Lihat ke Halaman Asli

Purwanto (Mas Pung)

Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Pendidikan Perkoperasian Kunci Sukses Berkoperasi

Diperbarui: 7 Juni 2017   18:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan Anggota Baru

Pendidikan Perkoperasian adalah kunci sukses berkoperasi. Bagi pengelola koperasi pesan itu berarti keharusan untuk merancang pendidikan perkoperasian bagi pengurus, pengawas, karyawan dan anggota koperasi. Sedangkan bagi anggota, pesan itu bermakna untuk "mendidik diri sendiri" sehingga siap meraih kesuksesan.

 Saya menyebut "mendidik diri sendiri" dalam arti bahwa setiap anggota harus memiliki kemauan belajar, keinginan mengetahui yang berkobar-kobar mengenai koperasi dan bagaimana sukses melalui koperasi. Ketika kerelaan "mendidik diri sendiri" sudah tumbuh dalam diri anggota, maka setiap kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh koperasi akan disambut antusias oleh anggota, selain mereka akan belajar secara pribadi melalui buku, media masa dan sarana belajar yang ada.

Pendidikan perkoperasian menjadi salah satu prinsip Koperasi seperti yang ditegaskan dalam Undang-undang nomor 25 tahun 1992 dalam rangka mengembangkan koperasi. Merujuk pada bunyi undang-undang tersebut, sepertinya tidak mungkin membangun koperasi menjadi besar jika pendidikan mengenai perkoperasian ditinggalkan. Pentingya pendidikan perkoperasian juga bisa dilihat dari ketentuan penggunaan sisa hasil usaha yang mengalokasikan sebagian SHU untuk pendidikan. Sedangkan dalam konteks Koperasi Kredit, Pendidikan adalah salah satu pilar dari empat pilar Koperasi Kredit. 

Dikatakan "Pendidikan adalah jantungnya koperasi". Koperasi kredit tumbuh dan berkembang dari pendidikan, untuk pendidikan dan oleh pendidikan. Pendidikan akan mengarahkan pada kesadaran bahwa berkoperasi itu pada dasarnya proyek mengubah cara berpikir yang hasilnya pada pembentukan karakter. Karena itulah koperasi pertama-tama menjadi kumpulan manusia yang secara bekerja sama membangun derajat hidup yang lebih baik melalui kegiatan koperasi (bisa kegiatan simpan pinjam, kegiatan usaha dan lain-lain) Tanpa adanya perubahan karakter pada anggotanya, sesungguhnya koperasi belum berhasil mewujudkan tatanan sosial masyarakat yang lebih baik.

            Selama ini pendidikan kepada anggota koperasi belum mendapatkan perhatian dan porsi yang proporsional. Banyak koperasi melakukan pendidikan perkoperasian sebatas pada pengelola, bukan kepada anggota. Pengetahuan, ketrampilan dan perubahan sikap baru pada level pengelola. Tidak mengherankan jika anggota koperasi tidak terlibat aktif dalam berkoperasi kerena mereka tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Bahkan tidak sedikit dijumpai koperasi membiarkan anggota tidak "terdidik" sehingga terjadi penyalahgunaan penggunaan uang pinjaman koperasi. 

Ketika saya berdiskusi dengan beberapa pengelola koperasi hal seperti itu disebabkan karena pengelola tidak tahu bagaimana merancang pendidikan anggota. Ini pula persoalan koperasi yaitu pengelola tidak kompeten sehingga tidak tahu bagaimana merancang pendidikan anggota, padahal pendidikan anggota sangat menentukan kesuksesan berkoperasi.

            Dalam bukunya yang berjudul "Kiat Mengelola Credit Union" Munaldus dkk, menulis topik-topik dasar yang sebaiknya menjadi materi  dalam pendidikan anggota. Topik-topik tersebut menurut penulis sangat baik dan menjadi dasar kesuksesan setiap orang dalam bidang apapun. Itu adalah pembangunan manusia atau pmbentukan karakter. Oleh karena itu, dalam pendidikan anggota Munaldus dkk menegaskan konten pendidikan anggota 80 %  pada soal sikap dan 20 % soal teknis. Dalam ranah pendidikan formal dapat saya petakan sebagai berikut: kognitif-psikomotor-afektif dengan perbandingan 20:30:50. Perbandingan terbalik jika dibandingkan dengan konten pendidikan formal.

            Saat ini saya sedang merancang sebuah buku pegangan untuk anggota koperasi simpan pinjam yang ber-tajuk "Cara Cerdas Menjadi Anggota Koperasi Simpan Pinjam". Sebuah buku yang saya rancang berdasarkan keprihatinan betapa banyak persoalan yang dihadapi koperasi justru karena anggota yang tidak paham berkoperasi. Persoalan itu menjadi penyakit kronis dan mematikan karena pengelola yang seharusnya melakukan tindakan curatif justru berindak malpraktek akibat ketidakpahaman, istilah yang keren pengelola tidak kompeten.

 Harapan saya refleksi yang saya buat dalam sebuah buku ini bisa menjadi sumbang sih kepada perkoperasian di Indonesia. Selain itu refleksi ini djuga dimotivasi oleh sebuah keyakinan bahwa sekecil dan sesederhana apapun peristiwa itu jika saya refleksikan akan bermakna, paling tidak untuk diri saya sendiri. Disni saya teringat apa yang pernah dikatakan oleh Lita Tamzil, Penulis Buku Belajar Gaul, Jadi Manusia Unggul "Bukankah lebih baik punya pengalaman kecil tetapi belajar banyak dari pengalaman tersebut, ketimbang mempunyai pengalaman yang dramatis tetapi tidak tahu harus belalajar apa dari sana".  (Oleh Ag. Purwanto-Pengurus Kopdit Usaha Sejahtera)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline