Gagasan membangun sekolah yang cerdas dan humanis terus terlintas setelah menghadiri workshop yang bertajuk "Sekolah Cerdas Berbasis System Thinking". Workshop yang dibawakan oleh Dr. Andreo Wahyudi Atmoko, M.Si, mau meyakinkan bahwa system thinking menjadi cara berpikir bagi sekolah cerdas.
Sekolah yang tidak lagi berkutat pada persoalan kemudian mencari solusi tapi sekolah yang terus mencari alternative solusi sebelum persoalan persoalan muncul. Sebuah model institusi pembelajar yang terus membaharui diri melalui lima prinsip dasar.
Kelima prinsip dasar itu adalah, prinsip berpikir sistemik, membangun diri, membuka dialog dengan yang berbeda, merefleksikan midset secara kritis, dan menguatkan kerja bersama kelompok.
Memahami kelima prinsip ini tidak lah mudah. Tentu tidak mungkin mencerna dan menyerap kelima prinsip tersebut secara lengkap hanya dalam waktu satu hari.
Bagi saya hal ini sebuah kesempatan untuk mengambil jeda dari rangkaian rutinitas pengelolaan sekolah. Jeda ini saya gunakan untuk bereksplorasi mencari jawaban atas pertanyaan dalam diriku yang tersulut akibat workshop tersebut.
Pertanyaan besar itu adalah "Bagaimana membangun sekolah cerdas dan humanis?" Sebuah lembaga pendidikan yang dibangun berdasarkan cara pandang yang lebih holistic, tidak mereduksi setiap entitas sistemik kedalam aksi pragmatis belaka.
Memandang setiap aktivitas di sekolah sebagai bagian membangun manusia yang utuh; utuh sebagai pribadi dengan segala konpleksitas dinamisnya; dan utuh sebagai bagian dari keutuhan yang lebih besar yaitu makrokosmos (alam semesta).
Sampai disini saya teringat dengan gerakan dalam dunia pendidikan untuk kembali kepada nilai-nilai kehidupan. Semua institusi pendidikan baik yang public maupun private telah lama menyerukan sebuah model pendidikan berbasis nilai-nilai kehidupan.
Kurikulum Nasional ( semua masa; orla, orba, reformasi) nilai-nilai terintegarasi didalamnya, bahkan kurikulum 13 saat ini eksplisit dan tegas dirumuskan ke dalam kompetensi inti.
Sekolah private baik yang berciri umum maupun keagamaan lebih tegas menjadikan nilai-nilai kehidupan sebagai bagian teramat penting dalam praksis pendidikan. Tapi sepertinya semua itu kuat pada gaung yang kembali lagi kepada kondisi semula.
Mengapa begitu susah mencapai misi pendidikan "membangun manusia yang utuh"? pertanyaan inilah yang akan dijawab oleh pendekatan SBL (Systems Based Learning). Bagaimana SBL bisa menjadi kerangka berpikir untuk membangun manusia yang utuh tentu membutuhkan intervensi yang terstruktur, sistematis dan operasional.