Indonesia, selain kaya akan hasil pertanian, juga kaya akan hasil laut. Kekayaan hasil pertanian maupun hasil laut, sebenarnya bergantung pada bagaimana pemerintah dan masyarakat lokal mengelolanya.
Pasir laut, memiliki peran sangat strategis dalam memberikan ruang hidup bagi komunitas masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir. Aktivitas pengerukan pasir pantai oleh masyarakat pesisir untuk tujuan pembangunan, justru merugikan lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir itu sendiri. Apabila aktivitas ini, tidak segera dihentikan, maka akan menimbulkan dampak berkelanjutan yang lebih besar di masa depan.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, saya menyoroti program rumah bambu dan gaba-gaba sebagai solusi ramah lingkungan. Program ini diimplementasikan di Kepulauan Banda dan Saparua, Maluku Tengah, dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada pasir pantai sebagai bahan utama bangunan rumah.
Program tersebut, diharapkan dapat mengembalikan kearifan lokal dan membantu melestarikan pasir pantai serta ekosistem laut.
Pengerukan Pasir yang Berlebihan dan Dampaknya bagi Lingkungan
Aktivitas pengerukan pasir pantai, sering kali, tidak dapat dihindarkan demi kepentingan pembangunan rumah dan pelabuhan. Fenomena ini, terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Maluku.
Sebagaimana yang diketahui, Maluku terkenal dengan keindahan pantai dan biota bawah laut, namun pesona itu semakin hari, semakin sirna, karena ulah masyarakat.
Menurut laporan antaranews.com, Desa Tanah Rata, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, pasir pantai yang dulunya melimpah, kini telah terkuras habis. Warga lokal pesisir senaknya datang dan mengeruknya sesuka hati tanpa sadar akan risiko buruk yang dapat timbul kemudian hari.
Demikian pula, yang terjadi di Pulau Saparua, Maluku Tengah. Para pelaku usaha mengeruk pasir pantai dan kemudian menjualnya kepada warga. Saya tidak tahu persis, apakah pelaku usaha itu, mendapat izin dari Pemerintah Desa ataukah tidak. Yang pasti, pasir-pasir yang dikeruk itu, digunakan warga untuk membangunan rumah mereka.
Pengerukan pasir yang berlebihan oleh masyarakat pesisir sangat merugikan lingkungan. Di sisi lain, garis pantai semakin berkurang atau menipis. Menurut Parid Ridwannuddin, Manager Kampanye Pesisir dan Laut Walhi, garis pantai di Indonesia menyusut lebih dari 1 kilometer per 20 tahun. Konsekuensinya, air laut akan naik dan menyapu rumah warga yang berada di pesisir pantai.
Selain itu, aktivitas pengerukan pasir yang berlebihan akan menyebabkan terumbu karang, rumput laut, dan biota laut mengalami kerusakan. Konsekuensinya, para nelayan akan kesulitan untuk mencari rezeki, karena ekosistem biota laut terancam punah.