Lihat ke Halaman Asli

Kemanusiaan Dalam Kedokteran

Diperbarui: 25 September 2016   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Penelantaran pasien yang terjadi di Bandar Lampung beberapa saat yang lalu, menimbulkan kekagetan yang luar biasa dari semua kalangan. Seorang pasien tua renta tega dibuang oleh Rumah Sakit Umum Daerah Dr. A Dadi Tjokrodipo, Bandar Lampung. Kasus ini berawal dari kegegeran masyarakat di daerah Sukadanaham, Tanjung Karang Raya, sebuah kecamatan baru hasil pemekaran dari kecamatan Tanjung karang Barat Bandarlampung. Mereka menemukan seorang kakek tua renta yang dibuang di sebuah gardu di daerah tersebut. 

Sang kakek bernama Suparman atau sehari harinya dipanggil kakek Edi. Pada waktu kejadian ada warga yang langsung melihat, sang kakek diturunkan dari sebuah ambulans. Malang tak dapat ditolak,sang kakek yang diselamatkan warga itu akhirnya meninggal selang sehari kemudian. Alasannya klasik, biaya perawatan. 

Biaya perawatan yang tidak dimiliki pasien, menjadi alasan kenapa pasien ini dibuang dan ditelantarkan begitu saja oleh pihak rumah sakit. 6 orang ditangkap dan semuanya adalah pegawai biasa rumah sakit. Walaupun mendapat perhatian nasional, para petinggi rumah sakit yang diduga menyuruh pegawai – pegawai ini melakukan hal yang parah justru tidak terkena sanksi apa – apa. Ironisnya, hal ini terjadi ketika pemerintah sedang ramai – ramainya menginformasikan program JKN ( Jaminan Kesehatan Nasional ) kepada warganya.

Sungguh, sebegitunyakah Indonesia?

Ternyata tidak juga. Dr. Lo Siauw Ging, dokter yang berdomisili di Solo ini, mendedikasikan hidupnya demi warga. Ia tidak memaksa pasiennya membayar biaya konsultasi. Bahkan, ia membayar obat yang diresepkannya kepada orang yang kurang mampu, dan tiap bulan apotek tertentu yang telah ditunjuk dr. Lo akan menagih biaya obatnya. Dedikasi dan pelayanan yang diberikan olehnya dilakukan murni karena hati, berbalas budi atas beasiswa yang diberikan oleh pemerintah pada masa sekolahnya, dan rasa kemanusiaan yang tinggi. 

Ia tidak takut rugi, maupun kelaparan. Bahkan, ia tidak mau diberitakan agar terkenal. Menurutnya, kebahagiaan justru muncul saat kita bisa berbuat sesuatu bagi sesama. Gaya hidup sederhana membuat Lo merasa pendapatan sebagai dokter bisa lebih dari cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Apalagi, dia dan sang istri, Maria Gan May Kwee atau Maria Gandi, yang dinikahinya tahun 1968, tak memiliki anak. Bahkan, di mata para pasien, Lo seakan tak pernah ”cuti” praktik. Lies (55), ibu dua anak, warga Kepatihan Kulon, Solo, yang selama puluhan tahun menjadi pasiennya mengatakan bahwa dr. Lo selalu ada bagi pasiennya.

Jadi, dimana masalahnya? Mengapa ada yang negatif dan ada yang positif? Moral adalah jawabannya.

Ya, moral adalah dasar dari segala kondisi yang dipaparkan diatas. Lebih tepatnya, moral kemanusiaanlah yang menjadi kuncinya. Pancasila bahkan sudah memaparkan pokok permasalahan dengan singkat, padat, dan jelas. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Ironisnya, mana penerapannya?

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sederhana, 5 kata, 28 huruf, namun sulit penerapannya. Sungguh, benar – benar menyakitkan.

Kemanusiaan berarti sebuah perasaan yang menuntun kita untuk mencegah melakukan hal – hal yang bertentangan dengan agama. Adil berarti orang – orang mendapat haknya sesuai dengan kewajibannya. Beradab berarti mempunyai adab, mempunyai budi bahasa yg baik, dan berlaku sopan.

Di dunia kedokteran, Pancasila harus diamalkan. Terkhusus pada sila kedua, nilai – nilai kemanusiaan harus dipakai saat menghadapi pasien. Seorang dokter atau pegas kesehatan harus mengamalkan Pancasila dalam pekerjaannya sehari – hari, khususnya sila kedua. Tapi, zaman sudah berubah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline