Lihat ke Halaman Asli

Orangtua yang Durhaka kepada Anak dalam Perspektif Islam

Diperbarui: 11 Januari 2024   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis: Bilqis Nur Azizah, Aulia Hafizhatunnisa Fabeliareno, Azahra Fadiliawati Agustin

Anak adalah anugerah dan perhiasan hidup dari Allah SWT kepada orang tua untuk disyukuri, dididik, dan diasuh agar menjadi pribadi yang baik, memiliki kepribadian kuat dan etika Islam yang baik. Anugerah tersebut bukanlah semacam cek kosong yang orang tuanya diberikan kebebasan untuk mengisinya dalam jumlah yang tidak terbatas, melainkan sebagai titipan atau amanah yang nantinya harus diserahkan kembali kepada Tuhan disertai "lampiran pertanggungjawabannya".

Anak sebagai perhiasan hidup terdapat pada Al-Qur'an Surat Al-Kahfi ayat 46, sebagai berikut:

ٱلْمَالُ وَٱلْبَنُونَ زِينَةُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱلْبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

Sebagai amanah, anak harus dijaga dan dilindungi segala kepentingannya, fisik, psikis, intelektual, hak-haknya, harkat dan martabatnya. Namun kenyataannya, beragam kasus muncul tentang perbuatan buruk orang tua pada anak. Betapa banyak anak yang ditelantarkan, putus sekolah, mengalami gizi buruk, dieksploitasi, korban kejahatan seksual, dan tindak kekerasan lainnya. 

Kasus orang tua menyakiti anak ini, ada dalam sebuah riwayat di zaman Khulafaur Rasyidin yang bisa diambil hikmahnya.

Pada masa Umar bin Khattab, ada seorang ayah yang menghadap Amirul Mukminin, membawa putranya yang tak menghormati dan durhaka. Orang tua itu meminta nasehat Umar terhadap kelakuanputranya. Umar menasehati anak tersebut, menyampaikan bahwa ridha Tuhan terkait dengan ridha orang tua. Namun, sang anak kembali bertanya"Wahai Khalifah! Apa di samping terdapat perintah anak berbakti kepada orang tua, terdapat juga ajaran orang tua bertanggung jawabkepadaanaknya?".. Umar menjawab "Ya, benar ada! Seharusnya seorang ayah menyenangkan dan mencukupi nafkah istri sekaligus ibu dari putra-putrinya, memberikan nama yang baik kepada putra-putrinya, serta mengajari putra-putrinya Al-Quran dan ajaran agama lainnya.". Anak itu menjawab, menyampaikan bahwa ayahnya tak memenuhi tanggung jawab tersebut, tidak menyayangi ibunya, memberinya nama yang kurang baik, dan tidak mengajarkannya agama. Mendengar hal ini, Umar menegur orang tua tersebut, menyatakan "Kalau begitu bukan anakmu yang durhaka, tetapi kamulah orang tua durhaka!".

Oleh karena itu, orang tua yang menyakiti hati anak ditambah dengan menelantarkan anaknya maka orang tua tersebut sudah durhaka pada anaknya.

Kata durhaka sendiri bisa terkait dengan dholim, yang secara pengertian adalah meletakkan sesuatu tidak pada tempat yang semestinya. Durhaka merupakan perbuatan dosa besar yang wajib dihindari sejauh mungkin. Selain mendapatkan dosa besar, perilaku durhaka juga akan mendapatkan laknat dari Allah SWT. Dalam islam, durhaka merupakan salah satu dosa yang akan menyia-nyiakan segala amal-amal lainnya. Selain itu, perilaku orang tua yang durhaka juga dapat memberikan dampak buruk bagi kehidupan anak, seperti hidup dalam kesengsaraan, tidak bahagia, sulit saat sakaratul maut, dan lain-lain. 

Dasar hukum orang tua durhaka pada anaknya terdapat dalam hadits nabi berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline