Lihat ke Halaman Asli

Purwanto (Mas Pung)

Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Saya Sangat Galau dengan Kurikulum Merdeka Ini

Diperbarui: 27 Maret 2023   20:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi gambar. Jalan Pemulihan Pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka (Sumber: tagar.id)

"Saya sangat galau  dengan Kurikulum Merdeka ini. Saya dikasih dua buku oleh koordinator kurikulum. Kedua buku itu sangat berbeda isinya, padahal untuk kelas yang sama. Saya khawatir gimana nanti saat asesmen jika adasoal yang materinya belum saya ajarkan"

Ini adalah keluhan salah seorang guru ketika pendamping Sekolah Penggerak menanyakan apa kendala yang dihadapi pada saat menerapkan Kurikulum Merdeka. Kegalauan ini bisa menjadi potret kegalauan pendidik di Indonesia. Ungkapan pendidik ini membawa kami pada sebuah refleksi yang lebih mendalam terkait pentingnya belajar mandiri secara terus menerus.

Acuan Bukan Buku Melainkan Capaian Pembelajaran

Menanggapi kegalauan di atas, kita perlu kembali kepada paradigma baru pembelajaran di dalam Kurikulum Merdeka. Ketika Menteri Pendidikan, Nadiem Anwar Makarim, mencanangkan program Merdeka Belajar dengan meluncurkan Kurikulum Merdeka, salah satu hal penting adalah pembelajaran yang fleksibel.

Pembelajaran yang fleksibel ini bukan dalam arti mengajar dengan suka-suka pendidik. Melainkan sebuah konsep bahwa pembelajaran dilaksanakan berdasarkan pada capaian pembelajaran yang diturunkan ke dalam tujuan pembelajaran.

Setiap satuan pendidikan, malah dalam satuan pendidikan yang sama, bisa saja tujuan pembelajarannya berbeda-beda pada fase dan bidang studi yang sama. Hal ini karena pembelajaran yang fleksibel dimaksudkan keluasan bagi pendidik untuk melakukan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Karena itu tidak mungkin memberikan materi yang sama untuk semua peserta didik pada fase yang sama di satu rayon/gugus. Buku yang berisi materi ajar, yang dihadirkan oleh penerbit, tidak bisa menjadi acuan. Acuannya adalah capaian pembelajaran yang diturunkan ke dalam tujuan pembelajaran. Dari deretan tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh pendidik, kemudian dicarilah sumber ajar yang akan digunakan. 

Bisa saja, secara ekstrem, pendidik tidak menggunakan buku pegangan untuk pembelajaran melainkan menggunakan banyak sumber ajar yang diperoleh dari internet. Idealnya malah seperti itu sehingga guru menyusun modul ajar. Inilah alasan kenapa sebaiknya modul ajar disusun oleh pendidik bukan menduplikasi modul ajar pendidik lain.

Modul ajar yang disusun oleh guru setelah merumuskan alur tujuan pembelajaran maksudnya agar pembelajaran menjadi sebuah proses belajar yang kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan peserta didik.

Ketika pendidik masih menggunakan buku sebagai acuan untuk pembelajaran, sesungguhnya penerapan Kurikulum Merdeka belum terlasanakan sesuai dengan seharusnya. Di sinilah pentinya refleksi bersama di dalam komunitas belajar sekolah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline