Lihat ke Halaman Asli

Purwanto (Mas Pung)

Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Siapa yang Paling Bertanggung Jawab ketika Siswa Tidak Naik Kelas atau Dikeluarkan dari Sekolah

Diperbarui: 9 Februari 2023   22:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar. Anak tidak naik kelas murni karena kesalahan guru (sumber: https://www.sekolahdasar.net/)

 

"Janganlah mencederai potensi dan jiwa kebijaksanaan murid-murid. Ini juga merupakan wujud dari menghormati kehidupan" (Master Chenh Yen)

"Siswa tidak naik kelas atau siswa dikeluarkan dari sekolah" Kedua peristiwa ini tampak jelas dilatarbelakangi oleh masalah. Dua peristiwa tersebut menyebabkan perasaan terluka dan sakit hati kepada sekolah. Siapa yang paling bertanggung jawab ketika siswa tidak naik kelas atau dikeluarkan dari sekolah?

Barangkali tidak mudah mencari jawaban siapa yang paling bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Baik orang tua maupun sekolah punya tanggung jawab masing-masing dan berbeda. Namun, siapa yang paling bertanggung jawab?

Bagaimana jika penulis menyatakan pihak yang paling bertanggung jawab adalah sekolah? Berikut ini empat (4) alasan penulis.

Pertama, sekolah pasti punya sistem seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Melalui sistem seleksi PPDB, sekolah pasti mengetahui karakteristik, potensi dan kebutuhan peserta didik. Ini artinya, ketika calon siswa diterima menjadi siswa, sekolah punya keyakinan berbasis data bahwa siswa tersebut bisa mengikuti proses pendidikan di sekolah tersebut. Siswa yang bisa mengikut proses pendidikan tentu akan mengalami perkembangan sesuai dengan arah, tujuan, misi dan visi sekolah.

Alasan kedua, sekolah melakukan proses pendidikan secara benar. Pada saat sekolah melakukan proses pendidikan secara benar, tentu peserta didik akan berproses dan mengalami perkembangan. Dalam kasus peserta didik tidak naik kelas apalagi dikeluarkan dari sekolah, terindikasi bahwa proses pendidikan di sekolah tidak terjadi secara benar. Nah, ini kesalahan sekolah. 

Begini logikanya. Peserta didik A didampingi oleh guru dengan proses pendampingan yang benar. Ketika selama proses pendampingan dilakukan, tentu sekolah punya data bimibingan dan pendampingan. Data ini tentu menjadi sumber informasi bagi sekolah yang harus dikomunikasikan dengan orangtua. Kalau sekolah mengkomunikasikan setiap data bimbingan kepada orangtua tentu tidak akan terjadi peserta tidak naik kelas atau dikeluarkan dari sekolah.

Alasan ketiga, setiap peserta didik adalah unik. Ini artinya setiap peserta didik punya kebutuhan yang berbeda dengan peserta didik lainnya. Ketika peserta didik dilayani atau kebutuhannya terpenuhi oleh sekolah, tentu saja tidak akan terjadi perserta didik tidak naik kelas atau dikeluarkan dari sekolah.

Peserta didik yang tidak naik kelas atau dikeluarkan dari sekolah adalah peserta didik yang tidak berkembang. Peserta didik tersebut tidak berkembang karena mereka tidak dilayani sesuai dengan karakteristiknya atau kebutuhannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline