Home Learning sudah bergulir satu bulan. Sebuah perubahan cara pembelajaran yang disebabkan karena faktor eksternal, Covid 19. Kondisi ini "memaksa" kalangan pendidik formal merubah cara dan pola pengajaran. Perubahan ini secara langsung menyasar pelaku utama sekolah, yakni guru dan siswa.
Saya sebagai guru dan kepala sekolah terlibat secara mendalam bukan hanya teknis tetapi emosi dan hati bagaimana perubahan ini "menghantam" pelaku utama (guru dan siswa), yang kemudian berdampak pada pola komunikasi antara orang tua dan anak (siswa).
Saya katakan "menghantam" karena perubahan yang dipaksakan jelas sekali memunculkan shock (goncangan) dan reaksi yang tidak selalu positif.
Dari evaluasi yang saya ikuti (pada saat meeting dengan dinas pendidikan) dan saya adakan dengan guru (juga sampel dengan beberapa orang tua siswa dan siswa) terlihat "goncangan" baik secara taknis, psikologis dan ekonomis-terutama orang tua)
Goncangan Karena Perubahan
Goncangan teknis yaitu ketidakselarasan antara tuntutan dengan kemampuan teknis menjalankan pembelajaran berbasis teknologi. Home learning menuntut kemampuan guru yang terampil menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Pada kenyataannya kita mengakui masih jauh antara api dengan asap, antara seharusnya dengan kenyataan (das sollen dan das sein).
Kesenjangan ini menimbulkan goncangan psikologis yang kemudian memengaruhi kualitas pembelajaran. Home learning yang diharapkan bermakna dan menyenangkan belumlah tercipta secara optimal.
Belum lagi guncangan ekonomi yang diakibatkan oleh home learning. Ketika beberapa orang tua siswa saya hubungi mereka mengeluhkan beban ekonomi yang makin berat akibat kuota internet yang dibutuhkan praktek home learning. Hal ini pula menimpa para guru ketika harus mengajar di rumah. Sebuah persoalan yang harus dilihat secara sistemik, bukan linear.
Tiga Faktor Pokok Home Learning Bermakna dan Menyenangkan
Dalam kondisi seperti sekarang ini, pertanyaan "mungkinkan pembelajaran jarak jauh dilaksanakan secara bermakna dan menyenangkan?" harus mendorong semua pihak (dinas pendidikan, sekolah, dan lembaga lain) mencari cara yang kreatif untuk perwujudannya. Semua harus berpikir positif dan kreatif serta optimis.
Saya berpikir dari sudut pandang praktis sebagai guru dan kepala sekolah. Ada tiga faktor yang harus dikelola secara kreatif dalam upaya menciptakan pembelajaran bermakna dan menyenangkan.