Lihat ke Halaman Asli

Purwanto (Mas Pung)

Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Teknologi Komunikasi Internet Belum Menjadi Tulang Punggung Pendidikan di Sekolah

Diperbarui: 30 Januari 2016   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Teknologi Komunikasi Internet Belum Menjadi Tulang Punggung Pendidikan di Sekolah| Ilustrasi: Shutterstock"][/caption]Orang mengatakan hidup saat ini sangat praktis karena setiap orang dapat dengan mudah mengakses informasi. Tentu berkat perkembangan Teknologi Informasi dan Komuniksi (TIK). Tetapi sebagian orang mengatakan yang sebaliknya, hidup makin sulit dan tantangan makin berat. Dilihat dari spirit inovasi sebuah penemuan selalu hadir dengan maksud memberi manfaat yang lebih besar bagi kehidupan dan perkembangan peradaban manusia, termasuk TIK. Pemanfaatan TIK telah masuk ke semua bidang kehidupan manusia.

Tidak bisa dibayangkan sebuah aktivitas atau sebuah komunitas bebas dari pengaruh teknologi ini. Malah saat ini hampir terjadi ketergantungan pada alat komunikasi ini. Hal ini terbuktikan begitu banyak orang merasa lebih panik ketika ketinggalan smartphone dibanding jika mereka ketinggalan dompet atau hal lain. Sebuah pertanyaan mendasar yang harus selalu kita tanyakan pada diri kita adalah bagaimana TIK bisa meningkatkan kualitas hidup sesuai dengan bidang Anda masing-masing?

Pada artikel ini saya akan merefleksikan TIK dalam konteks pendidikan dilembaga formal (semua satuan pendidikan). Tanpa bermaksud memberi penilaian terhadap sekolah tertentu, apalagi sebuah penghakiman, saat ini jika diperhatikan tidak ada guru yang tidak memiliki smartphone, malah terkadang seorang guru memiliki lebih dari satu smartphone sehinnga untuk membawanya saja harus menggunakan tempat khusus. Hal yang sama terjadi pada siswa, bukan hanya mahasiswa melainkan siswa tingkat dasar pun telah memiliki smartphone. Smartphone yang kaya akan fitur kekinian dengan aplikasi ratusan program yang dapat didownload dengan mudah dan murah, bahkan gratis. Indonesia adalah pasar gadget yang sangat potensial, dan setiap tahun mengalami kenaikan.

Hal ini berbanding lurus dengan pengguna internet di Indonesia yang terus meningkat. Data dari Kemenkominfo menunjukkan pengguna internet di Indonesia meningkat dari 74 juta orang pada tahun 2013 dan tahun 2014 menjadi 111 juta, dan tahun 2015 diprediksi separoh jumlah penduduk Indonesia mengakses internet. Berdasarkan pada data tersebut tahun 2016 pengguna internet di Indonesia akan makin tinggi. Dari jumalah itu tentu saja para guru dan para siswa.

 

Mengapa Pendidikan Seolah Berjalan Ditempat?

Perkembangan TIK tentu berpotensi memberi dampak positif pada pendidikan di Indonesia. Saya katakan berpotensi karena sampai saat ini pendidikan seolah berjalan di tempat. Perkembangan TIK lebih kentara pada bidang entertainment, marketing, perdagangan dan bidang lain, tetapi belum maksimal pada bidang pendidikan. Kenyataan ini didukung oleh beberapa kenyataan berikut:

Pembelajaran Tradisional. Banyak sekolah dan guru masih melakukan pembelajaran di kelas dengan model tradisional. Siswa mendengarkan dan guru ceramah. Komunikasi antara guru dengan siswa masih satu arah. Guru sebagai penceramah dan siswa sebagai pendengar. Pembelajaran seperti ini sangat membosankan siswa dan membuat guru lebih cepat merasa lelah.

Guru dan Siswa Konsumtif. Mentalitas konsumtif menjadi dampak negatif dari modernisasi. Guru dan siswa bagian dari modernisasi. Mentalitas konsumtif tersebut kentara sekali dari aplikasi yang ada dismartphone mereka, antara lain facebook, twitter, Instagram, games, musik dan video. Tentu aplikasi ini tidak dengan sendirinya konsumtif karena didalamnya terdapat konten edukatif. Sayangnya konten edukatif sering menjadi terabaikan. Facebook, twitter, Instagram menjadi sosial media yang digunakan untuk mengupdate stastus daripada sebagai media pembelajaran. Masuk ruang guru, atau saat istirahat, dan selesai jam pelajaran, smartphone dan notebook online dan yang dirambah adalah just for fun.

Mengudate status, menjawab inbox dan bermain games menjadi aktivitas pokok, bahkan saat dikendaraan atau juga ruang tunggu. Jauh dari budaya membaca artikel apalagi menulis artikel. Sosial media bagai bui tanpa jerugi bagi guru dan siswa. Kuota internet dan pulsa habis lebih dimanfaatkan untuk mengakses media social. Hal ini didukung hasil riset yang dilakukan oleh Perusahaan eMarketer yang merilis sebuha laporan tentang pengguna FB diseluruh dunia. Indonesia menempati peringkat ketiga tertinggi pengguna facebook setelah Amerika dan India. Anehnya sosial media ini makin menjauhkan mereka dari sosialitas.

“TIK belum menjadi tulang punggung pendidikan kita” kata Dr. Asnan Furitno. Diakui pemerintah dan lembaga swasta yang concern pada pendidikan terus membangun instalasi dan gerakan internet masuk sekolah/kampus. Berapa persen sekolah yang telah memiliki akses internet? Sekolah dikota besar tentu lebih beruntung karena perangkat computer dan internet sering sudah menjadi fasilitas belajar. Tetapi tidak demikian dengan sekolah-sekolah di wilayah timur Indonesia dan didaerah. Tetapi apakah dikota kehadiran internet di sekolah telah menjadi bagian integral dari proses pendidikan dan pembelajaran? Tentu ini menjadi hal yang berbeda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline