Suasananya sangat lepas. Tawa dan kelakar mereka sangat riuh. Tidak terlihat sama sekali bahwa mereka berasal dari berbagai daerah dengan berbagai suku dan kepercayaana yang berbeda.
Itulah sekelumit suasana penutupan Kemah Pelajar Perdamaian 2019 yang diselenggarakan oleh Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban. Kegiatan yang bertajuk Merayakan Kemajemukan ini diselenggaran di The Media Hotel Jakarta, 15 -- 18 Agustus 2019.
Perbedaan tidak perlu menjadi halangan untuk perdamaian. Perbedaan adalah realitas kodrati. Sekitar 50 pelajar SMA dari berbagai daerah dan sekolah diajak berproses Merayakan Kemajemukan. Sengaja memilih istilah kemajemukan bukan perbedaan.
Dalam terminologi kemajemukan bermuatan positif, provokatif dan kodrati dibandingkan isttilah perbedaan. Begitu indah sekaligus berdaya pikat, dan berdaya kuat kemajemukan bangsa Indonesia dianalogkan dengan Angers yang terdiri dari beragam potensi, keunikan, perbedaan kepribadian dan kemajemukan para tokohnya yang dapat mengalahkan Thanos.
Demikianlah hakikat kemajemukan bangsa kita yang terdiri dari beragam suku, agama, etnis, budaya dan kepercayaan sesungguhnya menyimpan kekuatan yang maha dashyat untuk mengalahkan kemiskinan dan keterbelakangan.
Menerimai Keunikan Demi Perdamaian
Persoalan sara di tanah air kita sangat pelik dan sensitive. Masyarakat mudah sekali terpancing emosi oleh isu sara. Saat refleksi ini saya tulis, di Papu dan Surabaya sedang terjadi peristiwa yang sangat memprihatinkan. Salah mengerti karena informasi yang keliru berakibat pada bentrokan dan kerusuhan. Masyarakat Indonesia sangat rentan oleh isu dan hoaks. Kare
na itu generasi muda harus menjadi lebih baik dalam menata kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Berbagai upaya dilakukan untuk mempersiapkan generasi emas pada saat ledakan bonus demografi. Kemah Pelajar Perdamaian 2019 adalah salah satu upaya yang dilakukan pemerintah guna membekali generasi muda dengan cara berpikir yang terbuka dan semangat kemajemukan.
Sekolah harus menjadi agen yang membangun semangat merayakan kemajemukan. Sekolah seyogyanya tidak mengkotak-kotakan para siswa bedasarkan agama. Sekolah sebagai lembaga formal harus berani merayakan kemajemukan dengan memberi kesempatan dan fasilitas kepada semua agama untuk merayakan kepercayaan para siswa sesuai agamanya. Dalam hal ini Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi berdiri didepan sebagai salah satu sekolah yang memberi fasilitas kepada semua agama untuk mengungkapkan iman para siswa dalam pelajaran agama masing-masing dan beribadah sesuai dengan agamanya. Dengan cara seperti ini, Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi menerima keunikan setiap siswa demi membangun perdamaian masyarakat. Persis seperti yang selalu disampaikan Master Cheng Yen bahwa menyelesaikan persoalan didalam masyarakat harus dimulai dari sekolah.
Dalam kemah pelajar pedamian ini, SMA CInta Kasih Tzu Chi mengirim tiga siswa sebagai utusan. Bersama dengan para siswa dari berbagai sekolah, para pelajar SMA Cinta Kasih Tzu Chi berproses merayakan kemajemukan. Dari kesan yang mereka ungkapkan, kegiatan ini sangat positif mengubah cara berpikir peserta menjadi lebih terbuka terhdap kemajemukan; dan menggerakan mereka melakukan kegiatan tindaklanjut demi perdamaian dalam kemajemukan. Mari kita bangun semangat merayakan kemajemukan bukan hanya secara partial melainkan sebagai sebuah pembiasaan di sekolah dengan cara memberi fasilitas kepada semua agama untuk mengungkapkan keunikan kepercayaannya. Ketika para siswa di sekolah bisa merayakan kemajemukan, di masyarakat akan tercipta kedamain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H