Lihat ke Halaman Asli

billy saputra

Jurnaslisme Rakyat Independen

Menyingkap Apa Yang Ada Dibalik Narasi Hendropriyono Mendiskreditkan Sultan Hamid II Alkadrie

Diperbarui: 17 Juni 2020   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hendropriyono adalah seorang ahli strategi. Ia juga politisi ulung, yang sudah malang melintang di dunia perpolitikan Indonesia. jabatan terakhirnya sebagai Kepala Badan Intelejen Negara, tentu ini dapat menjadi parameter acuan kapasitas kemampuannya dalam hal strategi politik bukan sebuah hal yang boleh lagi diragukan.
Baru - baru ini peryataannya yang melecehkan sosok Allah Yarham Sultan Hamid II Alkadrie memancing emosi seluruh elemen Kesultanan Pontianak. Postingan ini dibuat bukan tentang respon yang musti disampaikan atas pelecehan yang dilakukannya, tapi lebih pada narasi yang ada dibelakang apa yang dibuat oleh Hendropriyono, apa yang ditargetkan untuk dicapai dengan adenya peristiwa ini.
Dalam pernyataanye kemaren, Hendropriyono bukan cuman menyerang sosok Allah Yarham Sultan Hamid II Alkadrie, secara umum yang disampaikannya adalah sebuah ancaman terhadap keberadaan masyarakat Arab, yang disampaikannya secara langsung ditujukan pada aktivitas sosial agama dan politik masyarakat arab, bukan dalam bidang lainnya.
Keberadaan masyarakat arab di Indonesia saya rasa tak perlu lagi dijelaskan, karena banyak orang di Indonesia sedikit banyak sudah mengetahui atau mudah untuk mencari tahu tentang ini. Jadi bagian panjang itu saya skip saja. Namun, untuk memperjelas arah tulisan ini, saya perlu menambah sedikit informasi yang spesifik tentang proses percampuran pendatang Arab dalam lingkungan keluarga para Pemimpin Wilayah dan Raja - Raja di tanah Air.
Bahwa dalam perjalanan sejarah bangse Indonesia, hampir semua peristiwa sejarah sosial politik yang terjadi di Indonesia, mulai dari abad ke 14, sangat kental diwarnai dengan keberadaan masyarakat Arab. Abad 14 dinilai sebagai titik awal mulai berkembangnya Islam di Tanah Air.
Pendatang Arab, selain menyebarkan Islam di Tanah Air, juga sekaligus menjalankan misi dagang. 

