"Urbanisasi itu boleh-boleh saja, asal jangan merusak tata ruang" Justin Adrian, Anggota DPRD DKI
Perayaan Idul Fitri 1445 Hijriah atau dikenal dengan Lebaran 2024 baru saja usai. Meskipun demikian, masa cuti bersama masih terus berlangsung hingga 15 April.
Bahkan, pemerintah mengusulkan untuk bekerja dari rumah khususnya pada Selasa dan Rabu, 16 dan 17 April demi menghindari kepadatan di jalan saat arus balik Lebaran.
"Kita lagi mengusulkan ke Pak Presiden untuk work from home di hari Selasa dan Rabu," ujar Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan (Menhub) saat dihubungi wartawan Kompas.com (10/4/2024).
Puncak arus balik Lebaran sendiri diprediksi jatuh pada Minggu dan Senin, 14 dan 15 April dengan potensi pergerakkan masyarakat sebesar 40,99 juta orang atau 21,16 persen.
Mengutip laman Tempo.co, khusus daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (jabodetabek) diprediksi pergerakkan masyarakat yang balik dari libur Lebaran sebesar 6,12 juta orang atau 21,52%.
Bisa dikatakan bahwa momen Lebaran identik dengan fenomena urbanisasi -- penduduk beralih dari pedesaan ke perkotaan.
Proses urbanisasi masyarakat dari desa ke kota dipengaruhi oleh pembangunan yang berpusat di kota-kota besar seperti Jakarta, sehingga menarik penduduk dari berbagai daerah untuk mencari pekerjaan dan peluang ekonomi yang lebih baik.
Sekda DKI Jakarta, Joko Agus Setyono, jauh-jauh hari telah menghimbau kepada warga Jakarta yang mudik, agar ketika kembali nanti tidak mengajak sanak saudara atau tetangga untuk mengadukan nasib di Jakarta, tanpa persiapan yang memadai.
Senada dengan itu, Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, meminta pendatang baru yang ingin mengadu nasib di Jakarta seusai Lebaran, memiliki kemampuan kerja dan tempat tinggal.
Saya kira, apa yang disampaikan oleh kedua tokoh publik di atas, tidak boleh dinilai sebagai sebuah bentuk larangan kepada masyarakat yang ingin mengadukan nasib di Jakarta seusai Lebaran, tetapi menilainya sebagai sebuah bentuk nasihat.
Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas ketenteraman penghuni ibu kota, kedua toko tersebut, tentu ingin supaya para pendatang baru terjamin hidupnya selama di Jakarta.
Sebab, bagaimana pun, pergerakan yang cepat dan tidak terkendali dapat menyebabkan tekanan besar pada infrastruktur kota, termasuk sistem transportasi.