Lihat ke Halaman Asli

Bimario Eka B

Saya Suka Menulis

Kondisi Ekosistem Pesisir Teluk Jakarta

Diperbarui: 15 Maret 2020   23:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Puspasari, 2017

Menurut Nontji (2002), bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang dimana terjadi pertemuan antara daratan dan laut, meliputi pasang surut, angin laut,  intrusi garam, sedimentasi dan aliran air tawar serta daerah yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia.

Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007, dikatakan bahawa wilayah pesisir merupakan daerah peralihan atau pertemuan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat maupun laut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekosistem pesisir merupakan pertemuan antara dua ekosistem yakni darat dan laut dimana ekosistem ini memiliki keanekaragaaman tersendiri dan kekayaan biota-biota di dalamnya.

Menurut Dahuri (2004) bahwa dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih ekosistem mulai dari yang bersifat alami ataupun buatan. Adapun ekosistem alami yang biasanya terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah terumbu karang , hutan mangrove, padang lamun , pantai berpasir, estuaria, laguna serta delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri serta kawasan pemukiman.

Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah ekosistem pesisir yang kompleks dimana didalamnya terdapat ekositem hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun serta estuaria.

Menurut hasil penelitian kerjasama UNEP dan LPP-Mangrove menyatakan bahwa kondisi hutan  mangrove di Teluk Jakarta telah rusak berat dan sebagian telah berubah fungsi menjadi permukiman serta budidaya dan menurut Parawansa (2007) berdasarkan hasil uji vegetasi pada hutan mangrove di Teluk Jakarta bahwa hutan mangrove mengalami degradasi, kemudian kerusakan tersebut diakibat kan oleh perubahan fungsi lahan menjadi tambak, pemukiman, dan  industri.

Apabila konversi hutan mangrove tidak dihentikan dan tidak diimbangi dengan kegiatan rehabilitasi, maka di khawatirkan akan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir bahkan kepunahan biota laut yang akan merugikan lingkungan serta masyarakat pesisir Teluk Jakarta. Hal tersebut terjadi dikarenakan karena adanya kegiatan reklamasi untuk kepentingan khusus.

Proyek reklamasi Teluk Jakarta muncul dalam Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta Tahun 1985-2005 dimana perlu dilakukannya reklamasi dalam skala kecil pada Penjaringan, Pademangan, Ancol, Pluit (pantai mutiara) untuk pemenuhan akan kebutuhan lahan bagi penduduk Jakarta yang semakin bertambah setiap tahunnya.

Pada awalnya reklamasi Teluk Jakarta dilakukan dengan tujuan mengatasi keterbatasan lahan Jakarta untuk menampung jumlah penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya. Namun seiring berjalannya proyek reklamasi, tujuan reklamasi pun berubah menjadi usaha untuk mengatasi banjir di Kota Jakarta (Puspasari, 2017).  

Padahal ekosistem pesisir khususnya ekosistem mangrove pada Teluk Jakarta sendiri memiliki fungsi alami yakni sebagai daerah pemijahan ikan, kemudian pada tahun 2014 kondisi kualitas air pada perairan Teluk Jakarta sudah melampaui nilai baku mutu air untuk kehidupan biota laut yang dimana hal tersebut diakibatkan oleh adanya proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Adapun berdasarkan nilai-nilai variabel kimia (salinitas), fisika (kecerahan) dan biologi (fitoplankton dan makrozoobenthos) menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan Teluk Jakarta dalam keadaan tidak stabil dan tercemar (Puspasari, 2017).

Tabel 1 Perbandingan Kondisi Fisik dan Biologi Teluk Jakarta Tahun 2014 dan 2016

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline