Lihat ke Halaman Asli

Lawu, 3265 Mdpl. “Pucuk Impian di Tanah Kelahiran”

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bulan maret 2011, kami berencana mengadakan pendakian di gunung lawu di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk mengisi liburan panjang karena kakak kelas 3 sedang ujian. Awalnya pendakian akan dilaksanakan hari sabtu tanggal 12 maret, namun karena kepentingan dari mas john ( Paketum ) pendakian pun diundur menjadi hari minggu, kecuali untuk para alumni yaitu mas Babe, mas Teguh dan Mas syarif yang tetap berangkat pada hari sabtu (maklum, mereka kan ga’ libur ).

Beberapa hari sebelum pendakian, aku dan mas john sudah sibuk menyiapkan acara pendakian, kami sibuk memberitahu temen temen dan saudara saudara kami tentang acara pendakian itu dan juga nyari pinjeman tenda dome dan tas carrier. Sampai sabtu malam, jumlah dan muka peserta yang akan mengikuti pendakian belum jelas, aku pun jadi bingung karena pinjeman tenda domenya ga’ dapet, pinjeman tas carrier juga Cuma dapet 1, “kalau kurang gimana?”.

Hari minggu pagi, temen temen yang akan ikut udah ngumpul di tempat yang telah disepakati, yaitu di depan sekolah karena kalau hari libur ga’ boleh ada kegiatan di dalam sekolah ( walau Cuma ngumpul ). Pagi itu, ada 9 orang yang ngumpul, diantara muka muka yang ngumpul itu adalah daku sendiri, mas john, mas ucup, mas ami, andri GP, kipli, maulana, mas pandega dan bang satrio. Namun hanya 8 muka yang berangkat karena Maulana kepentok dengan urusan kampungnya (dasar orang kampung!!! Hahaha..). Setelah Packing, kami pun berangkat secara terpisah, mas john dan mas ami berangkat duluan naik bis dari terminal Palur, Andri, pandega, kipli dan satrio menyusul dengan berboncengan motor, sementara aku dan mas ucup masih harus menunggu kepastian dari temen temen Plasma (anak PA tetangga) apakah jadi ikut atau tidak. Menjelang tengah hari, kepastian pun sudah kami dapatkan, yaitu anak anak Plasma ga’ jadi ikut karena akan ke Sindoro hari selasanya. Abis dzuhur aku dan mas ucup langsung cabut mengejar ketertinggalan dari teman teman yang sudah janjian untuk ngumpul lagi di Cemoro Sewu.

Saat perjalanan di daerah Matesih, kami mendapat kabar bahwa satu temen kami mbak Fitri dari SMA Santo embuh yang rencananya mau ikut acara kami kecelakaan di karang pandan, aku menghentikan motorku di kantor desa Karanglo (sekalian mengenang diklat euuy..) untuk menghubungi mas suryo (mas’e mbak fitri) untuk memberitahukan perihal mbak fitri. Setelah masalah jelas, kami pun melanjutkan perjalanan ke Cemoro sewu. Sampai di Cemoro sewu, udara dingin sudah menusuk tulang kami (saat itu sedang turun kabut) kami segera parkir motor dan menyusul temen temen yang menunggu di masjid.

Setelah urusan adimistrasi, makan siang dan packing ulang selesai kamipun segera memulai pendakian. Dari base camp pendakian ke pos 1, rombongan masih bersama sama melintasi jalan berbatu yang basah karena hujan dan kabut. Perjalanan ke pos 1 memakan waktu kurang dari 1 jam, kami beristirahat sejenak di pos 1 dan segera melanjutkan pendakian ke pos 2. Dalam perjalanan ke pos 2, rombongan mulai berpencar. Mas ucup,mas ami,Kipli,andri dan satrio melaju di depan sementara aku, mas john dan mas pandega tertinggal karena mas john bertemu dengan pacar lamanya (Migrain). Tiba di watu jago, kami di rombongan belakang (terutama mas john) menyalurkan hobby fotografi kami, lokasi di watu jago emang pas untuk foto foto, apalagi sore itu cuaca sangat mendukung, Sunset pun menjadi bidikan utama kamera digital Mas ucup.

Puas berfoto ria, kami melanjutkan pendakian ke pos 2, di pos 2 kami berstirahat sejenak dan langsung melanjutkan pendakian di pos 3. Tiba di pos 3,ternyata andri dan satrio sudah menunggu, mereka ternyata juga ketinggalan dari rombongan depan. Kami beristirahat sambil makan nasi bungkus plus mie rebus. Karena pertimbangan cuaca dan kabut yang mulai turun lagi, kami pun memutuskan untuk nge’camp di pos 3, tenda dome segera kami dirikan dan mas john segera menunaikan tugasnya, membuat perapian. Kami berlima berdesakan di dalam tenda yang berkapasitas 3 orang tersebut, bahkan tas kami pun ditaruh di luar. Aku, andri, dan satrio segera beristirahat dan sudah siap dengan posisi tidur, sementara mas john dan mas pandega masih duduk dan sibuk membayangkan mbak setiya dan mbak tutut. Lelah bercanda, kamipun segera tidur dengan posisi berdempetan bagai sarden yang siap saji hehehe..!!

Pagi hari sekitar pukul 5, kami terbangun dan langsung packing tanpa sarapan terlebih dahulu dan langsung melanjutkan perjalanan menuju pos 4. Setengah perjalanan menuju pos 4, kami menyempatkan untuk memasak sambilistirahat karena perut kami sudah bergejolak tanda kelaparan. Kamipun memasak sebungkus mie instant untuk berempat dan langsung menyantap hidangan tersebut dan kembali melanjutkan perjalanan. Menjelang tiba di pos 4, kami melihat tenda dome yang sepertinya tidak asing buat kami, ternyata itu adalah tenda dari rombongan depan yang ternyata sudah melanjutkan perjalanannya. Teman teman menitipkan barang bawaan mereka di sana kecuali aku yang ingin membawa semua bawaanku sampai di puncak. Setelah menitipkan barang, kami melanjutkan perjalanan ke Sendang Drajat. Jalur pos 4 ke sendang drajat relatif mudah, tidak terlalu curam seperti jalur sebelumnya. Tiba di Sendang Drajat, ternyata Mas Ucup, Mas Ami dan Kipli sudah menunggu kami dan kamipun beristirahat sekaligus memasak sarapan di sendang drajat karena perut sudah kembali berteriak.

Cuaca pagi itu cenderung berkabut dan berangin yang cukup (atau sangat) dingin yang sedikit menyurutkan semangat kami. Setelah beristirahat dan sarapan, kami segera melakukan Summit Attack yang tinggal berjarak kurang lebih 300 meter. Kami memotong jalur (nyidat) menuju puncak melewati tanjakan tanah yang curam di tengah sabana (kok rha ono edelwies yaaa..). Tak lama kemudian kami telah tiba di Puncak Hargo Dumilah yang merupakan puncak tertinggi diantara puncak lainnya (Hargo Dalem, Hargo Tiling dan Hargo Dumiling). Sebelum sesi foto foto, kami melaksanakan adat yaitu Push Up 2 set (20 hitungan) dan cium tanah sebagai tanda syukur kami karena telah berhasil mencapai puncak.

Usai melaksanakan adat, Mas John pun langsung siap dengan Camdignya mas ucup dan kamipun langsung berfoto ria di bawah tugu puncak hargo dumilah. Tak sampai setengah jam kami berada di puncak, kami segera turun ke Sendang Drajat untuk beristirahat dan menentukan rencana selanjutnya. Seperti rencana sebelum berangkat, aku dan mas john akan stay di sendang drajat sampai besok sementara mas Ami batal menemani kami dan yang lain juga akan langsung turun karena kepentingan masing-masing. Setelah cukup beristirahat, aku meninggalkan bawaanku di sendang drajat dan kembali ke pos 4 untuk mengambil bawaan mas John dan juga tenda dome serta beberapa logistik pemberian teman yang lain. Di pos 4 kami berpisah, aku dan mas john naik lagi ke sendang drajat sementara yang lain langsung turun.

Di Sendang Drajat kami mendirikan tenda dome di sebuah gua kecil disamping warung. Seharian kami hanya menghabiskan waktu untuk istirahat dan gambling (berjudi) dengan cuaca. Sore hari sekitar pukul 4 perjudian kami berhasil, cuaca yang tadinya berkabut dan gerimis berubah menjadi cerah dan Duniapun menampakkan keindahannya. Aku langsung mengambil Ponsel HaPeku dan sesi foto-fotopun dimulai. Walaupun cuaca sore itu cerah, namun karena posisi kami berada di punggung timur gunung ( yang artinya sinar matahari sore tertutup oleh perbukitan Puncak Lawu ), suhu udara tetaplah sangat dingin. Sesi foto-foto pun segera kami akhiri karena Mas John saja yang mengenakan kaos dobel 4 plus Baju Balap masih kedinginan, apalagi aku yang hanya mengenakan satu kaos dan sweater tipis. Kami segera kembali ke tenda, mencari sedikit kayu bakar dan membuat perapian yg sebenarnya lebih banyak nyiksanya daripada enaknya. Bagaimana tidak, di dalam kolong tanah yg sempit kami menyalakan api dengan bahan bakar kayu basah, Oli bekas dan Lilin parafin. Asap yang pedih dan bau pun memenuhi tenda dan kolongan tanah sempit itu, alhasil kamipun tidak bisa tidur.

Pagi hari, kami bangun sekitar jam setengah 7 (sial, ga’ dapet Sunrise..). Cuaca pagi itu sangat cerah namun tetap dingin, kamipun kembali berfoto ria di bawah sinar mentari pagi yang tidak terasa panasnya. Selesai berfoto, kami langsung packing dan segera turun. Perjalanan turun relatif mudah, hanya bau belerang saja yg membuat kami agak pusing. Dalam perjalanan, mas jon meninggalkan jejak berupa bongkahan emas yg berbau sadaap beberapa puluh meter sebelum pos2, sementara aku yg menunggu di Pos 2 menyempatkan utk mencari buah Berry (sopo ngerti etuk Black Berry, hehe..). Beberapa menit kemudian mas jon sudah selesai dengan jejaknya dan kami pun melanjutkan perjalanan. Tiba di Pos 1, kami berhenti utk istirahat dan makan mie mentah karena perut kami sudah bergejolak (durung sarapan jee..). Dari Pos 1 kami berjalan perlahan karena selain sudah dekat, saat itu kaki kami juga sudah sakit dan capek. Setengah jam kemudian kami sudah tiba di Pos pendakian, suasana saat itu sepi, hanya ada 1 orang anggota PGL, 4 org anggota PajarPla yg ngecamp dan ibuk’e warung. Setelah meletakkan barang” di base camp, kami makan pagi setengah siang di warung sambil istirahat. Setelah kondisi badan membaik, kamipun langsung pulang ke solo. Walaupun perjalanan pulang kami naik motor, namu kami masih menemui beberapa masalah yaitu Helm yg seharusnya dipake mas jon dibawa pulang satrio, jadi harus pinjem helm teman ibukku yg di matesih. Terus pas nunggu helm sambil jalan” di terminal Tawang Mangu, kami jadi pusat perhatian karena bentukan kami saat itu sudah ancur”an (pdhal biasane eo ngono..). Dan masalah lainnya adalah jalan dari Bekonang sampai solo sangat ramai dan udara juga sangat panas sehingga tubuhku tidak bisa menyesuaikan diri dgn udara panas. Tiba di solo, aku mengantar mas jon sampai rumah dan langsung pulang kerumah.

Yaah, itulah ceritaku tentang perjalanan mendaki gunung Lawu maret 2011 lalu, sungguh sebuah pengalaman yg menyenangkan, melelahkan dan tak akan terlupakan.

Lawu, 3265 Mdpl. “Pucuk impian di tanah kelahiran”.

Surakarta,22 April 2011




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline