Menarik membaca harian Kompas hari ini (7 September 2010), halaman 34, terdapat sebuah tulisan berjudul "Terlena di Jejaring Sosial Maya" oleh Amir Sodikin pada segmen Kompas Kampus. Di beberapa paragraf awalnya, sudah cukup "menggelitik" saya sehingga akhirnya saya pun membuat tulisan ini.
Untuk lebih mudah mengikuti tulisan saya, mari kita cermati beberapa paragraf awal yang saya kutip langsung dari tulisannya -- yang juga bisa diakses di sini,
Apakah hingga kini kamu masih ”nge- blog”, ”nge-tweet”, atau ”nge-Facebook”, hanya mengisinya dengan: ”Lagi ’boring’... jalanan macet!” Atau, ”Pulang kampus, haus n lapar”. Bentuk lainnya, ”’Thank you honey’. Besok kita ke jalan lagi yuk!”Jika iya, komentar kamu adalah bagian dari ”sampah” yang mengakibatkan jutaan orang bosan dengan dunia maya. Mesin pencari juga telah memerangi website atau blog yang isinya sekadar ”sampah”.
Jika kamu masih sekadar ber-ha-ha-hi-hi di dunia maya, update status gitu-gitu aja, tidak bisa tidur hingga larut malam hanya menunggu komentar ”sampah”, dan mondar-mandir untuk browsing sesuatu yang tak berguna, kamu merupakan bagian dari netizen korban teknologi.
Jujur, dua paragraf awal itu ketika kemudian dicermati sesungguhnya memang masih sering dilakukan oleh para pengguna jejaring sosial. Apdetan status yang seadanya, sewajarnya itu masih sering saya jumpai di beberapa akun teman-teman yang saya follow atau nampak di timeline saya. Dan, menurut saya hal itu merupakan sebuah kewajaran dan bukanlah "sampah" seperti yang disebutkan oleh penulis tulisan itu.
Kenapa saya berpendapat hal tersebut bukan "sampah"? Karena menurut saya apdetan status yang seadanya itu adalah bentuk dari kebebasan berekspresi dan berpendapat di zaman yang berevolusi semakin canggih ini. Jika dulu masyarakat haruslah mengikuti forum-forum tertentu secara tatap muka, kemudian berkembang menjadi forum-forum digital, maka saat ini sudah lazim bagi mereka untuk berevolusi menjadi pengguna jejaring sosial seperti facebook, twitter, ataupun blog. Dan, hal itu wajar, bukan "sampah" ataupun sampah dalam arti sebenarnya.
Kenapa saya berpendapat bahwa hal-hal "sampah" tersebut adalah sebuah kewajaran? Karena di pengguna sosial media memiliki kebebasan untuk mengomentari, membiarkan, atau bisa jadi malah "meninggalkan" para pengguna yang membuat apdet status seadanya tersebut. Di twitter, tersedia fitur follow dan unfollow yang memberikan kebebasan bagi setiap penggunanya untuk mendapatkan apdet di timeline ataupun tidak. Di facebook pun sama halnya, dapat unfriend atau menghapus pengguna yang tidak sesuai dengan kita. Mudah, tak susah. Dalam satu kali klik, dan semuanya akan menjadi seperti yang kita inginkan.
Kenapa saya berpendapat bahwa apdetan status yang seadanya itu wajar dan bukan "sampah"? Karena saya yakin, secerdas dan sepintar apapun kita menilai orang lain -- terutama dari sekian apdetan yang mereka buat di twitter, facebook, ataupun blog, belum tentu apdetan itu tidak memiliki arti. Bisa jadi, untuk teman-teman dari pengguna lainnya, seperti followers atau friends lainnya, justru apdetan berupa twit atau status tersebut berguna dan memiliki arti yang mendalam.
Kenapa saya berpendapat bahwa apdetan status itu tak perlu diambil pusing? Karena menurut saya tak semua pengguna jejaring sosial maya adalah orang yang semena-mena, apalagi bodoh. Masih banyak pengguna jejaring sosial media yang cerdas menggunakan akun yang dimilikinya, tanpa harus produktif seperti menyebarkan lagu, keahlian, dan promosi-promosi lainnya. Terkadang, akun jejaring sosial media patut dimiliki untuk menjadi sebuah personal brand yang membedakan dengan dirinya dengan orang lain.
Dan, kembali lagi saya tegaskan.. Jika dirasakan ada pengguna jejaring sosial media yang tidak sesuai dengan diri kita, cukup klik unfollow atau unfriend dan selesai. Tak perlulah kita menghakimi orang lain hanya karena mereka berbeda dengan kita. Tak perlu juga kita menghakimi orang lain, hanya karena mereka berusaha untuk lebih eksis di dunia maya. Dan, tak perlu kita menghalang-halangi kebebasan untuk mengutarakan pendapat atau berkekspresi di dunia maya. Karena bisa jadi menurut kita itu "sampah", tapi merupakan "sampah" yang berguna dan dapat dimanfaatkan bagi mereka yang mengerti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H