Lihat ke Halaman Asli

Billy Fernando

Accountant

Fenomena Monkey Business, Bagaimana Manipulasi Harga Menjebak Banyak Orang

Diperbarui: 23 Agustus 2024   07:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://deepublishstore.com/blog/monkey-business/

Dalam dunia finansial dan pasar, istilah "monkey business" sering digunakan untuk menggambarkan praktik manipulasi yang licik dan tidak etis. Pihak tertentu kadang-kadang mengatur harga barang atau saham tertentu, menciptakan ilusi kelangkaan atau nilai tinggi hanya untuk menjualnya dengan harga selangit sebelum harga jatuh. Fenomena ini tak hanya terjadi di pasar saham, tetapi juga di sektor lain seperti perdagangan ikan hias, tanaman, batu permata, hingga aset digital seperti NFT. Artikel ini mengupas tuntas bagaimana "monkey business" terjadi, dengan meninjau beberapa kasus terkenal dari masa lalu.

Cerita Monkey Business: Sebuah Analogi Sederhana

Bayangkan sebuah pulau kecil yang dihuni oleh penduduk sederhana. Di dalam hutan di pulau itu, terdapat sekelompok monyet yang hidup bebas. Suatu hari, seorang pedagang kaya datang dan menawarkan kepada penduduk untuk membeli monyet-monyet itu seharga Rp50.000 per ekor. Penduduk melihat ini sebagai peluang emas untuk mendapatkan uang mudah. Mereka mulai menangkap monyet dan menjualnya kepada pedagang tersebut.

Setelah beberapa waktu, jumlah monyet di hutan mulai menipis, dan penduduk semakin kesulitan untuk menangkap mereka. Pedagang tersebut lalu menaikkan harga menjadi Rp100.000 per ekor, memotivasi penduduk untuk semakin giat mencari monyet. Ketika jumlah monyet semakin sedikit, pedagang kembali menaikkan harga menjadi Rp200.000 per ekor.

Akhirnya, pedagang itu mengumumkan bahwa dia akan pergi ke kota besar dan menyerahkan pembelian monyet kepada asistennya, tetapi kali ini dia menawarkan harga fantastis: Rp500.000 per ekor. Asistennya kemudian menawarkan kepada penduduk untuk menjual kembali monyet-monyet yang telah mereka tangkap sebelumnya seharga Rp300.000 per ekor, dengan janji bahwa mereka bisa menjualnya kembali kepada pedagang seharga Rp500.000 saat dia kembali.

Tergiur oleh keuntungan cepat, penduduk menghabiskan tabungan mereka untuk membeli kembali monyet-monyet tersebut. Namun, setelah mereka membeli, pedagang dan asistennya tidak pernah kembali. Penduduk pun terjebak dengan monyet yang tidak lagi berharga, dan pulau itu kembali ke keadaan semula, dengan penduduk yang kecewa dan kehilangan uang.

Tulip Mania: Gelembung Ekonomi Pertama di Dunia

Salah satu contoh paling terkenal dari "monkey business" dalam sejarah adalah Tulip Mania yang terjadi di Belanda pada awal abad ke-17. Pada masa itu, tulip menjadi sangat populer di kalangan masyarakat Eropa, terutama di Belanda. Bunga ini dianggap sebagai simbol status sosial, dan harga tulip tertentu dengan pola warna yang langka bisa melonjak hingga setara dengan harga sebuah rumah besar di Amsterdam.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak orang tertarik untuk berinvestasi dalam tulip, bukan karena nilai intrinsiknya, tetapi karena harapan bahwa harga akan terus naik. Ini menciptakan spekulasi besar-besaran dan membuat harga tulip melambung tinggi. Pada puncaknya, sebuah umbi tulip bisa dijual seharga 10 kali lipat dari pendapatan tahunan seorang pekerja biasa.

Namun, seperti halnya semua gelembung ekonomi, Tulip Mania akhirnya meledak. Harga tulip jatuh drastis ketika orang mulai menyadari bahwa nilai bunga ini tidak sebanding dengan harga yang mereka bayar. Banyak orang yang kehilangan seluruh kekayaan mereka dalam kejatuhan pasar ini, menjadikan Tulip Mania sebagai salah satu contoh pertama dari "monkey business" dalam sejarah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline