Lihat ke Halaman Asli

Patahan Putih

Diperbarui: 4 Oktober 2019   06:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada saat itu, aku duduk dikelas dua SMP yang terletak dekat dengan jalan kereta yang berada dikota cermat. Namaku Rara Syakira, aku biasa dipanggil Rara tapi kalo orang yang cadel memanggilku seperti Lala, hmm... ya deh tidak apa-apa. Ada banyak hal yang ku dapat, banyak sekali. 

Kesedihan kali ini terjadi seperti bencana besar yang tak bisa dipungkiri, karena kabar yang sangat mengangetkan untukku dan ibuku. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana.

Pada siang hari sepulang sekolah, aku berada dibalroom rumahku dan yang lain berada diruang tamu, mereka sedang asyik bercanda ria. Saat aku akan menuruni anak tangga, tiba-tiba... Brukkk Clekkk. Awww... teriakan keras pun terdengar. Semua orang kaget ketika mendengar suara tersebut dan langsung mendekatinya. Keadaan menjadi sangat menegangkan.

Dan ketika ibu ingin membangunkanku, "Tidak bu... tunggu sebentar" lirihku menolaknya dengan menahan rasa sakit dan mengontrol ketegangan yang dirasakan. 

"Kenapa nak?" Jawab ibuku. Aku terdiam dan tanpa diinginkan air mataku berlinang membasahi pipi. kemudian, ibu mengambilkan salah satu obat untukku. Aku tak tahu obat apa yang telah ibu berikan agar rasa sakitku berkurang, tetapi aku merasakan seperti api yang membara. 

Ketika itu aku tidak bisa berjalan selama dua hari.

Pagi hari di hari sabtu, aku dan ibuku pergi ke salah satu tempat yang berada di kota tentara dimana kakaku bekerja. Karena ibuku sangat ingin memeriksakan keadaanku yang belum membaik. Kakaku langsung mendatangi ibuku untuk memastikan jadwal aku masuk ke ruang pemeriksaan dokter. 

Beberapa menit kemudian. "Ra... sini udah dipanggil dokter" panggil kakaku. Perasaanku bercampur aduk, saat aku menginjak ruangan pemeriksaan. Aku merasa seperti berada di dalam ruangan yang tidak berpenghuni, kakiku terasa lemas dan bergetar hebat. Pikiranku kacau, seorang pria paruh baya menghampiriku. 

Keringat dinginku bercucuran menandakan bahwa aku sudah tidak kuat lagi ingin rasanya berlari secepat kilat meninggalkan tempat ini. Pria paruh baya itu membantuku berdiri untuk pemeriksaan lebih lanjut, aku pun berdiri disamping alat yang akan memeriksakan keadaanku. Tanpaku sadari pria paruh baya itu tidak sama sekali menyakitiku. Ternyata pikiranku salah tentang pria paruh baya itu.

Setelah menunggu hasil pemeriksaan keluar, Deg Deg Deg Deg (suara jantungku yang berdebar kencang). Kakaku berjalan keluar dari ruangan pemeriksaanku tadi, dia membawa 1 lembar plastik berwarna hitam transparan dan 1 lembar kertas kecil berwarna putih yang memuat tulisan yang ditulis oleh tinta berwarna hitam. 

Tak ku sangka ternyata kakaku membawa hasil pemeriksaan, dia membawaku dan ibuku kedalam ruangan dimana dia bekerja. Kakaku memperlihatkan hasil pemeriksaan pada ibu, dia menjelaskan apa yang selama ini dideritaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline