Hari ini, Minggu 01 Oktober 2023, gereja di mana saya melayani melakukan Perjamun Kudus. Setiap awal bulan, gereja kami melakukan Perjamuan Kudus. Meski dilakukan berulang-ulang, saya sangat berharap Perjamuan Kudus tidak boleh menjadi ritual gereja belaka, sebagaimana umat di Perjanjian Lama yang menjadikan segala perintah Tuhan ritual, bahkan ditambahi sana-sini. Bigman Sirait dalam bukunya yang berjudul Tersesat di Gereja Apa Iya? Mengungkapkan tiga makna Perjamuan Kudus sebagai berikut.
Pertama, Perjamuan Kudus dalam Alkitab disebut sebagai Perjamuan Akhir--menunjuk pada waktu perjamuan terakhir, sebelum Yesus Kristus menuju penyaliban (Mat. 26:17-29; Mrk. 14:12-21; Luk. 22:7-14; Yoh. 13:21-30). Dalam keempat Injil, nuansa Paskah sangat terasa, dan dengan segera memberi sinyal kepada umat. Paskah bagi orang Israel adalah peringatan akan kelepasan mereka dari tulah kematian anak sulung. Mesir tertimpa tulah, namun Israel bebas.
Maka, Perjamuan Akhir, atau yang juga disebut sebagai Parjamuan Paskah dengan segera mempunyai makna baru. Bukan hanya kelepasan bagi anak sulung Israel, melainkan kelepasan bagi seluruh orang percaya. Bukan sekadar lepas dari tulah kematian, tetapi lepas dari kuasa maut akibat dosa. Itu sebabnya, ucapan Yesus tentang pengorbanan tubuh dan darah-Nya menjadi kekuatan pada Perjamuan Akhir. Juga, membedakan Perjamuan Akhir dengan Perjamuan Paskah Yahudi. Paskah Yahudi sendiri mengalami penggenapan makna, yaitu dari maut kepada hidup yang kekal di dalam Yesus Kristus. Dapat dipahami di sini bahwa Perjamuan Kudus adalah peringatan tentang karya Yesus Kristus yang berujung pada Paskah, kebangkitan Yesus Kristus (Mat. 20:17-19).
Kedua, Perjamuan Kudus dalam Alkitab juga disebut sebagai Pemecahan Roti--simbol tubuh Kristus yang terpecah (Kis. 2:42, 46; 20:7). Sebutan ini dengan segera mengingatkan kita akan Yesus Kristus yang menyebut diri-Nya Roti Hidup (Yoh. 6:35). Roti ini yang kemudian terpecah untuk memberi hidup kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya, yaitu umat pilihan-Nya yang mendapatkan kasih karunia-Nya.
Maka, Pemecahan Roti hanya boleh dilakukan oleh orang percaya. Lagi-lagi, Perjamuan Kudus dengan amat sangat jelas mengacu kepada peringatan akan pengorbanan Yesus Kristus, bukan permohonan atas kebutuhan pribadi, misalnya sembuh dari penyakit atau terbebas dari hutang bank. Betapa jahatnya kita jika kita mengubah perintah untuk memperingati Kristus menjadi ajang untuk mengingat kepentingan pribadi kita.
Ketiga, Perjamuan Kudus juga disebut Paulus sebagai Perjamuan Tuhan (1 Kor. 11:20), yang menunjuk pada persekutuan umat di dalam Yesus Kristus, di mana umat dipersatukan di dalam Dia. Sehingga, Paulus mengkritik umat yang terpecah, termasuk mereka yang malah menjadikan roti dan anggur perjamuan sebagai santapan, bahkan hingga ada yang mabuk. Gereja Korintus, termasuk gereja yang ditegur keras oleh Paulus karena sikap mereka yang tidak terpuji.
Penting disadari, teguran yang benar dibutuhkan oleh gereja, bukan sikap yang meninabobokan. Jemaat harus mengerti hal ini! Kondisi gereja Korintus adalah peringatan bagi gereja sepanjang masa, supaya bertumbuh menjadi dewasa. Juga, dewasa dalam memahami makna sakramen Perjamuan Kudus, sehingga tidak mambuk oleh kepentingan pribadi.
Perjamuan yang berlangsung pada hari ini sekaligus sebagai peringatan untuk menjalani hidup kudus di bulan yang baru, bulan Oktober. Cara menjalaninya adalah dengan beriman dan berkomitmen. Itulah inti pesan khotbah yang saya dengar hari ini. Terima kasih ya, karena sudah mampir dan membaca tulisan saya. Semoga bermanfaat. Kita jumpa lagi besok hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H