Di era digital yang serba cepat ini, di mana berita bisa diakses dalam hitungan detik melalui gawai, keberadaan koran cetak semakin tersisih.
Namun, di tengah hiruk-pikuk Stasiun Pasar Minggu, seorang pria tua tetap setia menjajakan lembaran-lembaran kertas berita yang kini makin jarang dilirik orang.
Hari ini, Rabu 29 Januari, saya dan istri memutuskan untuk berbelanja buah-buahan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Dari Rusun Pasar Rumput, kami naik Transjakarta menuju Stasiun Manggarai. Perjalanan berlanjut dengan KRL ke Stasiun Pasar Minggu, yang hanya memakan waktu sekitar 18 menit.
Sesampainya di sana, kami berjalan menuju jembatan penyeberangan yang menghubungkan stasiun dengan pasar.
Saat menaiki tangga jembatan, mata saya tertuju pada seorang pria yang duduk dengan tenang di sudut tangga.
Di sampingnya, tampak setumpuk koran yang tertata rapi. Sosoknya begitu bersahaja, mengenakan baju lusuh dengan wajah yang dihiasi garis-garis kehidupan. Dari penampilannya, saya memperkirakan usianya sekitar 60-an tahun.
Rasa penasaran mendorong saya untuk mendekatinya dan mengajaknya berbincang.
Dari percakapan yang mengalir hangat, saya mengetahui bahwa pria ini telah berjualan koran di stasiun sejak tahun 1980-an, saat kondisi Stasiun Pasar Minggu masih jauh dari baik.
Berpuluh tahun berlalu, berbagai perubahan terjadi, namun ia tetap bertahan di tempat yang sama, menjajakan berita kepada para penumpang yang hilir mudik.