Lihat ke Halaman Asli

Self Awareness

Diperbarui: 24 Maret 2016   15:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam berbagai kesempatan mewancarai orang saya sering bertemu dengan kegagapan kandidat dalam menjawab pertanyaan yang terkait dengan nilai jual dirinya bagi perusahaan. Para kandidat ini, lepas dari usia dan pengalaman kerja, sering agak sungkan menyebut kelebihan-kelebihan yanng dimilikinya. Ada yang menyebut alasan untuk tidak mau bersombong diri, ada juga yang mengatakan hanya orang lain yang berhak menilai kelebihannya, tetapi ada juga yang tidak mampu memberikan jawab sama sekali, alias bingung. Beberapa kandidat malah lebih lancar berbicara soal kelemahan-kelemahan dibanding kelebihan-kelebihannya. Sepertinya ada semacam pemahaman bahwa mengutarakan kelebihan-kelebihan identik dengan kesombongan. Padahal kalau kita tidak memaparkan kelebihan-kelebihan kita bagaimana caranya perusahaan yang kita tuju tahu bahwa kita adalah orang yang paling cocok dengan kriteria yang ditentukan? 

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan semacam ini sesungguhnya menjadi sangat penting bukan hanya sebagai strategi untuk menghadapi pewawancara, melainkan sebagai sebuah disiplin untuk terus bermawas diri. Orang seringkali bersikap naif, seakan lupa, bahwa dunia tenaga kerja adalah sebuah pasar yang kompetitif di mana pasar tenaga kerja akan memilih orang yang bisa memberikan value bagi organisasi. Dengan demikian kita perlu tahu modal apa yang kita punya, bagaimana memberdayakannya secara maksimal dan menjualnya kepada target perusahaan yang tepat.

Sebelum kita bisa menawarkan value dari diri kita, perlu ada proses pengenalan dan kesadaran diri terlebih dahulu. Self-awareness adalah batu fondasi yang kuat dalam sebuah perjalanan karir. Sebuah proses yang layaknya tidak pernah berhenti kita lakukan. Self-awareness memungkinkan orang untuk bersikap jujur terhadap dirinya sendiri, mengakui kesalahannya, tahu apa yang ia mau, haus akan kritik yang konstruktif dan memancarkan kepercayaan diri yang positif. Tidak sedikit pemimpin yang enggan mengenali blind spot yang dimilikinya entah karena kepercayaan diri yang berlebihan, entah secara tidak sadar ingin bermesraan selama mungkin dengan rasa nyaman atau karena sekedar enggan melihat dinamika perubahan di sekitar. Mereka sibuk menyeka ulang bright spot dan piala kemenangan di masa lalu, yang bisa saja sudah menjadi usang ketika situasi berubah. Pada akhirnya hal ini berpengaruh pula pada daya adaptasi organisasi yang mereka pimpin. 

Dalam dunia yang berubah, hal-hal yang dulu kita banggakan sebagai kelebihan bisa saja menjadi sebuah pembatas bagi kemajuan, demikian juga halnya dengan kelemahan. Suatu kelebihan yang kita gunakan secara terus menerus meskipun sudah tidak lagi relevan dengan perubahan jaman justru bisa menjadi penghalang kemajuan kita sendiri. Sementara para pesaing kita di luar sana sudah menggunakan kompetensi baru untuk memenangkan pasar. Sementara itu bagi para fresh graduates, self-awareness adalah modal awal dalam perjalanan baru di dunia karir. Seberapa siap seseorang memasuki dunia kerja mempengaruhi nilai jualnya di mata pasar. Hal ini tidak semata-mata berkait dengan gelar yang disandang tetapi juga berhubungan dengan soft skills yang dikuasai. Kemampuan komunikasi, berorganisasi, bertahan dalam situasi menekan, result driven attitude, dan inisiatif adalah contoh-contoh kompetensi yang perlu ditambahkan untuk survive di dunia kerja. Bahkan ketika seseorang memutuskan untuk meinginisiasi start-up company sekalipun, pengenalan diri adalah sebuah batu pijakan awal yang baik untuk melangkah. Dibutuhkan kesadaran diri yang kuat serta motivasi yang terarah untuk mau beradaptasi dengan realitas baru setelah lulus. Sebuah proses yang bagi beberapa orang sudah dimulai bahkan ketika mereka masih duduk di bangku kuliah.

Meminta umpan balik dari orang lain tentang diri kita adalah hal sederhana yang bisa dilakukan. Prosesnya menjadi rumit jika kita cenderung bersikap defensif terhadap saran dan kritik, semata-mata karena ingin mempertahankan citra diri yang positif. Meminta umpan balik memang mengandung resiko, memaksa kita untuk keluar dari cangkang rasa nyaman, namun imbalannya sungguh bisa mencerahkan. Adalah hal yang normal jika kita ingin mendengar hal-hal yang baik tentang diri sendiri, namun kedewasaan jiwa berkembang dari kemauan untuk terbuka terhadap titik titik lemah yang tersembunyi. Membangun kebiasaan melakukan refleksi diri secara teratur juga dapat membangun tingkat kesadaran yang tinggi. Kesibukan bisa membuat kita abai terhadap aspirasi, keinginan, dan nilai-nilai kita yang terdalam. Namun dalam keheningan kita bisa mendengar suara diri kita lebih jelas. Dengan demikian kita bisa terus mengkonfirmasi nilai – nilai positif yang ingin kita raih dan kembangkan dalam hidup. Dalam organisasi ada berbagai alat yang digunakan untuk memulai proses pengenalan diri. Masukan yang kita terima dari proses 360 degree assessment misanya adalah sebuah harta berharga yang dapat gunakan untuk mengenali kelebihan dan kebutuhan pengembangan. Masukan juga bisa kita terima dari customer, atasan, bawahan dan rekan kerja yang bersumber dari pengalaman mereka berinteraksi dengan kita sehari-hari. Bukankah mereka mengenal kita dengan sangat baik dan dapat memberi masukan yang berarti? Tidak kalah pentingnya juga adalah berbagai tools assessment yang dimiliki oleh para konsultan profesional, yang dapat mengukur kemampuan dan kesiapan kita untuk menghadap tantangan kerja di saat ini maupun di masa depan. Hal ini bisa sangat berguna bukan hanya bagi mereka yang sudah masuk di dunia kerja, tetapi juga para fresh graduates yang terkadang masih gamang dengan tujuan-tujuan karirnya ke depan. Self awareness sebagai sebuah proses dan kebiasaan adalah sesuatu yang sangat mungkin dilakukan karena sumber informasinya yang sangat berlimpah dan bisa diakses, asalkan kita mau melakukannya dengan disiplin.  

Jadi, sudahkah Anda mengenal diri Anda?

Salam,

Billy Latuputty

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline