Pengaruh pemikiran oposisi biner yang diciptakan oleh kolonialisme untuk membuat ide tentang negara yang terjajah sebagai tidak maju, dan buruk yaitu kebalikan dari citra negara penjajah yang maju dan baik masih ada sampai saat ini.
Pemikiran Orientalisme dan Poskolonialisme banyak digunakan untuk menunjukkan posisi menentang Kolonialisme dan Eurosentrisme dengan isu terkait identitas, rasisme, minoritas dan agama Islam yang juga menjadi salah satu mayoritas agama negara yang dijajah.
Teori Orientalisme yang bisa dibilang muncul di era Poskolonial sangat tertarik pada budaya penjajah dan terjajah dan berusaha menjelaskan secara kritis apa yang terjadi ketika dua budaya berbenturan dan salah satunya secara ideologis menjadikan dirinya superior dan mengasumsikan dominasi dan kontrol atas yang lain.
Said, dibesarkan sebagai seorang Anglikan, memiliki latar pendidikan bersekolah di sekolah Inggris di Kairo kemudian studi di Princeton dan Harvard. Ia menjadi seorang kritikus sastra dan seorang profesor sastra komparatif di Columbia University di New York.
Menurutnya, dunia “Barat" menciptakan konsep dan stereotip budaya "Timur", yang menurut Said pengaruh oposisi biner ini memungkinkan orang Eropa untuk menekan orang-orang di Timur Tengah dan Asia untuk merepresentasikan diri mereka sebagai masyarakat dan budaya yang berbeda.
Dengan menggambarkan budaya Asia dan Islam sebagai ‘unik’ selama masa imperialisme Eropa yang memerlukan bantuan “Barat” untuk bisa maju seperti negara-negara di Eropa
Said berpendapat bahwa Eropa menggunakan Timur dan imperialisme sebagai simbol kekuatan dan keunggulannya. Orientalisme mereduksi dunia non-Barat menjadi entitas budaya homogen yang dikenal sebagai "Timur". Said juga mengatakan para subyek yang terjajah diperlakukan sebagai ‘the other’—atau liyan yang dalam hal ini ditujukan untuk negara yang mayoritas masyarakatnya Muslim seperti di Timur Tengah dan Asia.
Negara-negara di wilayah ini mengalami masa kolonialisme dan sebagai objek yang direpresentasikan sebagai negara terbelakang atau berkembang dari kerangka standar dan definisi yang dipaksakan kepada mereka dari luar seperti perkembangan teknologi dan pemikiran Barat. Di antara pengaruh yang mendasari definisi ini, dalam pandangan Said, perhatian Barat yang sudah lama ada dengan menghadirkan Islam sebagai lawan dari Kristen atau Barat.
Bagi Eropa, negeri-negeri di Timur merupakan koloni-koloni Eropa yang terbesar. Sumber peradaban, bahasa, budaya, dan salah satu imaji yang paling dalam serta paling sering muncul sebagai “dunia yang lain” di mata Eropa. Selain itu, dunia Timur telah membantu mendefinisikan Barat sebagai imaji, gagasan, dan pengalaman yang dianggap kebalikan dari definisi Barat itu sendiri.
Namun, Timur bukanlah sebuah khayalan melainkan suatu bagian integral dari peradaban dan kebudayaan material bangsa Eropa. Orientalisme menampilkan hal tersebut secara budaya dan bahkan ideologis dengan segala studi, institusi dan doktrin yang mendukungnya seperti penulisan sejarah di zaman kolonial.
Selanjutnya Said menegaskan bahwa Orientalisme adalah suatu ide yang dibuat antara “Timur” (the Orient) dan “Barat” (the occident). Pemahaman atau doktrin terhadap dunia Timur yang berbeda dengan dunia Barat ini kemudian memicu para intelektual Barat menulis mengenai Timur sebagai titik tolak untuk menyusun cerita, sejarah dan teori yang makin berkembang mengenai dunia Timur.