Mereka membawa banyak barang untuk dapat saling bertukar dan didagangkan di Tanah Air. Mereka kebanyakan Saudagar, bukan pekerja seperti pendatang dari wilayah luar lainnya, dan karena itu status mereka kala mereka masuk kedalam struktur masyarakat Indonesia ada pada level atas. Hal ini membuat mereka menjadi mudah masuk dan menjalin hubungan dengan para Pemimpin Wilayah dan Para Raja di Nusantara. Kesemuanya dari mereka membangun hubungan dalam tingkatan emosional.
Para pedagang Arab ini menjadi mentor dan guru dalam pengenalan Islam, tidak hanya bagi rakyat biasa, juga bagi Para Pemimpin Wilayah dan Raja - Raja kala itu. Tingkatan hubungan seperti inilah yang membuat Islam gampang diterima oleh masyarakat Nusantara dan berkembang secara pesat.
Pendatang Arab ini pun masuk kedalam lingkungan kepemimpinan dan kerajaan di banyak tempat di Tanah Air. bahkan sebagian dari mereka dijadikan bagian dari keluarga oleh Para Pemimpin Wilayah dan Raja - Raja ini, mereka dinikahkan dengan para bangsawan, ini membuat anak keturunan mereka kelak, mewarisi darah kebangsawanan dari kerajaan - kerajaan di Tanah Air.
Kesultanan Pontianak adalah salah satunya, mereka adalah para keturunan Arab yang mewarisi darah kebangsawanan 2 Kerajaan di Nusantara, Kerajaan Tanjung Pura yang merupakan Kerajaan MElayu Dayak dan Kerajaan Mempawah yang merupakan Kerajaan Bugis Melayu. Sultan Abdurrahman Alkadrie, yang kemudian menjadi Raja di Kesultanan Pontianak adalah putra dari Habib Husin Alkadrie dengan Putri Utin Chandramidi atau yang dikenal sebagai Nyai Tua, anak pertama dari Raja Kerajaan Tanjung Pura kala itu. Karena kederajatannya sebagai Pangeran dari Kerajaan Tanjung Pura ini jugalah Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie bisa mempersunting anak sulung Raja Mempawah. Selepas menikah, ia diberikan wilayah di sebelah Selatan Kerajaan Mempawah untuk dikelola, diwilayah ini ia mendirikan pusat dagang baru, dan berkembang menjadi sebuah Kerajaan baru yang sangat ramai dan lebih besar dari Kerajaan Tanjung Pura dan Kerajaan Mempawah.
Kejadian serupa juga terjadi terhadap para pendatang di berbagai tempat di Tanah Air, ada beberapa kerajaan lain yang juga diperintah oleh bangsawan Nusantara berketurunan Arab.
Selanjutnya seiring dengan bergerak majunya perjalanan waktu, sejarah Indonesia mencatatkan, banyak sosok pemimpin Nusantara keturunan Arab yang muncul dalam dinamika sosial politik Indonesia, dari abad pertengaan hingga sekarang ini. Mereka - mereka ini adalah para keturunan dari pendatang Arab yang hidup dibesarkan dalam lingkungan kepemimpinan Kerajaan - Kerajaan di Tanah Air, mereka datang dari proses perkawinan dengan keluarga - keluarga bangsawan Kerajaan - Kerajaan tersebut. Dengan latar belakang yang demikian, tentu saja kehadiran dan keterlibatan mereka dalam sejarah dinamika sosial politik Nusantara itu tidak terhindarkan, dan merupakan sebuah kewajaran.  
Pernyataan Hendropriyono yang menggugat keberadaan para keturunan Arab di Indonesia musti dicermati dan menjadi perhatian serius. Dalam penyampaiannya itu, Hendropriyono mencoba memutus hubungan masyarakat keturunan Arab dengan sejarah Indonesia, memutus dan melokalisir keberadaan para keturunan Arab Indonesia dengan silsilah dan garis hubungan darah pribumi Nusantara mereka.
Narasi yang sering muncul 5 tahun terakhir ini tentu terkait erat pertarungan politik kepentingan di Indonesia. Saya mensinyalir ini dilakukan untuk meredam kekuatan politik yang berbasis pada Islam, yang selama ini sangat kerap melontarkan kritikan - kritikan tajam atas kebijakan - kebijakan Pemerintah dan kondisi - kondisi ketimpangan atau ketidakadilan yang terjadi ditengah - tengah rakyat, serta kemunculan tokoh - tokoh keturunan Arab yang memiliki potensi besar untuk menjadi Pemimpin dalam kancah sosial politik di di Indonesia.
Pelecehan kepada Allah Yarham Sultan Hamid II Alkadrie dengan mengembangkan narasi propaganda yang hanya berdasarkan pada opini dan rumor serta mengaburkan fakta sejarah atas kontribusi para keturunan Arab dalam perjuangan perlawanan dan kemerdekaan Indonesia, adalah bagian dari upaya itu.
Penyampaian Hendropriyono juga mengungkap sikap dari sebagian kalangan kepemimpinan di Indonesia yang beranggapan sikap para pemimpin yang berada di pusat kepemerintahan adalah perwujudan dari sikap seluruh rakyat dari Sabang sampai Mauroke, dan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang terjadi di Pulau Jawa adalah pondasi keberadaan Indonesia sebagai negara, menganggap kecil arti dan kontribusi perjunagan yang terjadi didaerah lainnya di Indonesia.
Pernyataan Hendropriyono itu memberikan kesan bahwa sebagian kalangan di kepemerintahan pusat menganut Indonesia sentris yang tidak berdasar pada kenusantaraan, mengabaikan kenyataan unsur kenusantaraan dalam kebangsaan Indonesia, mengabaikan kenyataan bahwa para keturunan Arab adalah bagian dari fakta kenusantaraan, hanya karena mereka menggunakan nama keluarga keturunan Arab, dan oleh karena itu mereka tidak berhak hadir dalam kontribusi sejarah perjuangan Bangsa dan tentu saja dengan itu, abai terhadap fakta - fakta kontribusi mereka dalam sejarah. Apa yang dilakukan oleh Hendropriyono menunjukkan kepada semua rakyat Indonesia, bahwa ada kelompok Kepemimpinan yang berpendirian seperti itu.

Ditulis oleh Arfan Alkadrie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline