejak ia menjadi mahasiswa seni murni di ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta. Melalui seni lukis Mayek menuangkan ekspresinya dengan subject matter karya berupa "tubuh" yang terpecah, bertumpuk-tumpuk, saling menyilang, yang kemudian ia sebut dengan "skizofrenia." Mayek menemukan konsep ini karena latar belakang pribadinya yang mengalami masalah psikologi.
"Sebenarnya karyaku itu berangkat dari problem psikologis, problem depresi yang saya alami, dan cara mewujudkan karyanya adalah melalui wujud tubuh." Ujar pelukis yang kini berusia 44 tahun tersebut.
Setelah menyelesaikan tugas akhirnya di ISI Yogyakarta dengan subject matter karya berupa tubuh, beberapa tahun kemudian ia mulai mengembangkan karya lukisannya. Ia menambahkan beberapa elemen dari apa yang ada di dalam tubuh seperti, urat, otak, hati dan menjadikannya sebagai subject matter baru, dengan tujuan untuk mengembangkan karya-karyanya.
Dalam proses transisi berkaryanya itu, ada perubahan demi perubahan gaya lukis yang terjadi. Dari pameran awal skizofrenia fase 1 di ISI Yogyakarta, lalu pameran tunggal skizofrenia fase 2 yang bertajuk "Ego Maniak," hingga pameran tunggal skizofrenia fase 3 di Rollingdoor Art Gallery, Jakarta pada tahun 2021, dengan tajuk "Urban Insomnia."
Selain menggelar pameran tunggal, Mayek juga aktif terlibat dalam banyak kompetisi dan pameran, baik dalam kancah nasional, maupun internasional. Di skala internasional misalnya, ia pernah terlibat dalam kompetisi Young Artist di Shanghai Himalayan Art Museum, China, lalu pameran Serenata di Perth, Australia, pameran ASEAN Graphic di Vietnam, kemudian pameran New Chapter di Brazil, hingga yang mutakhir pameran Festival Kebudayaan di Jerman, pada 2024 ini.
Selama proses berkarirnya dalam dunia seni lukis, karya demi karya telah ia ciptakan, dan dari semua karyanya ada satu yang memiliki kesan lebih buatnya. Karya yang ia ikut sertakan dalam pameran Nusantara di Galeri Nasional, dan kemudian dikoleksi oleh kolektor dari Malang. Lukisan tersebut diberinya judul, "Invisible Hand." Menggambarkan tentang fenomena sosial dan politik.
"Karya itu membicarakan bagaimana sebuah fenomena atau kejadian-kejadian yang dibelakangnya itu ada yang memegang kendali. Judulnya kan Invisible Hand, jadi ada seseorang sebagai mind master yang menggerakkan perubahan sosial politik, tentunya orang-orang elite, yang mengendalikan hal-hal itu di Indonesia," ungkap Mayek pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Dalam berkarya, Mayek tidak membutuhkan waktu yang begitu lama. Biasanya ia hanya menghabiskan waktu dalam sebulan sampai dua bulan saja untuk menciptakan satu karya lukis. Dalam jangka waktu tersebut Mayek telah mampu menciptakan karya lukis dengan gaya yang terlihat kompleks dan tak terlepas dari makna-makna tersiratnya di dalamnya, begini menurut pendapat Visual Artist lain, Daffa Wira.