Lihat ke Halaman Asli

Purwanto (Mas Pung)

Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Ketepatan Memaknai "Sesuatu", Bagian dari Pendidikan Holistik

Diperbarui: 2 Oktober 2019   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Pernahkah Anda mendengarkan seorang pembicara mengartikan suatu tindakan begitu kontras dengan yang Anda pahami? Anda menjadi begitu geregetan karena akibat perkataan tersebut audien menangkap keliru suatu tindakan.

Misalnya tindakan penggalangan dana diartikan sebagai bentuk meminta-minta ("mengemis secara santun" kata seorang teman). Atau contoh lain ketika seorang terus menerus bertanya kemudian diartikan sebagai tindakan "menyerang"? 

Menyelidiki kedua contoh ini, kita bisa menafsirkan dari berbagai sudut pandang yang menghasilkan berbagai arti yang berbeda-beda. Akibat yang ditimbulkan, penafsiran tersebut membentuk persepsi dalam diri orang lain (pendengar).

Peristiwa seperti itu menurut pemikir eksistensialis disebut proses manusia memaknai dunianya. Manusia lah yang secara subjektif memberi makna terhadap apa yang diluar dirinya. Subjektivitas ini memunculkan perbedaan makna kendati objeknya sama.

Misalnya, ketika anda memasuki kamar bayi. Anda akan melihat berbagai mainan. Ada boneka dan bermacam pernak-pernik anak kecil. Bagi orang dewasa semua itu barangkali sekadar mainan atau malah tidak ada artinya. Tetapi bagi anak kecil semua itu sangat berarti.

Pentingnya Framing
Bagi seorang yang berkecimpung di dunia pendidikan, pengartian atau pemaknaan, adalah hal yang teramat sangat penting. Untuk menghidarkan salah tafsir yang bisa berakibat penyimpangan perilaku pada orang lain, ada satu istilah penting yang harus diketuhui. Itu adalah framing.

Framing ini sangat familiar dilingkungan trainer. Framing adalah membingkai sebuah peristiwa (bisa contoh, analogi, games) yang akan kita ceritakan agar orang tidak salah tafsir.

Sebelum kita menceritakan peristiwa tersebut, terlebih dahulu kita memberi makna (arti) sebagai bingkainya. Misalnya, ketika saya mengumumkan penggalangan dana kepada semua siswa, dana tersebut untuk pembangunan Rumah Sakit Tzu Chi, saya membingkai dengan kalimat bermakna sebagai berikut:

Master Chen Yen selalu mengajarkan bahwa tindakan cinta kasih tanpa pamrih semakin baik jika dilakukan oleh semakin banyak orang. Semakin banyak orang melakukan tindakan cinta kasih, walau itu kecil, akan semakin baik bagi terciptanya hidup cinta dan damai.

Dicontohkan ada seorang donatur akan menyumbang dana sangat besar untuk membangun sebuah rumah sakit. Dengan dana dari donatur tersebut bisa dibangun satu rumah sakit. Tetapi Master Cheng Yen menolak. Master memilih cara mengumpulkan dana dari banyak orang walau itu sedikit-sedikit dan membutuhkan waktu lama. 

Dengan kisah ini saya mem-framing ajakan untuk menyumbang bagi pembangunan rumah sakit. Saya mem-framing pentinya tindakan cinta kasih kendati itu kecil. Pentingnya terlibat dalam karya cinta kasih tanpa pamrih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline